Ini Penyebab Orang yang Mudah Cemas Biasanya Sulit Rileks dan Santai

Ini Penyebab Orang yang Mudah Cemas Biasanya Sulit Rileks dan Santai

Naviri Magazine - Menurut sebuah studi, orang-orang dengan gangguan kecemasan (anxiety) atau depresi mengalami keadaan lebih buruk ketika mereka mencoba melakukan teknik untuk merilekskan diri. Ini karena ada sebuah mekanisme penanggulangan pada diri mereka, yang berlawanan dengan intuisi mereka.

Studi ini dipublikasikan di  Journal of Affective Disorders. Dalam studi ini, tim peneliti menjelaskan bahwa orang dengan gangguan kecemasan mungkin menolak perasaan rileks, dan terus waspada agar terhindar dalam posisi tidak siap ketika suatu hal buruk terjadi.

Fenomena itu disebut sebagai rasa cemas akibat rileks atau relaxation induced anxiety (RIA). Mereka yang malah menjadi cemas akibat rileks mungkin melakukannya karena takut kehilangan kontrol saat gangguan cemasnya kambuh.

Ini sama seperti orang yang menderita sakit selama setahun penuh. Kemudian suatu hari orang itu tanpa sakit apa pun. Alih-alih merasa positif dan bersyukur, ia justru mendapatkan perasaan cemas, seperti “apa yang salah dengan saya?”

“Orang-orang mungkin akan tetap merasa cemas untuk mencegah kambuhnya gangguan cemas yang mereka miliki. Padahal, sebenarnya jauh lebih sehat untuk membiarkan diri mereka mengalami gangguan cemas itu,” ujar Michelle Newman, pemimpin riset, seperti dilansir IFL Science.

“Semakin mereka melakukannya, mereka semakin bisa menyadari bahwa mereka dapat mengatasinya. Ini membuat mereka lebih bisa merasa rileks,” sambung dia.

Sementara itu, Gangguan Kecemasan Umum (Generalized anxiety disorder/GAD), berbeda dengan perasaan cemas akibat perasaan terlalu khawatir atau cemas berlebihan mengenai kejadian negatif. Teknik merilekskan diri biasanya menurunkan perasaan cemas, ketegangan fisiologis, dan bisa menahan perasaan khawatir serta cemas.

Dalam riset, para peneliti mencatat bahwa bagi penderita GAD, melakukan teknik merilekskan diri akan jauh lebih baik ketimbang tidak melakukannya. Meski mereka merasakan peningkatan rasa khawatir dan cemas sementara saat melakukannya.

Sampai saat ini, penyebab terjadinya RIA belum diketahui secara pasti. Newman dan timnya meyakini bahwa RIA mungkin dapat dihubungkan dengan teori penghindaran kontras. Teori ini menunjukkan bahwa mereka dengan gangguan kecemasan, takut atas perubahan emosional, dari emosi netral atau positif ke keadaan emosi negatif.

“Teori ini berkisar pada gagasan bahwa beberapa orang mungkin dengan sengaja membuat dirinya cemas, sebagai cara untuk menghindari kekecewaan yang mereka dapatkan jika sesuatu yang buruk terjadi,” jelas Newman.

“Ini sebenarnya tidak membantu, dan hanya membuat diri mereka lebih sengsara. Karena, sebagian besar hal yang kita khawatirkan biasanya tidak terjadi. Maka hal ini dapat membuat otak berpikir, ‘Saya khawatir dan itu belum terjadi, sehingga saya harus tetap khawatir’.”

Untuk menguji hal itu, para peneliti mempelajari 100 responden. Satu pertiga dari mereka didiagnosis dengan GAD, dan sepertiga lainnya didiagnosis dengan gangguan depresi mayor (major depressive disorder, MDD), sementara sisanya tidak mengidap keduanya.

Menurut Mayo Clinic, MMD adalah gangguan mood yang berhubungan dengan kecemasan, yang didefinisikan sebagai rasa sedih secara terus menerus, atau hilangnya minat dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

Pertama, para responden diajak untuk melakukan latihan relaksasi, sebelum mereka menonton video yang dapat memicu perasaan takut atau sedih. Mereka kemudian diminta untuk menjawab pertanyaan yang dirancang untuk mengukur seberapa sensitifnya mereka terhadap perubahan keadaan emosi mereka.

Responden lalu diminta untuk mengisi survei kedua, yang dirancang untuk mengukur tingkat kecemasan mereka.

Hasilnya, penderita GAD lebih sensitif terhadap perubahan emosi negatif, seperti beralih dari keadaan santai menjadi ketakutan. Begitu juga dengan penderita MDD, meski perubahannya tidak terlalu mencolok.

Para periset menekankan bahwa ada batasan dalam temuan mereka. Ini karena ada bagian riset yang bergantung pada hasil laporan masing-masing responden.

Selain itu, mengingat interval waktu yang singkat antara setiap fase penelitian, peneliti sulit untuk menentukan apakah gejala RIA merupakan respons negatif pada video yang ditonton, atau apakah perasaan cemas terkait langsung dengan teknik merilekskan diri.

Bagaimanapun, mereka mengatakan bahwa temuan ini mungkin bisa membantu mengobati orang dengan gangguan kecemasan di masa depan.

Related

Psychology 3678181358117474024

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item