Ini yang Terjadi Setelah Dinosaurus Punah dari Muka Bumi (Bagian 1)

Ini yang Terjadi Setelah Dinosaurus Punah dari Muka Bumi

Naviri Magazine - Sekian juta tahun lalu, asteroid menghantam wilayah yang sekarang disebut Meksiko. Di tempat pepohonan pernah menjulang tinggi, menaungi semak belukar dan paku-pakuan yang lebat, berubah hanya batang-batang pohon hangus yang tersisa.

Alih-alih dengungan serangga yang tak putus-putus mengaburkan geraman dinosaurus raksasa, hanya ada kesunyian, yang sesekali dipecahkan suara angin. Kegelapan merajalela; warna biru, hijau, kuning, dan merah yang pernah menari-nari di bawah sinar matahari, sejak itu sirna.

Itulah kondisi Bumi setelah tabrakan asteroid selebar 9,6 kilometer, 66 juta tahun lalu.

“Dalam hitungan menit sampai jam, Bumi berubah dari tempat yang subur dan penuh kehidupan menjadi hening total dan kosong,” kata Daniel Durda, ilmuwan dari Southwest Research Institute di Colorado. “Terutama dalam radius ribuan kilometer di sekeliling lokasi benturan, semuanya tersapu bersih.”

Layaknya menyusun potongan gambar puzzle, saintis telah menguraikan dampak jangka panjang dari tubrukan meteor. Peristiwa itu memusnahkan lebih dari tiga perempat spesies hewan dan tumbuhan di bumi termasuk dinosaurus – meskipun sebagian dari mereka mampu bertahan dan berevolusi menjadi burung.

Namun, melengkapi detail, terutama apa yang terjadi setelah benturan dan apa yang memungkinkan beberapa organisme bertahan hidup, ternyata lebih menantang dari yang diperkirakan.

Perkiraan bahwa dinosaurus musnah karena hantaman asteroid pertama kali diajukan pada tahun 1980. Ide tersebut dianggap kontroversial pada waktu itu.

Kemudian, pada tahun 1991, geolog menemukan lokasi tumbukan; kawah berdiameter 180 km di sepanjang Semenanjung Yukatan, Meksiko. Mereka menamakannya Chicxulub, seperti nama kota terdekat.

Kawah itu tersembunyi di bawah tanah. Bagian utaranya berada di lepas pantai, terkubur di bawah 600 meter sedimen lautan.

Pada April 2016, ilmuwan memulai pengeboran sedalam dua kilometer di bagian kawah di lepas pantai, untuk mengambil sampel sedalam 3 meter. Mereka akan menganalisis sampel tersebut untuk melihat perubahan pada jenis batuan, mencari fosil, dan bahkan DNA yang terperangkap di dalam bebatuan.

“Kami akan melihat apa yang kemungkinan besar merupakan samudera yang steril di ground zero, tak lama setelah tumbukan, lalu kami dapat melihat bagaimana kehidupan muncul kembali,” kata seorang peneliti yang terlibat dalam pengeboran, Sean Garrick, dari Institut Geofisika University of Texas.

Berdasarkan ukuran kawah, ilmuwan telah menghitung seberapa besar energi yang dihasilkan dari tumbukan asteroid.

Dengan informasi ini, Durda bersama David Kring dari Lunar and Planetary Institute di Texas, membuat simulasi kejadian detail tabrakan asteorid – dan memprediksi apa saja kejadian yang dipicu oleh tabrakan itu. Para peneliti kemudian menguji skenario tersebut dengan bukti fosil, untuk menentukan apakah yang diprediksi benar-benar terjadi.

“Semua perhitungan itu dilakukan dengan cermat,” kata paleobotanis, Kirk Johnson, direktur Museum Smithsonian. “Kami dapat menyusun skenario detail, mulai dari momen tabrakan hingga menit, jam, hari, bulan, dan tahun-tahun setelah kejadian itu.”

Berbagai penelitian mengungkap suatu bencana besar.

Asteroid melesat di udara dengan kecepatan lebih dari 40 kali kecepatan suara. Ketika menghantam bumi, batu dari luar angkasa itu menghasilkan ledakan yang setara dengan 100 triliun ton TNT, kira-kira tujuh miliar kali lebih kuat dari bom Hiroshima.

Meteor itu bagaikan peluru berdiameter 10 km. Tumbukan dengan permukaan bumi mengirimkan gelombang kejut ke sekitarnya.

Gelombang tsunami setinggi 100 hingga 300 meter menyapu Teluk Meksiko. Gempa berkekuatan 10 skala Richter menghancurkan garis pantai, dan hempasan udara meratakan hutan dalam radius ribuan kilometer. Setelah itu, berton-ton batuan berjatuhan dari langit, dan mengubur kehidupan yang tersisa.

Namun, dampak langsung ini bukan satu-satunya penyebab kepunahan massal.

Ketika asteroid menghantam bumi, ia menguapkan bongkahan besar kerak bumi. Puing-puingnya terlempar bagaikan bulu-bulu api ke atas lokasi tubrukan, hingga ke langit.

Pijar panas dari puing-puing yang kembali memasuki atmosfer menjadikan planet bumi seperti oven.

“Bagaikan bola plasma yang menembus atmosfer sampai ruang angkasa,” kata Durda.

Puing-puing itu menyebar ke timur dan barat, hingga menyelimuti seluruh permukaan bumi. Kemudian, karena masih terikat gravitasi, mereka jatuh kembali ke atmosfer bagaikan hujan.

Ketika mendingin, mereka terpadatkan menjadi triliunan butiran gelas berukuran seperempat milimeter. Butiran-butiran tersebut melesat ke permukaan bumi, dengan kecepatan setara kecepatan pesawat ruang angkasa, membuat atmosfer begitu panas sehingga, di sejumlah tempat, tumbuh-tumbuhan darat terbakar.

“Pijar panas dari puing-puing yang kembali memasuki atmosfer menjadikan planet bumi seperti oven raksasa,” kata Johnson.

Jelaga dari api, bercampur debu dari tubrukan, menghalangi cahaya matahari dan mengantarkan bumi ke musim dingin yang gelap berkepanjangan.

Selama beberapa bulan setelahnya, partikel-partikel kecil turun bagai gerimis ke tanah, menutupi seluruh permukaan planet dengan lapisan debu asteroid. Sekarang paleontolog dapat menemukan lapisan ini terawetkan bersama fosil. Ia menandakan “Batas Cretaceous-Paleogen (K-Pg)”, titik balik dalam sejarah planet kita.

Pada tahun 2015, Johnson menelusuri lapisan Batas K-Pg sejauh 177 km di North Dakota, mencari fosil di sepanjang perjalanan. “Jika Anda melihat ke bawah lapisan ini, ada dinosaurus di mana-mana,” ujarnya. “Tapi jika Anda melihat ke atas, tidak ada dinosaurus.”

Di Amerika Utara, sebelum tubrukan Chicxulub, bukti fosil menggambarkan hutan kanopi yang rimbun, terjalin dengan rawa dan sungai; serta dipenuhi paku-pakuan, tumbuhan air, dan semak belukar.

Tidak seperti proses geologi lainnya, dampak tubrukan asteroid terasa dalam sekejap.
Iklim di masa itu lebih hangat dari sekarang. Tidak ada es yang menutupi kutub, dan dinosaurus memenuhi daratan, dari Alaska sampai Antartika.

“Alam penuh dengan kehidupan beraneka ragam seperti yang kita punya sekarang,” kata Durda. “Namun setelah tubrukan, ia jadi seperti di bulan. Gersang dan tandus.”

Baca lanjutannya: Ini yang Terjadi Setelah Dinosaurus Punah dari Muka Bumi (Bagian 2)

Related

Science 7716926618702476767

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item