Sejarah Afrika, di Antara Peperangan dan Upaya Menuju Perdamaian

Sejarah Afrika, di Antara Peperangan dan Upaya Menuju Perdamaian

Naviri Magazine - Negara-negara Afrika, meskipun sudah merdeka, masih mengalami berbagai perbedaan, baik yang obyektif maupun subyektif. Sejak akhir 1950-an dan awal 1960-an, negara-negara yang baru merdeka tersebut terpecah-pecah menjadi beberapa kelompok politik dan ekonomi.

Pembagian itu terjadi karena negara-negara tersebut sebelumnya bekas dijajah Inggris dan setelah merdeka tetap berada dalam persemakmuran. Atau sebelumnya dijajah Prancis dan sesudah merdeka berhimpun dalam Francophone Countries. Atau bahkan terhimpun dalam sebuah wadah organisasi Afrika yang homogen, terutama pada paska kolonialisasi dan dekolonisasi.

Berdasarkan letak geografis, negara-negara yang terletak dalam satu kawasan membentuk organisasi-organisasi sub-regional. Misalnya, The Economic Community of Western Afrika States (ECOWAS), yang dibentuk pada 1975 untuk memajukan kerjasama ekonomi regional.

Di balik banyaknya kelompok regional tersebut, berkembanglah kesadaran di antara para pemimpin negara-negara Afrika, mengenai perlunya dibentuk wadah bersama yang mencakup satu kontinen untuk menampung aspirasi segenap negara dan bangsa Afrika, dalam bentuk Organizationo of African Unity (OAU).

Terbentuknya wadah organisasi di Afrika telah menunjukkan kepada dunia, betapa perkembangan progresif dari regionalisme Afrika telah memberikan harapan baru yang menguntungkan bagi kawasan ini.

Seiring berjalannya waktu, prospek pembangunan Afrika cukup signifikan dibanding kawasan lain, terutama di era informational economy yang kompetitif dan inovatif. Kemajuan yang telah dicapai di beberapa kawasan telah memicu dinamika tersendiri di kawasan Afrika, untuk mau tidak mau menguatkan fondasi kerjasama regionalnya dalam menghadapi dan menyiasati tantangan global.

Untuk mendukung hal ini, dibentuklah Organisasi Persatuan Afrika, yang kemudian “berevolusi” menjadi Uni Afrika pada 2002 (Burgess dalam Encarta Encyclopedia 2008; African Union Commission 2004).

Usaha integrasi regional tak lepas dari bagaimana negara-negara Afrika belajar dari pengalaman sejarah masa lalunya yang fluktuatif, dan diwarnai oleh regresifitas dalam setiap upaya pembangunan nasional dan kawasan yang dicita-citakan.

Kolonialisme dan imperialisme Barat merupakan bagian dari sejarah Afrika yang telah memberikan efek bagi kejayaan masa lampau. Lebih parah lagi ketika dekolonisasi Afrika semakin memberikan dinamika konflik internal –domestik maupun nasional antar negara Afrika– yang berlarut-larut dan berujung pada eskalasi masif tanpa akhir.

Pada akhirnya, kerjasama regional dalam kerangka Uni Afrika tak lepas dari dinamika konflik di Afrika, sehingga masih mengalami sejumlah tantangan internal dalam membangun dan memajukan kawasan.

Berbagai konflik dan kesengsaraan yang terjadi di Afrika merupakan manifestasi dari masa kolonialisme dan imperialisme Barat yang kemudian memberikan dampak bagi instabilitas kawasan Afrika.

Hal ini telah memunculkan sejumlah permasalahan yang harus dihadapi ke depan oleh bangsa Afrika, seperti konflik dan permasalahan etnis, konflik agama, perang saudara, rezim militeristik, sengketa wilayah, klaim perbatasan, dan lain-lain.

Permasalahan etnik Afrika merupakan hal utama dari munculnya berbagai konflik di Afrika. Sementara, Jenny Williams menilai bahwa konflik yang terjadi di Afrika lebih parah ketika Barat campur tangan dalam setiap permasalahan maupun konflik yang terjadi di Afrika.

Hal ini telah menimbulkan konflik laten antar suku, perpecahan di kalangan rakyat Afrika, dan adanya rezim yang korup. Pada akhirnya, hal tersebut membuat dinamika dan stabilitas kawasan Afrika semakin rawan, yang malah membahayakan kemajuan kerjasama regional yang dicapai.

Selain itu, konflik juga timbul akibat adanya perdebatan sengit antara para wakil negara yang condong berhaluan sosialis, dan sejumlah negara yang condong pada dunia kapitalis. Kontradiksi semacam itu tentu dapat merusak persatuan masyarakat Afrika.

Salah satu cara untuk menjaga persatuan adalah dengan cara menfokuskan perhatian pada isu-isu yang dapat mempersatukan dan menjauhkan diri dari membahas masalah-masalah yang akan menyebakan para anggotanya akan terpecah.

Misalnya, dalam pendekatan mengenai masalah Konflik Sahara Barat atau perang Somalia-Etiopia (1977-78), tidak banyak dukungan atau kutukan terhadap suatu pihak yang bersengketa. Jika masalahnya dibawa ke PBB, maka dalam pemungutan suara, anggota perwakilan Afrika yang mengikuti perdebatan di PBB biasanya akan bersikap abstain atau bahkan meninggalkan ruang sidang tatkala voting dilakukan.

Sebagai kesimpulan, regionalisme Afrika adalah hal penting yang sangat berpengaruh bagi perkembangan Afrika. Regionalisme di Afrika merupakan bagian dari strategi bangsa Afrika untuk keluar dari ketertinggalan pembangunan ekonomi, politik, dan sosial mereka yang selama ini termarginalkan dari kemajuan global.

Berbagai harapan muncul untuk menjadi sebuah benua yang maju dan makmur, yang dapat beriringan dan berakselerasi dengan sejumlah kemajuan yang telah dicapai di berbagai kawasan lain, terlebih Eropa, dengan model Uni Eropa yang merupakan kawasan terdekat, baik dari segi geografis maupun historis masa penjajahan kala itu.

Tak dapat dipungkiri bahwa regionalisme di Afrika terkait juga dengan bagaimana bangsa Afrika berusaha lepas dari eksploitasi kolonialis dan imperialis Eropa yang pada akhirnya memunculkan perasaan senasib sebagai bangsa yang terjajah dan termarginalkan.

Hal itu telah menimbulkan kesadaran di antara negara-negara Afrika untuk bersatu menciptakan sebuah kawasan yang maju, damai, bersatu, dan penuh kerjasama.

Related

World's Fact 1793548492872850226

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item