Baidu, Mesin Pencari di Internet yang Mampu Mengalahkan Google

Baidu, Mesin Pencari di Internet yang Mampu Mengalahkan Google

Naviri Magazine - Baidu adalah mesin pencari di internet, serupa Google. Jika Google diciptakan oleh Sergey Brin dan Larry Page, Baidu dibuat oleh Robin Li.

Sebagaimana dikisahkan The New York Times, Li lahir di sebuah tempat yang berjarak 200 mil dari Beijing. Ketika Li masih kanak-kanak, Revolusi Kebudayaan sedang melanda Cina.

Kecintaannya pada komputer menuntun Li masuk ke Universitas Beijing, sebuah kampus paling bergengsi di Cina. Sayangnya, kuliah Li terganggu ketika protes Tiananmen pecah.

Pada 1991, selepas lulus dari Universitas Beijing, Li memutuskan pergi ke negeri Paman Sam, dan belajar di State University of New York. Keputusan itu dilakukan karena menurutnya “tidak ada harapan” di Cina.

Pada 1996, Li bekerja untuk IDD Information Service, salah satu divisi yang dimiliki Dow Jones and Company, yang bertugas mengelola koran online The Wall Street Journal. Di sana ia diberi tugas menciptakan algoritma pencarian dan pemeringkatan laman web bernama RankDex.

Melalui studi berjudul “Toward A Qualitative Search Engine” (1998), Li menegaskan bahwa “sebagian besar pencarian internet dilakukan oleh pengguna dengan menyederhanakan kata kunci tentang topik populer. Sayangnya, karena kata kunci tersebut dapat menghasilkan puluhan ribu klik, peringkat suatu laman web pun jadi inti teknologi untuk mesin pencari.”

Melalui RankDex, Robin Li memperkenalkan sistem pemeringkatan laman web yang kemudian jadi inspirasi PageRank.

Sialnya, IDD, juga Infoseek dan Yahoo, dua perusahaan di mana Li pernah berlabuh, kurang memahami betapa pentingnya mesin pencari. Pada 1998, selepas bertemu dengan Eric Xu di Silicon Valley, Li memutuskan kembali ke Cina dengan membawa RankDex dan Baidu, perusahaan penyedia mesin pencari buatannya.

The Great Firewall

Menurut Stat Counter, Google adalah mesin pencari pemilik 92,37 persen pangsa pasar. Namun, dalam kasus tertentu, Google tak berdaya. Contohnya di Cina.

Di negeri dengan penduduk terbanyak di dunia ini Baidu, adalah pemenang. Ia memiliki 76,67 persen pangsa pasar pencarian berbasis internet di negeri Tirai Bambu.

Mengapa Baidu bisa menang?

Setelah masuknya internet ke Cina pada Januari 1996, negeri Tirai Bambu mulai membangun "tembok" untuk melakukan sensor terhadap internet. Kontrol pemerintah Cina di dunia maya merambah ke percakapan yang berseliweran melalui internet, memblokir situs web asing, menyaring konten, hingga menurunkan laju lalu lintas internet dari Cina menuju luar negeri.

Hal demikian terkait dengan biaya bandwidth internasional yang harus dibayar mahal jika laju lalu lintas menuju situs-situs web luar terlampau banyak. Sebagaimana dikutip dari Business Insider, pada tahun 2010, terdapat 1,3 juta situs web yang diblokir otoritas Cina.

Akibat kebijakan tersebut, Cina mendapat julukan “The Great Firewall of China”. Dalam dunia komputer, Firewall merupakan sistem yang dirancang untuk memblokir akses bagi aplikasi atau program yang tidak sah.

Sejak 2010, Google tak dapat diakses secara legal di Cina. Akibat paling nyata kebijakan ini membuat pemain-pemain lokal, misalnya Baidu, makin sukses di negeri sendiri.

Namun, sebagaimana dicatat The New York Times, sebelum Google hengkang dan Cina dan hanya enam tahun setelah Baidu berdiri, mesin pencari bikinan Li menguasai 57 persen pangsa pasar dan 50 persen kue iklan digital di Cina. Pada akhir 2006, perusahaan garapan Li mampu memperoleh pendapatan nyaris $25 juta.

The Great Firewall memang sukses membuat perusahaan lokal berjaya. Sayangnya, masyarakat harus membayar atas kebijakan itu. Warga Cina tidak bisa bebas mengakses informasi.

Mencari informasi melalui Baidu berbeda dengan menggunakan Google, khususnya karena terkait kontrol pemerintah. Sebagaimana dilansir Quartz, jika Anda mencari "Peristiwa 4 Juni" (June 4th incident) di Google, Anda akan mendapatkan ribuan informasi terkait protes dan pembantaian di Lapangan Tiananmen. Anda tak bisa menemukannya di Baidu.

Jadi, jangan harap kata kunci seperti "Tiananmen Square", "Tank Man", "six four", "Student protests," dan sejenisnya bisa menghasilkan pencarian yang relevan di Baidu.

VPN (Virtual Private Network) digunakan oleh siapapun yang ingin mengakses Google dan layanan-layanan lain bikinan AS yang diblokir The Great Firewall. Dilansir South China Morning Post, warga Cina yang memilih menggunakan VPN harus rela membayar. Sialnya, VPN adalah barang haram di Cina. Barang siapa ketahuan menggunakan VPN dapat dikenai denda hingga 1.000 yuan atau sekitar Rp2,3 juta.

Related

Internet 4983645213855019358

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item