Ini Kisah Lengkap “Layangan Putus” yang Sedang Viral (Bagian 2)

Ini Kisah Lengkap “Layangan Putus” yang Sedang Viral

Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Ini Kisah Lengkap “Layangan Putus” yang Sedang Viral - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Suamiku, yang kini sudah resmi menjadi mantan. Perbedaan umur 7 tahun bukan jaminan sebuah hubungan akan berjalan tanpa hambatan.

Aku resmi menjadi janda setelah 8 tahun pernikahan. Walau aku sudah menemaninya dari tahun 2005. Total aku mengenalnya adalah 14 tahun. Pernikahan kami menghasilkan 5 orang anak. Anak bungsuku meninggal saat kulahirkan 4 bulan lalu.

Istigfar tak lepas dari bibir dan hatiku, kupandangi terus wajah anak-anakku, kuucapkan maaf di sela-sela istigfarku.

“Maafin mommi ya nak, semua tidak akan mudah seperti dulu, kita belum bisa liburan, kemping bersama, membuat api unggun, membakar kayu untuk sekarang. Tapi Alloh pasti beri jalan... pasti kalau kita mau bersabar, kita akan liburan kemana pun abang mau,” lirih kubisikkan ke telinga Amir, kuciumi pelan pipinya.

“Arya anak sholeh, hari Kamis puasa sunnah beneran ya, Nak, Insya Alloh robot yang Arya mau akan ada jalanya nanti kita beli. Semangat hapalan Quran ya sayang. Mommi minta maaf belum bisa beli mainanya sekarang, ya,” kusapu lembut pipinya yang basah terkena air mataku.

Tak terasa aku menangis.

“Mommi minta maaaaaaaf ya adek. Adek kangen daddy, Insya Alloh ketemu weekend ya nak. Doakan daddy sehat, ada waktu untuk main lagi sama Alman, ya,” kali ini aku terisak pelan. Kutahan sesenggukku karena Alman merespons dengan mengubah posisinya. Aku takut membangunkannya. Teringat pertemuan terakhir mereka, Alman menangis mendengar suara mobil daddy-nya pergi.

Terakhir Abi, hanya pelukan yang sanggup kuberikan pada bayiku yang masih berusia 2 tahun ini. Kuciumi ubun-ubunnya. Sambil kutiup pelan dan kusematkan doa, “Robbi habli minash sholihiin” berulang kali.

Istigfar berulang-ulang kali kulantunkan. Teringat SPP Salman yang belum kulunasi. Dan siang ini aku mendapat surat cinta dari PLN. Seorang petugas menaruh surat peringatan akan adanya pemutusan sementara aliran listrik bila tidak segera melakukan pembayaran. Berbagai kekhawatiran melintas di pikiran.

Seperti layangan putus, rasanya badan ini pengen oleng mengikuti ke mana angin bertiup. ‘Grooook… fiuuuhhh… ggrrkkk… fuuuuh...’ suara dengkuran abang Amir membuyarkan lamunanku.

“Astagfirullah wa atubu illaih….” Aku keraskan dzikirku, kusadarkan diriku, “astagfirullah…” ku lihat kembali malaikat-malaikat mungilku satu per satu. Aku punya Alloh untuk bersandar, tidaklah aku harus panik.

Daddy mereka boleh saja memutus komunikasi denganku, ibu dari anak-anaknya, bersikap acuh dan mencabut segala fasilitas di rumah ini, menghapus supir untuk anak anak, dan tidak mau mensuport biaya hidup anak-anak, biaya pendidikan dan kesehatan. Aku punya Alloh untuk bersandar. Aku punya Alloh untuk meminta dan memohon.

Anak-anakku akan jadi anak bahagia yang sukses dunia dan akhirat. Kutatap wajah-wajah polos mereka yang tanpa dosa, suatu saat nanti mereka akan menjadi orang-orang hebat yang menerangi dan bermanfaat bagi orang-orang di sekelingnya di mana pun mereka berada.

Aku hapus air mataku, kuteguk air putih yang memang sudah disiapkan embakku setiap hari sebelum kami menuju tidur. Berjalan aku menuju kamar mandi dan berniat melakukan sholat sunnah 2 rakaat, sekadar untuk curhat dengan Alloh. Tapi sebelum sampai kamar mandi, langkahku terhenti melihat ponselku bergetar.

Ah, panggilan dari nomor tak dikenal. Kulihat jam sudah menunjukkan hampir tengah malam. Aku memilih tidak mengangkat telepon dari nomor tak dikenal di waktu menjelang tengah malam.

Kulanjutkan menuju kamar mandi. Kutunaikan niatku untuk sholat sunnah. Berlama-lama aku sujud memohon ampun, curhat kepada sang pencipta. Sajadahku basah oleh air mata.

03.10

Aku terbangun dari sajadahku, tergopoh mendatangi Abi dan mengambil botol kosong, kuisi segera dengan susu UHT yang sudah tersedia di meja samping tempat tidur.

Kuberikan ke bibir mungilnya, seketika tangisnya berhenti. Aku bersiap melanjutkan tidur, kucari dulu ponselku karena ingin memundurkan alarm subuh. Aku ingin istirahat lebih lama karena kurasakan kepala ini masih sakit akibat menangis semalam, dan sepertinya mataku bengkak.

“Neneeeeeeeek im coming home! C u next week di Bali! Sambut gue dengan tari hula hula. Let’s start some business. I love you,” isi pesan singkat dari nomer handphone itu.

Ternyata semalam telepon dari Dita. Sahabatku saat kuliah dulu. Dia memang mengabarkan akan kembali ke Indonesia setelah bekerja sebagai dokter hewan di Canada selama dua tahun.

“Alhamdulillahilladzii bini’matihi tatimmusshoolihaat.”

Dita mungkin bukan jawaban dari segala permasalahanku, tapi pesan singkatnya tidak mungkin sebuah kebetulan. Allah yang Maha Baik yang mengatur segala pertemuan dan perpisahan.

Melalui pesannya, Dita membangkitkan semangatku. Bismillah, kedukaanku hari ini bukanlah akhir dunia. Dengan menyebut nama Alloh, kupeluk Abi yang masih sibuk menyedot botolnya sambil terpejam. Kupasrahkan hidup dan matiku esok hanya kepada Alloh pemilik alam semesta.

Perselingkuhan

Lembar putusan Pengadilan Agama mengenai perceraian sudah kuterima. Aku hela nafas panjang. Lega, sedih, sesak, bercampur di setiap hembusan nafas. Aku baca lagi berulang.

“Alhamdulillah,” batinku, berusaha menyempatkan untuk bersyukur dalam setiap keadaan.

Resmi sudah aku sendirian. Aku yang bertanggung jawab atas diriku sendiri, dan menanggung segala keputusan ke depan.

Seperti kehilangan satu kaki, aku berusaha tetap tegak melangkah. Pun selama setahun setengah menjalani poligami, yang aku rasakan memang kakiku sudah sakit sebelah. Ibarat dalam sisi medis, saran terbaiknya adalah mengamputasi kaki yang sudah luka dan membusuk. Sebelum menjalar menyakiti organ lainya.

Tin tiiin tiiiin.

Klakson mobil di belakang mengagetkanku, aku sadar dan memacu mobilku menuju rumah. Aku bergegas mandi sesampainya di rumah. Jarang aku berlama-lama di kamar mandi. Tapi, kali ini, aku betah berdiri di bawah kucuran air.

***

12 Februari 2018

Selesai subuh, aku mencari suami, ingin menggodanya. Semalam, ia tak masuk kamar melihatku, atau sebenarnya dia sudah melakukannya, saat aku tertidur lelap. Kubuka kamarnya, sepi.

“Oh, mungkin belum pulang sholat subuh dari mushola,” batinku. Tapi, terlihat kamar masih rapi. Selimut terlipat, bantal dan guling masih tersusun. Tidak terlihat kasur yang habis ditiduri.

Aku bingung, suamiku tidak izin menginap di kantor. Kuambil ponsel dan menghubunginya. Tersambung, tapi tidak ada jawaban. Kuulangi hingga berkali-kali. Nihil.

Kulihat jam sudah menunjukkan pukul 6 pagi, langit sudah terang, gak mungkin dia di mushola selama ini. Aku mulai jengkel, kutelepon supir kantor. Kucecar Selamet dengan pertanyaan.

“Lho Mba, sampeyan kan, istrinya! Moso mas Arif ga ada ngabarin?” jawab Selamet kaget.

“Kemana dia?”

“Ga tau aku mba! Cuma nganter ke bandara tok wingi…”

Reflek kuperiksa brankas mini yang terletak di lemari. Paspornya tidak ada. Berbagai pikiran berkecamuk di kepalaku. Aku duduk di kamarnya mencari pentunjuk.

Semenjak anak keduaku lahir, memang suami lebih nyaman tidur di kamar ini. Kecil tapi tenang baginya, tidak terganggu suara tangis bayi.

Setiap pulang kantor seringnya malam hari, rutinitas kami adalah bercengkerama di ruang tv sampai lelah. Dia terkadang mengajakku bercerita di kamar ini sampai terlelap. Kemudian aku pindah ke kamar utama kami, karena di sanalah anak-anak kami tidur. Arya masih sering terbangun tengah malam berteriak mencariku, minta dipeluk.

Kusadari kameranya tidak ada. Kemarin, dia memang pamit akan pemotretan untuk liputan motor BMW, karena itu koper cabinnya yang berisi kamera dibawa serta.

Tak ada pikiran aneh. Aku percaya semua kalimat suamiku. Tapi, kenapa dia pergi tidak jujur padaku! Ke mana dia?

Aku ingat lagi, kemarin tidak ada yang aneh, tidak ada yang salah. Sebelum dia pergi dari rumah, kami bercumbu mesraaaa sekali. Hubungan kami bahkan sedang hangat- hangatnya. Dia sering menggodaku belakangan ini. Dan aku sedang hobi mengumpulkan lingerie untuk menyenangkannya.

Baca lanjutannya: Ini Kisah Lengkap “Layangan Putus” yang Sedang Viral (Bagian 3)

Related

Romance 7062826290534855666

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item