Sejarah Garuda, Maskapai Penerbangan Pertama di Indonesia (Bagian 1)

Sejarah Garuda, Maskapai Penerbangan Pertama di Indonesia

Naviri Magazine - Garuda Indonesia adalah maskapai penerbangan nasional Indonesia. Garuda adalah nama burung mitos dalam legenda pewayangan. Sejak Juni 2007, maskapai ini, bersama maskapai Indonesia lainnya, dilarang menerbangi rute Eropa karena alasan keselamatan, namun larangan ini dicabut dua tahun kemudian, pada 2009.

Setahun sebelumnya, maskapai ini telah menerima sertifikasi IATA Operational Safety Audit (IOSA) dari IATA, yang berarti bahwa Garuda telah seluruhnya memenuhi standar keselamatan penerbangan internasional.

Garuda masuk dalam daftar maskapai bintang empat dari Skytrax, yang berarti memiliki kinerja dan pelayanan yang bagus. Tahun 2012, Garuda bergabung dengan aliansi penerbangan SkyTeam.

Sejarah

Garuda Indonesia berawal dari tahun 1940-an, di mana Indonesia masih berperang melawan Belanda. Pada saat itu, Garuda terbang jalur spesial dengan pesawat DC-3.

Tanggal 26 Januari 1949 dianggap sebagai hari jadi maskapai penerbangan ini. Pada saat itu, nama maskapai ini adalah Indonesian Airways. Pesawat pertama mereka bernama Seulawah atau Gunung Emas, yang diambil dari nama gunung terkenal di Aceh.

Dana untuk membeli pesawat ini didapatkan dari sumbangan rakyat Aceh, pesawat tersebut dibeli seharga 120,000 dolar malaya, yang sama dengan 20 kg emas. Maskapai ini tetap mendukung Indonesia sampai revolusi terhadap Belanda berakhir.

Garuda Indonesia mendapatkan konsesi monopoli penerbangan dari Pemerintah Republik Indonesia pada tahun 1950, dari Koninklijke Nederlandsch-Indische Luchtvaart Maatschappij (KNILM), perusahaan penerbangan nasional Hindia Belanda.

Garuda adalah hasil joint venture antara pemerintah Indonesia dengan maskapai Belanda, Koninklijke Luchtvaart Maatschappij (KLM). Pada awalnya, pemerintah Indonesia memiliki 51% saham, dan selama 10 tahun pertama perusahaan ini dikelola oleh KLM. Karena paksaan nasionalis, KLM menjual sebagian sahamnya di tahun 1954 ke pemerintah Indonesia.

Pemerintah Burma banyak menolong pada masa awal maskapai ini berdiri. Oleh karena itu, pada saat maskapai ini diresmikan sebagai perusahaan pada 31 Maret 1950, Garuda menyumbangkan sebuah pesawat DC-3 pada pemerintah Burma.

Pada mulanya, Garuda memiliki 27 pesawat terbang, staf terdidik, bandara dan jadwal penerbangan, sebagai kelanjutan dari KNILM. Ini sangat berbeda dengan perusahaan-perusahaan pionir lainnya di Asia.

Pada tahun 1953, maskapai ini memiliki 46 pesawat, tetapi pada 1955 pesawat Catalina mereka harus pensiun. Tahun 1956, mereka membuat jalur penerbangan pertama ke Mekkah.

Tahun 1960-an adalah saat kemajuan pesat maskapai ini. Tahun 1965, Garuda mendapat dua pesawat baru, yaitu pesawat jet Convair 990 dan pesawat turboprop Lockheed L-118 Electra.

Pada tahun 1961, dibuka jalur menuju Bandara Internasional Kai Tak di Hong Kong, dan tahun 1965 tiba era jet, dengan DC-8 mereka membuat jalur penerbangan ke Bandara Schiphol di Haarlemmermeer, Belanda, Eropa.

Tahun 1970-an, Garuda mengambil jet kecil DC-9 dan Fokker F28. Saat itu, Garuda memiliki 36 pesawat F28 dan merupakan operator pesawat terbesar di dunia untuk jenis pesawat tersebut.

Pada saat itu, maskapai ini mulai membeli pesawat badan lebar, seperti Boeing 747-200B dan McDonnell Douglas DC-10-30. Sementara pada 1980-an mengadopsi perangkat dari Airbus, seperti A300. Tahun 1990-an, maskapai ini membeli Boeing 737, Boeing 747-400, Airbus A330-300, dan juga McDonnell Douglas MD-11.

Pada 1990-an, Garuda mengalami beberapa musibah, terutama pada 1997, dimana sebuah A300 jatuh di Sibolangit, menewaskan seluruh penumpangnya. Maskapai ini pun mengalami periode ekonomi sulit, karena pada tahun yang sama Indonesia terkena Krisis Finansial Asia, yang terjadi 1997.

Setelah itu, Garuda sama sekali tidak terbang ke Eropa maupun Amerika (meskipun beberapa rute seperti Frankfurt dan Amsterdam sempat dibuka kembali, namun akhirnya kembali ditutup. Rute Amsterdam ditutup tahun 2004). Tetapi, dalam tahun 2000-an, maskapai ini telah dapat mengatasi masalah-masalah di atas, dan dalam keadaan ekonomi yang bagus.

Memasuki tahun 2000-an, maskapai ini membentuk anak perusahaan bernama Citilink, yang menyediakan penerbangan biaya murah dari Surabaya ke kota-kota lain di Indonesia.

Namun, Garuda masih saja bermasalah. Selain menghadapi masalah keuangan (pada awal hingga pertengahan 2000-an, maskapai ini selalu mengalami kerugian), beberapa peristiwa internasional (termasuk di Indonesia) juga memperburuk kinerja Garuda, seperti Serangan 11 September 2001, Bom Bali I dan Bom Bali II, wabah SARS, dan Bencana Tsunami Aceh pada 26 Desember 2004.

Selain itu, Garuda juga menghadapi masalah keselamatan penerbangan, terutama setelah jatuhnya Boeing 737 di Yogyakarta, ketika akan mendarat. Situasi ini diperburuk dengan sanksi Uni Eropa yang melarang semua pesawat maskapai Indonesia menerbangi rute Eropa.

Namun, setelah perbaikan besar-besaran, tahun 2010 maskapai ini diperbolehkan kembali terbang ke Eropa, setelah misi inspeksi oleh tim pimpinan Frederico Grandini, yaitu rute Jakarta - Amsterdam. Rute Eropa lain, seperti Paris, London, dan Frankfurt, juga dibuka kembali.

Asal nama Garuda Indonesia

Pada 25 Desember 1949, wakil dari KLM yang juga teman Presiden Soekarno, Dr. Konijnenburg, menghadap dan melapor kepada Presiden di Yogyakarta bahwa KLM Interinsulair Bedrijf akan diserahkan kepada pemerintah, sesuai hasil Konferensi Meja Bundar (KMB), dan meminta agar memberi nama bagi perusahaan tersebut karena pesawat yang akan membawanya dari Yogyakarta ke Jakarta nanti akan dicat sesuai nama itu.

Baca lanjutannya: Sejarah Garuda, Maskapai Penerbangan Pertama di Indonesia (Bagian 2)

Related

History 4597338912811143721

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item