Kisah Wanita India yang Mogok Makan Selama 16 Tahun

Kisah Wanita India yang Mogok Makan Selama 16 Tahun

Naviri Magazine - Irom Chanu Sharmila telah melakukan mogok makan sebagai wujud protes politik, selama nyaris 16 tahun. Aksi yang kemungkinan tercatat paling lama di dunia ini agaknya bakal berakhir. Dalih Sharmila, perjuangannya akan berlanjut di gelanggang politik dengan mengikuti pemilihan umum.

"Saya akan menghentikan puasa, karena pemerintah gagal memberikan tanggapan positif. Saya akan bertarung di pemilihan umum, untuk menyelesaikan sejumlah masalah," ujarnya, dikutip The Times of India.

Sharmila menggemakan model protes yang pernah melambungkan nama Mahatma Gandhi, figur penting nasionalisme India. Dulu Gandhi berpuasa guna menyampaikan pesan nonkekerasan demi mengecam kekuasaan Inggris di India.

Adapun Sharmila, lakunya itu diarahkan untuk menentang Undang-undang Angkatan Bersenjata (AFSPA)—diberlakukan pada 1958, produk hukum yang dirancang untuk mengekang para militan dan kaum separatis di wilayah Manipur.

Selama hampir 16 tahun, Sharmila ditahan di sebuah rumah sakit yang terletak di Imphal, ibu kota Manipur. Di sana, ia dipaksa mendapatkan asupan melalui selang ke hidungnya, dengan memakai undang-undang yang melarang tindak bunuh diri.

AFSPA dimunculkan sebagai dasar untuk meredam gerakan pemberontakan di tujuh provinsi di bagian timur laut India, termasuk Manipur.

Menurut Sharmila, dilansir The Wall Street Journal, undang-undang itu telah memicu banyak pembunuhan, penghilangan, pemerkosaan, dan perlakuan keji lain. Pasalnya, dengan UU tersebut, petugas keamanan jadi mendapat kekuatan khusus, selain terlindungi dari gugatan sipil.

Perserikatan Bangsa Bangsa pernah mendesak pencabutan UU itu, karena dianggap melanggar hak asasi manusia. Pun, sebuah panel dalam negeri yang ditunjuk Mahkamah Agung India menulis bahwa pasukan keamanan yang bernaung pada UU tersebut melakukan pelanggaran kemanusiaan.

Citra Sharmila—yang digambarkan oleh The New York Times sebagai sosok berkulit pucat, berambut awut-awutan, dan hidung tertancap selang yang tampak abadi—seakan menjelmakan perlawanan terhadap UU. Kondisi demikian seakan memungkinkan pesannya untuk dapat melewati batas-batas provinsi.

Saudara kandung Sharmila, Irom Singhajit, mengaku terkejut dengan keputusan yang diambil Sharmila. Dalam wawancara dengan The Indian Express, Singhajit mengatakan bahwa ibunya sendiri belum mengetahui ketetapan tersebut.

"Selama ini (ibu), seperti halnya anggota keluarga yang lain, telah berjuang mendukung Sharmila serta (mendorong) pencabutan AFSPA," ujar Singhajit. "Saya rasa, jika tahu (keputusan Sharmila), ia bakal marah," katanya.

Dalam hemat Sharmila, keputusannya untuk mengikuti Pemilu adalah salah satu pendekatan demi menekan pencabutan AFSPA lewat proses demokratis. Ia percaya "satu-satunya jalan perubahan adalah proses Pemilu." Dan untuk menempuh jalan itu, ia hanya menjadikan masalah pencabutan AFSPA sebagai satu-satunya isu kampanye.

Keputusan Sharmila itu pun sejalan dengan amanat pemerintah federal terhadap militernya, untuk menahan diri dalam menangani aksi protes di Kashmir, kawasan yang membolehkan tentara untuk mementahkan perjuangan para militan dengan peluru.

Dilansir Reuters, sedikitnya 46 orang tewas dan lebih dari 5.000 lainnya terluka—termasuk pula pasukan keamanan—sejak pelbagai protes merebak, menyusul kematian seorang komandan kelompok separatis Kashmir.

Related

World's Fact 1039562524617143675

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item