Iuran BJPS Dinaikkan, Ekonomi Indonesia Makin Tak Karuan

 Iuran BJPS Dinaikkan, Ekonomi Indonesia Makin Tak Karuan

Naviri Magazine - Apakah iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan jadi naik? Sampai sebulan sebelum pemberlakuan aturan baru BPJS, awal Januari 2020, pertanyaan itu belum terjawab – terutama untuk peserta mandiri kelas III.

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy, menyebut, kenaikan iuran BPJS masih belum ditetapkan, karena DPR belum sepakat. Sementara itu, anggota DPR ngotot agar kenaikan iuran untuk peserta kelas III dibatalkan. Kalaupun diberlakukan, pemerintah harus memberikan subsidi.

Keputusan pemerintah menaikkan iuran bagi peserta kelas III, akan memberi tambahan beban pada sedikitnya 8,2 juta peserta BPJS mandiri, yang pendapatannya di bawah Rp655.000 per kapita/bulan.

Presiden Joko Widodo telah meneken beleid kenaikan iuran itu, 24 Oktober 2019 lalu. Untuk menambal defisit BPJS yang mencapai puluhan triliun, peserta kelas I dan II akan membayar iuran dua kali lipat dari sebelumnya. Peserta kelas buncit (kelas III) akan membayar 65 persen lebih mahal, dari semula Rp25.500 menjadi Rp42.000 per bulan.

Celakanya, kenaikan iuran ini ditetapkan ketika kondisi perekonomian sedang melambat.

Jika melihat perencanaan anggaran, keputusan kenaikan iuran ini bukan tiba-tiba. Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2020 sudah mengalokasikan kenaikan bujet Penerima Bantuan Iuran (PBI) dari semula Rp26,5 triliun (2019) menjadi Rp48,8 triliun (2020).

Bagi pemerintah, kenaikan anggaran (dan defisitnya) bisa ditambal dengan utang, tapi bagi dunia usaha, kenaikan iuran BPJS merupakan tambahan biaya rutin yang nyata-nyata harus dikeluarkan dari kas. Pengeluaran akan membesar, sedangkan pendapatan belum tentu bisa mengimbangi.

Hasil survei Bank Indonesia menunjukkan, pertumbuhan kegiatan dunia usaha pada triwulan-3 mengalami perlambatan ketimbang triwulan sebelumnya. Ini ditunjukkan oleh indikator Saldo Bersih Tertimbang yang besarnya 13,39 persen, turun dari 19,17 persen pada triwulan sebelumnya.

Selain sektor konstruksi yang tumbuh positif, hampir semua sektor lain seperti pertanian, perkebunan dan pengolahan (manufaktur) tumbuh melambat. Sektor manufaktur yang lesu itu menyerap sekitar 18 juta tenaga kerja. Beberapa industri, seperti tekstil, bahkan sudah mengurangi jumlah karyawan akibat permintaan melamban.

Hingga triwulan empat tahun ini, responden survei Bank Indonesia memperkirakan masih akan terjadi perlambatan. Tahun depan, tanda-tanda perbaikan juga belum tampak.

Related

News 2888761808122681644

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item