Kajian Ilmiah di Balik Konspirasi Penyebab Munculnya LGBT (Bagian 2)

Kajian Ilmiah di Balik Konpirasi Penyebab Munculnya LGBT

Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Kajian Ilmiah di Balik Konspirasi Penyebab Munculnya LGBT - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

LGBT, mengapa bisa terjadi?

Seperti dijelaskan secara singkat di atas, dalam LGBT terdiri dari empat jenis perubahan ketertarikan seksual yaitu:

(L) Lesbian, (menyukai sesama wanita), termasuk homoseksualitas, yaitu ketertarikan romantis dan/atau seksual atau perilaku antara individu berjenis kelamin atau gender yang sama, dalam hal ini sesama wanita atau perempuan.

Lesbian adalah istilah bagi perempuan yang mengarahkan orientasi seksualnya kepada sesama perempuan. Istilah ini juga merujuk kepada perempuan yang mencintai perempuan lain, baik secara fisik, seksual, emosional, atau secara spiritual.

Istilah ini dapat digunakan sebagai kata benda jika merujuk pada perempuan yang menyukai sesama jenis, atau sebagai kata sifat apabila bermakna ciri objek atau aktivitas yang terkait dengan hubungan sesama jenis antar perempuan.

Di Indonesia, beberapa kaum lesbian muncul karena ketidakpuasan mereka terhadap perlakuan laki-laki, misalnya karena kekerasan yang mereka terima. Selain itu, memang mereka terlahir untuk menjadi lesbian secara alami.

(G) Gay, (menyukai sesama pria), juga termasuk homoseksualitas, adalah ketertarikan romantis dan/atau seksual atau perilaku antara individu berjenis kelamin atau gender yang sama.

Sebagai orientasi seksual, homoseksualitas mengacu pada “pola berkelanjutan atau disposisi untuk pengalaman seksual, kasih sayang, atau ketertarikan romantis”, terutama atau secara eksklusif pada orang dari jenis kelamin sama.

Homoseksualitas juga mengacu pada pandangan individu tentang identitas pribadi dan sosial, berdasarkan pada ketertarikan, perilaku ekspresi, dan keanggotaan dalam komunitas lain yang berbagi itu.

Homoseksualitas adalah salah satu dari tiga kategori utama orientasi seksual, bersama dengan biseksualitas dan heteroseksualitas, dalam kontinum heteroseksual-homoseksual.

(B) Bi-Seksualitas, (menyukai wanita dan juga pria), merupakan ketertarikan romantis, ketertarikan seksual, atau kebiasaan seksual kepada dua jenis (bi=artinya dua) yaitu pria maupun wanita. Istilah ini umumnya digunakan dalam konteks ketertarikan manusia untuk menunjukkan perasaan romantis atau seksual kepada pria maupun wanita sekaligus.

Istilah ini juga didefinisikan sebagai ketertarikan romantis atau seksual pada semua jenis identitas gender atau pada seseorang, tanpa mempedulikan jenis kelamin atau gender biologis orang tersebut, yang terkadang disebut panseksualitas.

Biseksualitas adalah salah satu dari tiga klasifikasi utama orientasi seksual, bersama dengan heteroseksualitas dan homoseksualitas, yang masing-masing merupakan bagian dari rangkaian kesatuan heteroseksual-homoseksual.

Suatu identitas biseksual tidak harus memiliki ketertarikan seksual yang sama besar pada kedua jenis kelamin; biasanya, orang-orang yang memiliki ketertarikan pada kedua jenis kelamin tetapi memiliki tingkat ketertarikan yang berbeda, juga mengidentifikasikan diri mereka sebagai biseksual.

Biseksualitas umumnya dikontraskan dengan homoseksualitas, heteroseksualitas, dan aseksualitas.

(T) Trans-Gender (menyukai sesama jenis, dan mengubah fisik dirinya menjadi lawan jenisnya), merupakan ketidaksamaan identitas gender seseorang terhadap jenis kelamin yang ditunjuk kepada dirinya.

Transgender bukan merupakan orientasi seksual (kecenderungan seksual adalah pola ketertarikan seksual, romantis, atau emosional), namun seseorang yang transgender dapat mengidentifikasi dirinya sebagai seorang heteroseksual, homoseksual, biseksual, maupun aseksual.

Di Thailand, yang memiliki banyak transgender sebagai komoditas turis, disebut sebagai kathoey, adalah istilah dalam Bahasa Thai yang mengacu pada salah seorang wanita transgender atau laki-laki gay feminin di Thailand.

Sejumlah besar masyarakat di Thailand menganggap kathoey sebagai bagian gender ketiga, termasuk bagi banyak kathoey sendiri, sementara yang lain melihat mereka sebagai tipe laki-laki atau tipe wanita.

Individu transgender dapat memiliki karakteristik yang biasanya dikaitkan dengan gender tertentu, dan dapat pula mengidentifikasi gender mereka di luar dari definisi umum, yaitu seperti agender, gender netral, genderqueer, non-biner, atau gender ketiga.

Seseorang yang transgender dapat pula mengidentifikasi diri mereka sebagai seorang yang bigender, pangender, atau mencakup bagian-bagian dari beberapa rangkaian kesatuan transgender yang umum, atau juga mencakup bagian lain yang berkembang dengan adanya studi-studi terkini yang lebih rinci.

Awalnya, banyak pakar menduga alasan orang cenderung menyukai sesama jenisnya karena adanya ‘gen gay’ di dalam dirinya. Namun sebuah studi baru mengungkapkan temuan itu tidak akurat.

Menurut studi ini, ada proses tertentu bernama epigenetika (epigenetic) yang bisa menjelaskan mengapa homoseksualitas terjadi dalam sebuah keluarga.

Sejauh ini, hukum nasional Indonesia tidak mengkriminalisasi homoseksualitas. Hal ini berbeda dengan hukum mengenai sodomi di negara jiran, Malaysia, yang memakai produk hukum warisan kolonial Inggris yang mengkriminalisasi tindakan homoseksual, atau lebih spesifik tindakan anal seks.

Hukum pidana nasional tidak melarang hubungan seksual pribadi dan hubungan homoseksual non-komersial, antara orang dewasa yang saling bersetuju.

Masuk jaringan LGBT

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Susana Yembise, mengatakan, dari hasil sensus dan riset awal 2016 lalu, ada ribuan anak Indonesia yang telah masuk jaringan kaum lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT).

“Ada 3.000-an anak-anak sekarang yang masuk jaringan gay ini,” kata Yohana di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, pada Februari 2016 lalu. Yohana menuturkan, data tersebut belum resmi. Pihaknya masih melakukan pendataan.

Ia akan mengajak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) untuk memberikan penyuluhan terkait LGBT pada anak-anak. “Ini merupakan hal emergency yang perlu ditangani secepatnya, khususnya untuk anak-anak,” Yohana menegaskan.

Sebanyak 477 situs berkonten radikalisme, pornografi, dan lesbian, gay, biseksual, dan transgender atau “LGBT”, sudah diblokir sejak Februari 2016, dan pastinya akan terus bertambah.

“Masalah pornografi dan radikalisme di Indonesia memutuskan pemblokiran 477 situs yang mengandung  LGBT, pornografi, dan radikalisme,” kata Azhar Hasyim, Direktur e-Business Ditjen Aplikasi dan Telematika Kementerian Komunikasi dan Informatika.

Tindakan tersebut dilakukan setelah rapat gabungan dua panel bidang pornografi dan radikalisme, serta para perwakilan “Over The Top” (OTT) di kantor Kemkominfo.

Menurut Azhar Hasyim, pemblokiran tersebut berdasarkan laporan dari masyarakat yang resah terkait propaganda “LGBT”, pornografi, dan radikalisme. Selain itu, kata dia, pihaknya juga memblokir situs blog Tumblr, karena banyak mengandung konten pornografi.

Ilmuwan dunia: Individu LGBT adalah epigenetika

Sebuah studi baru mengungkapkan temuan, ada proses tertentu bernama epigenetika yang bisa menjelaskan mengapa homoseksualitas terjadi dalam sebuah keluarga.

Kesimpulan ini diperoleh setelah peneliti memfokuskan pengamatannya pada penanda epigenetics (epi-marks), yaitu perubahan molekuler yang bertindak sebagai ‘saklar’ sementara untuk menyalakan atau mematikan gen. Menurut National Institute for Mathematical and Biological Synthesis, epi-marks juga menentukan kapan, di mana, dan bagaimana sebuah gen diekspresikan.

“Saklar atau switcher itu berasal dari genome pada manusia. ‘Saklar molekuler’ ini biasanya terhapus di awal proses perkembangan janin, tapi mereka bisa saja diturunkan dari generasi ke generasi,” terang peneliti William Rice, seorang pakar genetika evolusioner dari University of California, Santa Barbara, AS.

Bahkan sejumlah epi-marks memiliki fungsi yang sangat penting dalam perkembangan janin, terutama mendorong perkembangan fisik alat kelamin pada janin secara normal, kendati jumlah hormon testosteron di dalam rahim ibu bervariasi selama masa kehamilan.

Di awal perkembangan janin, epi-marks diduga menentukan agar janin perempuan menjadi relatif tidak sensitif terhadap testosteron, sedangkan janin laki-laki relatif sensitif terhadap testosteron.

Baca lanjutannya: Kajian Ilmiah di Balik Konspirasi Penyebab Munculnya LGBT (Bagian 3)

Related

Science 1337943294045921276

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item