Mengapa Air Laut Terasa Asin, tapi Air Sungai Terasa Tawar?
https://www.naviri.org/2019/12/mengapa-air-laut-terasa-asin.html
Naviri Magazine - Air laut terasa asin, tetapi air di sungai atau danau biasanya terasa tawar. Mengapa beberapa perairan di bumi terasa asin, sementara yang lain tidak? Dan dari mana datangnya material yang membuat air laut terasa asin?
Ada dua petunjuk yang dapat memberi kita jawaban akan hal ini. Pertama, air "tawar" tidak sepenuhnya bebas dari garam terlarut. Bahkan air hujan memiliki jejak zat terlarut di dalamnya, yang ikut tercampur sewaktu air hujan melewati atmosfer.
Ketika air hujan melewati tanah dan merembes melalui bebatuan, ia akan melarutkan beberapa mineral, proses ini disebut pelapukan. Air tanah juga merupakan air yang kita minum, dan tentu saja kita tidak merasakan asin mineral garam, karena konsentrasinya yang terlalu rendah.
Selanjutnya, air yang mengandung sejumlah kecil mineral atau garam terlarut akan mencapai sungai, dan terus mengalir menuju danau atau lautan. Namun, penambahan tahunan dari garam terlarut oleh sungai hanya merupakan jumlah kecil, jika dibandingkan dengan jumlah garam di laut.
Diperkirakan, garam-garam terlarut yang dibawa oleh semua sungai di dunia akan memiliki jumlah yang sama dengan garam di laut, setelah sekitar 200 hingga 300 juta tahun.
Petunjuk kedua tentang bagaimana air laut terasa asin adalah adanya danau garam, seperti Great Salt Lake dan Laut Mati. Keduanya memiliki air yang sepuluh kali lebih asin daripada air laut.
Lalu mengapa kedua danau itu asin, sementara sebagian besar danau di dunia tidak?
Danau adalah tempat penyimpanan sementara untuk air. Sungai akan membawa air ke danau, dan sungai lain akan membawa air dari danau. Dengan demikian, danau dapat dikatakan hanya bagian yang luas dalam saluran sungai yang berisi air. Di mana air mengalir di satu ujung, dan keluar di ujung yang lain dari danau.
Great Salt Lake, Laut Mati, dan danau garam lainnya, tidak memiliki saluran keluar. Semua air yang mengalir ke danau lolos hanya melalui penguapan. Sementara air menguap, garam-garam terlarut akan tertinggal. Setelah bertahun-tahun air masuk sungai dan menguap, kandungan garam dari air danau akan mencapai tingkat sangat tinggi.
Proses inilah yang membuat air laut menjadi asin. Sungai membawa garam terlarut ke laut. Air menguap dari lautan untuk jatuh lagi sebagai hujan dan kembali menuju sungai, tetapi garam tetap tertinggal di laut. Dan karena volume lautan sangat besar, maka dibutuhkan waktu ratusan juta tahun dari aliran sungai untuk mengisi garam sampai mencapai tingkat yang sekarang.
Namun, kini para ilmuwan telah mengetahui bahwa sungai bukan satu-satunya sumber garam terlarut. Terdapat fitur di puncak pegunungan laut yang dikenal sebagai lubang hidrotermal, yang merupakan tempat di dasar laut, dimana air laut akan meresap ke dalam batuan kerak samudera, selanjutnya mengalami proses pemanasan, dan melarutkan beberapa mineral dari kerak samudera ke dalam laut.
Karena air panas akan lebih mudah melarutkan mineral, maka lebih banyak mineral yang terlarut untuk memberikan kontribusi pada salinitas air laut.
Proses akhir yang menyediakan garam ke lautan adalah aktivitas vulkanik bawah laut, yaitu letusan gunung berapi bawah laut. Hal ini mirip proses sebelumnya, dimana air laut bereaksi dengan batuan panas, dan melarutkan beberapa unsur mineral.
Jadi pada intinya, di mana pun air bersentuhan dengan batuan dari kerak bumi, baik di darat atau di laut atau di dalam kerak samudera, beberapa mineral dalam batuan akan larut dan terbawa air ke laut.
Lalu, apakah lautan akan lebih asin lagi nantinya? Beberapa temuan menunjukkan bahwa sepertinya lautan tidak akan lebih asin lagi. Faktanya, air laut telah memiliki kandungan garam yang sama untuk ratusan juta bahkan miliaran tahun.
Konsentrasi garam pada air laut telah mencapai kondisi yang disebut "steady state". Jadi, garam terlarut tambahan yang masuk ke laut akan disingkirkan dari air laut, dengan cara mengendapkan mineral baru di dasar laut, secepat sungai dan proses hidrotermal menyediakan garam baru.