Ahli Ekonomi Mempertanyakan Kinerja OKJ Hingga Terjadi Kasus Jiwasraya

Ahli Ekonomi Mempertanyakan Kinerja OKJ Hingga Terjadi Kasus Jiwasraya

Naviri Magazine - Ekonom Senior Faisal Basri mengkritik Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), terkait kasus yang membelit PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dan PT Asabri (Persero). Ia menilai, pemerintah abai dalam mengantisipasi kedua permasalahan, sehingga bisa terjadi.

"Seandainya pemerintah tidak abai, para nasabah Jiwasraya pun sudah barang tentu masih menyisakan asa tinggi bahwa preminya akan dibayar, dan investasinya akan kembali. Kini, mereka gundah gulana, tak ada kepastian bakal mendapatkan haknya," kata dia seperti dikutip dari laman pribadinya faisalbasri.com, Sabtu, 25 Januari 2020.

OJK, kata dia, telah diberi kekuasaan penuh oleh undang-undang, seperti memberikan izin operasi perusahaan asuransi, mengeluarkan izin berbagai produk asuransi, lalu mengawasi perusahaan asuransi, hingga membuat aturannya.

"Sudah sepatutnya OJK bertanggung jawab atas kejadian yang menimpa Jiwasraya dan Asabri. Bukan kali ini saja kejadian tragis menimpa perusahaan asuransi," ucapnya.

Menurut Faisal, persoalan likuiditas Asabri masih tertolong, karena masih memperoleh dana iuran dari peserta.

Sementara kasus Jiwasraya semakin membesar, karena praktis premi jatuh tempo terus bertambah. Di saat yang sama, lanjutnya, dana dari premi baru terhenti karena masyarakat jera berinvestasi di produk-produk investasi Jiwasraya. 

"Wajar jika banyak kalangan mulai mempertanyakan keberadaan OJK. Bukan saja kewenangannya terhadap perusahaan asuransi, melainkan juga terhadap perbankan, lembaga keuangan bukan bank, pasar modal, dan fintek," ujarnya.

Sehingga Faisal mempertanyakan, siapa yang mengawasi OJK dan kepada siapa OJK harus melapor. Karenanya, Faisal menilai penguatan institusi darurat untuk dilakukan, karena menyangkut organ perekonomian yang vital.

"Karena lembaga keuangan merupakan jantung perekonomian, jika terjadi serangan jantung, seluruh organ tubuh perekonomian bakal terdampak," tuturnya.

Kemudian Faisal juga mempertanyakan, kenapa Kementerian Keuangan sampai sekarang belum kunjung merealisasikan amanat Undang-undang (UU) Nomor 40 tahun 2014 yang seharusnya sudah hadir pada Oktober 2017, tentang Perasuransian dalam hal penyelenggaraan program penjaminan polis.

Karena pada Pasal 54 ayat 1 UU 40 tahun 2014, perusahaan asuransi dan perusahaan asuransi syariah wajib menjadi peserta program penjaminan polis.

Lalu, Pasal 4 UU nomor 40 tahun 2014 juga mengatur undang-undang sebagai payung hukum program penjaminan polis, dibentuk paling lama tiga tahun sejak beleid tersebut diundangkan atau pada 2017.

Menurut Faisal, berdasarkan undang-undang tersebut, seharusnya program penjaminan polis sudah bisa dirasakan saat ini, namun belum berjalan karena aturan yang menjadi payung hukum belum terbit.

"Bukankah Kementerian Keuangan sudah diingatkan oleh berbagai pihak tentang amanat undang-undang itu? Tidak perlu menunggu kehadiran Omnibus Law untuk menyelesaikan masalah yang mendera Jiwasraya dan Asabri," ucap Faisal.

Related

News 2308460936021375597

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item