Kisah Siti Fadilah Supari: Dituntut Penjara karena Melawan Mafia Internasional

 Kisah Siti Fadilah Supari: Dituntut Penjara karena Melawan Mafia Internasional

Naviri Magazine - Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ali Fikri, menuntut Mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari dengan hukuman enam tahun penjara. Jaksa KPK juga menuntut Siti membayar denda Rp 500 juta, subsider enam bulan kurungan.

Jaksa menyampaikan tuntutan tersebut ketika membacakan amar tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu, 31 Mei 2017. Menurut Jaksa, tuntutan itu pantas diberikan kepada Siti, lantaran perbuatannya yang tidak mendukung pemerintah dan masyarakat dalam memberantas korupsi.

Tidak hanya itu, menurut jaksa, Siti terbukti menyalahgunakan wewenang dalam kegiatan pengadaan alat kesehatan (alkes), guna mengantisipasi kejadian luar biasa (KLB) tahun 2005, pada Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) Departemen Kesehatan. Di mana penyalahgunaan wewenang tersebut diduga menyebabkan kerugian keuangan negara sekitar Rp 6.148.638.000.

Terkait hal tersebut, Kepala Pusat Pengkajian Nusantara-Pasifik (PPNP), Haris Rusly, menyatakan bahwa tuntutan yang diberikan kepada Siti Fadilah Supari tak lebih hanya sekadar dendam belaka.

“Kami tidak sedang membela sebuah kejahatan korupsi yang diduga dilakukan oleh seorang ‘Ibu Tua Renta’ yang sangat patriotik. Namun, kami melihat Ibu Fadilah sepertinya ditarget oleh kepentingan yang lebih besar yang dendam,” tulis Haris dalam catatannya, berjudul ‘Vonis Dendam Kesumat terhadap Siti Fadilah Supari’, di Jakarta, Senin, 5 Juni 2017.

Siapa yang tidak dendam, tanya Haris. Berbagai proyek imperialis yang hendak masuk ke Indonesia yang bertopeng kesehatan, lanjut Haris, digagalkan oleh Siti Fadilah. Mulai dari proyek flu burung, mega proyek vaksinasi, proyek Namru, proyek privatisasi rumah sakit pemerintah, dll. “Itu pada saat Fadilah menjabat sebagai Menteri,” tegas Haris.

Ia menuturkan, semasa menjabat Watimpres Presiden SBY, Siti Fadilah masih terus berjuang. Bersama para aktivis melawan konsep sistem jaminan sosial yang mewajibkan rakyat membayar. Tidak hanya itu, dia mendorong berbagai upaya perlawanan terhadap berbagai perjanjian internasional dan UU ratifikasi perjanjian internasional yang merugikan rakyat.

“Siapa yang dilawan dengan berbagai agenda Siti Fadila. Mafia farmasi internasional, yang kekuasaannya melebihi negara. Mafia farmasi ini memperalat negara-nagara maju, memperalat organisasi multilateral terutama World Health Organization (WHO), dan lembaga keuangan multilateral lainnya,” ungkapnya.

Menurut Haris, nama Siti Fadilah begitu harum di kalangan para aktivis gerakan sosial internasional. Dia adalah satu-satunya menteri yang berani menantang proyek privatisasi dan komersialisasi virus. Sebuah bisnis yang sangat besar, yang berada dibawah kendali orang paling kaya di muka bumi saat ini.

“Akibat sikapnya tersebut, Siti Fadilah harus berhadapan secara terbuka dengan WHO. Di Indonesia, para pejabat WHO memendam sakit hati karena Siti Fadilah tidak mungkin mau rapat dengan mereka, apalagi menyusun agenda bersama. Baginya, WHO bukan representasi masyarakat global. WHO adalah kaki tangan segelitir pemilik perusahaan farmasi, pedagang virus, dan bandar vaksin,” katanya lagi.

Ditambahkan Haris, terkait pandangannya soal WHO, Siti Fadilah tidak sendiri. Banyak pemerhati dunia selama ini menyampaikan kritik mereka terhadap agenda-agenda WHO yang dikendalikan oleh mafia.

WHO telah dilepaskan dari Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Donor swasta adalah donor terbesar yang membiayai kerja WHO. Lebih dari 30 persen anggaran WHO bersumber dari perusahaan farmasi. “Itu yang resmi,” tegas Haris.

Bagaimana dengan dana-dana yang diselundupkan oleh mafia kepada pejabat-pejabat WHO, tanya Haris lagi. WHO, kata dia, adalah salah satu badan dunia yang sangat luas penetrasinya. Mereka telah menjadikan Kementrian Kesehatan sebagai toko obat. Mereka menjadikan Menteri Kesehatan sebagai marketing obat dan vaksin. Namun itu terjadi di belahan dunia lain. Tidak di Indonesia, di tangan Siti Fadhila. Seluruh agenda WHO patah. Para pebisnis obat dan vaksin gigit jari.

“Tuduhan dan vonis kepada Siti Fadilah mengandung nuansa dendam kesumat, dendam orang orang yang bisnis obat dan vaksinnya terganggu, amarah orang-orang yang sedotan uangnya tersumbat,” ucap Haris.

Tapi, lanjut Haris, mereka penguasa dunia, ingin menunjukkan kuasanya. Mereka mau mengatakan, “Kami berkuasa atas negaramu, kami mengatur kamu orang punya hukum, kamu jangan macam macam”.

“Tuduhan dan vonis pada Siti Fadilah berada di atas tumpukan proposal baru oligarki dan taipan Indonesia kepada mafia farmasi dan vaksin internasional. Di mana Indonesia adalah laboratorium terbesar untuk uji coba vaksin dan pasar vaksin. Indonesia adalah pasar obat terbesar dan ladang bisnis asuransi,” ujar Haris menutup catatannya.

Related

World's Fact 9204000251798105543

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item