Memahami Peristiwa Isra’ Mi’raj dan Buraq secara Ilmiah (Bagian 2)

Memahami Peristiwa Isra’ Mi’raj dan Buraq secara Ilmiah, naviri.org, Naviri Magazine, naviri

Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Memahami Peristiwa Isra’ Mi’raj dan Buraq secara Ilmiah - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Jadi, sekarang kita bisa mendeskripsikan kendaraan bernama Buraq ini sedemikian rupa; apakah ia berupa pesawat ruang angkasa yang memiliki kecepatan di atas kecepatan sinar dan kecepatan UFO? Ataukah ia berupa kekuatan yang diberikan Allah kepada diri Rasulullah Saw sehingga dapat terbang di ruang angkasa dengan selamat dan sejahtera?

Suatu wahana yang sanggup membungkus dan melindungi jasad Rasulullah sedemikian rupa, sehingga sanggup melawan/mengatasi hukum alam dalam hal perjalanan dimensi, sekaligus di dalamnya tersedia cukup udara untuk pernapasan Nabi Muhammad Saw dan penuh dengan gambaran yang memungkinkan Nabi untuk melihat keluar, yang memberikan gambaran kepada Rasulullah mengenai keadaan umatnya sepeninggal beliau nantinya.

Bukankah ada banyak juga hadist sahih yang mengatakan bahwa selama perjalanan menuju ke Muntaha itu Nabi Muhammad Saw telah diperlihatkan pemandangan-pemandangan yang luar biasa?

Apakah aneh jika Nabi Muhammad Saw telah diperlihatkan oleh Allah terhadap apa-apa yang akan terjadi di kemudian hari? Apakah Anda akan mengingkari bahwa jauh setelah sepeninggal Rasul ada banyak manusia yang mampu meramalkan ataupun melihat masa depan seseorang?

Dalam dunia komputer, kita mengenal virtual reality (VR), yaitu penampakan alam nyata ke dalam dimensi multimedia digital yang sangat interaktif, sehingga bagai keadaan sesungguhnya. Apakah tidak mungkin Rasulullah telah merasakan fasilitas VR dari Allah Swt untuk mempresentasikan surga dan neraka yang dijanjikan-Nya?

Jika Anda mempercayai virtual reality, apa susahnya untuk mempercayai bahwa hal itu pun terjadi pada diri Rasulullah Saw, hanya saja bedanya bahwa semua itu merupakan gambaran asli dari Allah Swt yang sudah pasti kebenarannya, tanpa bercampur dengan hal-hal yang bathil.

Hal ini juga bisa kita buktikan dengan banyaknya visi Nabi terhadap keadaan umat Islam setelah beliau tiada, dan menjadi kenyataan tanpa sedikit pun meleset? Dari mana Rasulullah dapat melakukannya jika tidak diperlihatkan oleh Allah sebelumnya?

“Allah memberikan kebijaksanaan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barang siapa yang diberi hikmah, sungguh telah diberi kebajikan yang banyak. Dan tak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang berakal.” (QS. 2:269)

Hikmah dalam ayat 2:269 dan ayat-ayat lainnya, bisa diartikan sebagai kebijaksanaan yang diberikan oleh Allah kepada hamba-hamba-Nya. Kebijaksanaan ini berarti sangat luas, baik dalam bidang ilmu pengetahuan dunia atau akhirat, sebagai perwujudan dari Rahman dan Rahim-Nya.

Di dalam hadist disebutkan bahwa Nabi Muhammad Saw berangkat ke Muntaha dengan ditemani malaikat Jibril, yang di dalam AlQur’an surah 53:6 dikatakan memiliki akal yang cerdas. Dan dalam perjalanan itu Nabi diberi kendaraan bernama Buraq yang kecepatannya melebihi kecepatan cahaya.

Selanjutnya, selama perjalanan, Nabi banyak bertanya kepada malaikat Jibril tentang apa-apa yang diperlihatkan oleh Allah kepadanya. Ini menunjukkan bahwa Nabi dan Jibril berada dalam jarak berdekatan. Tidak mungkinkah Jibril yang mengemudikan Buraq untuk menuju ke Muntaha? Dalam kata lain, Jibril sebagai pilot dan Nabi Muhammad sebagai penumpang?

Bukankah Nabi Muhammad baru pertama kali itu mengadakan perjalanan ruang angkasa, sementara Jibril telah ratusan atau bahkan jutaan kali melakukannya dalam mengemban wahyu yang diamanatkan oleh Allah?

Jika dikatakan Nabi sebagai pilot, dari mana Nabi mengetahui arah tujuan berikut tata cara mengemudi Buraq, apalagi ditambah banyaknya visi alias virtual reality yang diberikan Allah kepada beliau selama perjalanan, dan mengharuskannya mengajukan beragam pertanyaan kepada Jibril?

Namun, jika kita kembalikan pada pendapat semula bahwa Jibril dalam hal ini berlaku sebagai pilot dan Nabi sebagai penumpang, maka semua pertanyaan dan keraguan yang timbul akan hilang.

Dalam hal ini, Jibril adalah pilot berpengalaman, ia juga sangat cerdas, sementara atas diri Nabi sudah diberi Barqah di sekeliling beliau oleh Allah, sehingga setiap perubahan yang terjadi dalam perjalanan, seperti tekanan gravitasi yang hilang, udara, dan lain sebagainya, tidak akan berpengaruh pada diri Nabi.

Keadaan yang tanpa pengaruh apa-apa itu memungkinkan Nabi untuk mengadakan pertanyaan-pertanyaan atas visi-visi yang dilihatnya, sekaligus dapat melihatnya secara jelas/virtual reality.

Jibril senantiasa meminta izin dalam memasuki setiap lapisan langit kepada malaikat penjaga, itu karena mereka tidak mengenali Jibril yang berada dalam Buraq, sehingga begitu Jibril menjawab, mereka baru bisa mengenali suaranya dan melakukan pendeteksian secara visi keadaan dalam Buraq, sehingga nyatalah bahwa yang datang itu benar-benar Jibril.

Di dalam hadist juga disebutkan bahwa malaikat penjaga langit menanyakan identitas manusia yang dibawa malaikat Jibril, yang tidak lain adalah Rasulullah Muhammad Saw. Dan dijelaskan oleh Jibril bahwa Rasulullah Saw diutus oleh Allah, dan telah pula diperintahkan untuk naik ke Muntaha. (Hadist mengenai ini diriwayatkan oleh Bukhari-Muslim, dan dinyatakan jumhur ulama sebagai hadist sahih).

Hal ini mungkin terkesan lucu bagi sebagian orang, apalagi mengingat bahwa Nabi adalah manusia paling mulia yang mendapat kedudukan terhormat yang bisa dibuktikan dengan bersandingnya nama Allah dan nama beliau dalam dua khalimat syahadat. Namun justru di sinilah letak kebesaran Tuhan. Semuanya sengaja ditunjukkan secara ilmiah kepada Nabi agar beliau dapat membuktikan betapa ketatnya penjagaan langit.

Muntaha berarti “Dihentikan” atau bisa juga kita tafsirkan sebagai tempat terakhir dari semua urusan berlabuh. Tempat yang menjadi perbatasan segala pencapaian kepada Tuhan.

Sidrah berarti “Teratai”, yaitu bunga berdaun lebar, hidup di permukaan air kolam atau telaga. Uratnya panjang mencapai tanah dasar air tersebut. Bila air naik, teratai akan ikut naik, dan bila surut ia pun akan turun, sementara uratnya tetap terhujam pada tanah dasar tempatnya bertumbuh.

Teratai berdaun lebar menyerupai keadaan planet yang memiliki permukaan luas, sungguh harmonis untuk tempat kehidupan makhluk hidup. Teratai berurat panjang mencapai tanah dasar, di mana ia tumbuh tidak mungkin bergerak jauh, menyerupai keadaan planet yang selalu berhubungan dengan matahari yang tidak mungkin bergerak jauh dalam orbit zigzag-nya dari garis ekliptik.

Air tempat teratai berada menyerupai angkasa luas, di mana semua planet yang ada mengorbit mengelilingi matahari. Turun naik teratai di permukaan air berarti orbit planet mengelilingi matahari berbentuk oval, bujur telur, di mana ada titik Perihelion, yaitu titik terdekat pada matahari yang dikitarinya, begitu pula ada titik Aphelion, titik terjauh dari matahari.

Sewaktu planet berada di Aphelion, ia bergerak lambat. Keadaan gerak demikian membantu kestabilan orbit setiap planet yang mulanya hanya didasarkan atas kegiatan magnet yang dimilikinya.

Allah tidak berposisi di Muntaha, meskipun Muntaha merupakan planet terjauh dan terpinggir dalam bentangan alam semesta, sekaligus dimensi tertinggi, di mana mayoritas malaikat berada di sana sembari bertasbih kepada Allah.

Muntaha hanyalah tempat ciptaan Allah yang pada hari kiamat kelak akan dileburkan pula semua isinya, termasuk para malaikat, kecuali yang dikehendaki-Nya (QS. 27:87), hanya Allah satu-satunya dimensi tertinggi yang kekal dan abadi. (QS. 2:255).

Related

Moslem World 6720952033926876320

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item