Kasus Bullying di Sekolah, Masalah yang Belum Juga Selesai di Indonesia

Bullying, Sekolah, Indonesia, naviri.org Naviri Magazine, naviri

Naviri Magazine - Di atas kertas, Indonesia sudah memiliki peraturan untuk mencegah perundungan alias bullying di sekolah, yaitu Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 82 Tahun 2015. Tapi peraturan itu tampak tak ada gunanya. Perundungan terus saja terjadi.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bahkan mencatat kasus terbanyak di bidang pendidikan adalah kasus kekerasan terhadap siswa—yang salah satunya berbentuk perundungan, selain tawuran.

Daftar tersebut bertambah baru-baru ini. Korban adalah siswa kelas 7 SMP Negeri 16 Malang, Jawa Timur, bernama MS (13). Kasus MS diketahui luas setelah videonya viral di media sosial. Di sana, MS tampak penuh luka memar saat berada di rumah sakit. MS diduga menjadi korban perundungan kakak tingkat.

MS tergolong siswa aktif, mulai dari paskibra, pramuka, rohis, hingga menjadi ketua kelas. Meski begitu, dia tergolong pendiam. MS awalnya mengaku kalau luka-lukanya itu karena jatuh, kata paman MS, Taufik. Tapi keluarga tidak percaya begitu saja. Setelah diajak bicara, pelan-pelan, MS baru mengaku kalau dia mendapat perlakuan kasar. "Jatuh, dijatuhin. Dia dijatuhin temannya."

Namun perkara detail kejadian, MS tak juga bilang. Taufik bilang, kepokannya masih trauma, terutama setelah menerima kenyataan bahwa jari tengah tangan kanannya terpaksa diamputasi di Rumah Sakit Umum Lavalette Kota Malang, pada Selasa (4/2/2020) lalu pukul 18.00.

"Semalam dia trauma, nangis terus. Sampai tadi pagi baru kami bisa menenangkan," kata Taufik.

Penganiayaan terhadap MS tengah diusut pula oleh polisi. Ada tiga saksi pelapor dan tujuh orang terduga pelaku. Kapolresta Malang Kota, Kombes Pol Leonardus Simarmata, mengatakan kasus ini "sudah masuk proses penyidikan" per 5 Februari lalu.

"Ada 15 saksi yang kami periksa," ujar Leo kepada reporter Tirto. "Ini sudah ada peristiwa pidana, kaitan dengan UU Perlindungan Anak."

Leo menambahkan, selama proses hukum, polisi menjamin keselamatan kepada korban secara penuh. "Yang pasti korban akan kami beri perlindungan, termasuk pendampingan."

Minim sistem pengaduan 

Komisioner Bidang Pendidikan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti menduga perundungan yang menimpa MS terjadi karena sekolah tidak memiliki sistem pengaduan yang memadai. "Sistem pengaduan bisa online, tidak harus lapor fisik," kata Retno kepada reporter Tirto, Rabu (5/2/2020).

Sistem pengaduan ini, menurut Retno, penting diterapkan karena itu memudahkan korban atau bahkan saksi. Mereka bisa melapor di tempat yang sekiranya aman. Potensi yang bersangkutan ketahuan lapor oleh para perundung dapat dihilangkan.

Retno juga menegaskan kejadian ini bukti belum maksimalnya penerapan Permendikbud 82/2015 Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan.

Related

Education 5779456430831241829

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item