Kisah Wafatnya Nabi Muhammad dan Naiknya Abu Bakar Sebagai Khalifah

Kisah Wafatnya Nabi Muhammad dan Naiknya Abu Bakar Sebagai Khalifah, naviri.org, Naviri Magazine, naviri

Naviri Magazine - Saat Rasulullah wafat, banyak orang tak bisa menerima. Umar bin Khattab, sahabat Nabi terkemuka, bahkan menghunus pedang dan mengancam akan membunuh siapa saja yang mengatakan Nabi wafat. Orang-orang panik dan gundah. Betapa tidak, sang junjungan, pemungkas para nabi, telah pergi untuk selama-lamanya.

Dalam situasi seperti itu, Abu Bakar Al-Shiddiq, sahabat Nabi yang terkenal lembut hatinya, hadir menyelamatkan akidah kaum Muslimin.

“Wahai sekalian manusia, barang siapa menyembah Muhammad, ketahuilah sesungguhnya Muhammad telah wafat. Dan barang siapa menyembah Allah, sesungguhnya Dia Maha Hidup dan tak akan pernah mati,” ucapnya, seperti terdapat dalam Abu Bakar Al-Shiddiq: Khalifah Pembawa Kebenaran (2014) karya Khalid Muhammad Khalid.

Kaum Muslimin seketika tersadar. Namun, hal itu bukan berarti membuat jalan yang hendak ditempuh sepeninggal Rasulullah menjadi mudah. Abu Bakar, yang kelak menjadi khalifah pertama, mesti menghadapi persoalan politik yang hebat. Pada pusaran ini pula, muncul bibit-bibit perpecahan yang melahirkan sentimen tak berkesudahan antara Suni dan Syiah.

Muhammad Husain Haekal, dalam Abu Bakar As-Siddiq: Sebuah Biografi dan Studi Analisis Permulaan Sejarah Islam Sepeninggal Nabi (2003), mencatat, ketegangan mula-mula muncul dari perbedaan status kaum Muslimin di Madinah, yakni kaum Ansar dan Muhajirin.

Ansar yang merasa telah membantu Rasulullah dan kaum Muhajirin saat mereka didustakan di Makkah, merasa lebih berhak meneruskan tampuk kepemimpinan. Lagi pula, pusat kepemimpinan Islam berada di Madinah, di kampung mereka sendiri.

Mereka segera berkumpul di sebuah tempat bernama Saqifah bani Sa’idah, yang dipimpin oleh Sa’ad bin Ubadah dari suku Khazraj, meski ia dalam kondisi sakit. Ia berkata bahwa kepemimpinan Islam setelah Rasulullah mesti dipegang kaum Ansar.

“Tepat sekali pendapatmu, dan kami tak akan beranjak dari pendapat itu. Kami serahkan persoalan ini ke tanganmu. Demi kepentingan kaum Muslimin, engkaulah pemimpin kami,” jawab kaum Ansar serempak.

Di tempat terpisah, Abu Bakar, sebagai mertua Rasulullah, dan keluarga Nabi yang lain, sedang berada di sekeliling jenazah Nabi. Mereka tengah mempersiapkan pemakaman. Sementara Umar bin Khattab mulai berpikir tentang suksesi kepemimpinan. Ia segera mendatangi sahabat Nabi yang lain, yakni Abu Ubaidah bin Jarrah.

“Bentangkan tanganmu [Abu Ubaidah], akan kubaiat engkau. Engkaulah orang kepercayaan umat ini, atas dasar ucapan Rasulullah,” ucap Umar.

Abu Ubaidah segera menjawab, “Sejak engkau masuk Islam, tak pernah kau tergelincir. Engkau akan memberikan sumpah setia kepadaku, padahal masih ada Abu Bakar?”

Saat mereka tengah berdiskusi, kabar tentang pertemuan Ansar di Saqifah bani Sa’idah sampai ke mereka. Umar segera mengutus orang untuk menemui Abu Bakar. Mertua Nabi itu berkata bahwa dirinya sedang sibuk. Namun, karena desakan Umar, ia akhirnya datang menemui Umar.

“Engkau tidak tahu. Ansar sudah berkumpul di Saqifah Bani Sa’idah. Mereka ingin menyerahkan pimpinan ini ke tangan Sa’ad bin Ubadah,” kata Umar.

Mereka pun segera pergi ke Saqifah Bani Sa’idah. Abu Bakar, dengan kelembutan sikap dan pilihan katanya, mencoba meyakinkan Ansar bahwa mereka, kaum Muhajirin, adalah orang-orang yang pertama menerima Islam. Oleh karena itu, tampuk pimpinan alias amir lebih tepat di tangan mereka. Sementara Ansar tetap dilibatkan dalam pemerintahan sebagai wazir atau penasihat.

Sebagian besar kaum Ansar terpikat dengan gaya tuturnya, sehingga sikap mereka melunak. Namun, ada juga yang tetap mempertahankan pendapat bahwa mereka lebih berhak menjadi pemimpin, sebab Ansar yang menolong Rasulullah dan kaum Muhajirin.

Ketegangan terus terjadi. Umar bin Khattab, sebagai Muhajirin, dan al-Hubab bin al-Munzir bin al-Jamuh dari Ansar terlibat perdebatan yang tajam. Di tengah situasi seperti itu, Abu Ubaidah bin Jarrah hadir sebagai penengah.

“Saudara-saudara Ansar! Kalian adalah orang yang pertama memberikan bantuan dan dukungan, janganlah sekarang jadi orang yang pertama pula mengadakan perubahan dan perombakan,” ucapnya.

Setelah itu Umar bin Khattab, Abu Ubaidah bin Jarrah, dan orang-orang Ansar membaiat Abu Bakar sebagai khalifah pertama, penerus kepemimpinan Rasulullah.

Related

Moslem World 5122340196532394581

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item