Makin Banyak Orang Indonesia yang Memilih Melajang, Ini Penyebabnya

Makin Banyak Orang Indonesia yang Memilih Melajang, Ini Penyebabnya

Naviri Magazine - Dalam setahun terakhir, jumlah lajang laki-laki lebih banyak daripada lajang perempuan. Persentasenya 66 persen atau sekitar 19 juta laki-laki, dan lajang perempuan mencapai 34 persen (9,8 juta perempuan).

Angka itu muncul dari pengolahan data atas Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2018 Badan Pusat Statistik (BPS). Dasar kalkulasinya, dengan menghitung jumlah laki-laki dan perempuan dengan status belum pernah menikah, dan usianya 19 tahun ke atas, usia menikah yang sesuai dengan Undang-Undang Perkawinan.

Di mana para pria lajang itu bersemayam? Secara persentase, dalam cakupan wilayah, laki-laki berstatus lajang di Kalimantan lebih tinggi dibanding wilayah lain. Namun, secara jumlah, terbanyak di Pulau Jawa. Jumlahnya mencapai 10,8 juta—mendominasi 67 persen di antara 33 persen perempuan yang belum menikah.

Kabupaten Pandeglang, di sudut utara Jawa Barat, menjadi wilayah dengan jumlah laki-laki berstatus lajang terbanyak, sekitar 76 ribu. Walaupun secara persentase Pandeglang berada di urutan kelima, dari segi jumlah laki-laki lajang di sana lebih tinggi hampir 300 kali dibandingkan Kabupaten Tana Tidung yang menduduki persentase tertinggi.

Jumlah lajang laki-laki lebih banyak daripada lajang perempuan dan hampir merata di semua wilayah. Seperti di wilayah Sumatra, Sulawesi, Kalimantan, Bali, Nusa Tenggara, Papua, dan Maluku.

Meski jumlah lajang laki-laki lebih banyak, ada satu unsur yang tak bisa diremehkan. Terutama alasan para lajang belum memutuskan menikah.

Seperti penjelasan Karel Karsten Himawan tentang risetnya di Universitas Queensland, Australia, mayoritas lajang di Indonesia dalam kondisi tertekan, baik dari keluarga, teman dekat, dan lingkungan sekitar.

Menurutnya, tekanan itu lebih sering muncul terhadap perempuan ketimbang lajang laki-laki. Tidak mengherankan jika laki-laki lajang berusia di atas 30 tahun mendapat stigma positif. Dianggap sibuk menyiapkan diri untuk kehidupan berkeluarga yang lebih baik.

Menurut Karel, terlepas dari jenis kelamin, mayoritas lajang masih memandang perkawinan dalam kacamata positif. Sedangkan alasan menunda pelaminan, mempersiapkan status sosial dan ekonomi yang lebih baik, sebab perkawinan bukan sekadar memenuhi tuntutan keluarga dan lingkungan.

Pilihan itu, dalam penjelasan Karel, termasuk dalam ketegori lajang bukan pilihan hidup (involuntary singles) dan hal itu kecenderungannya meningkat. Disebutkan beberapa penyebabnya, seperti tradisi menikah hipergami atau laki-laki menikah idealnya memiliki status sosial yang lebih tinggi dari perempuan yang dinikahi.

Sedangkan dari sisi perempuan, karena dampak modernisasi dan kesetaraan gender yang melebarkan pilihan perempuan untuk menyelesaikan pendidikan tinggi dan berkarir.

Konteks data yang digunakan Karel dalam penjelasan risetnya berbasis data BPS 2010 dan 2016, yang menyebut saat itu jumlah lajang laki-laki dan perempuan seimbang. Keputusan hidup lajang tidak akan terpengaruh, walau kurang ketersediaan calon pasangan.

Related

World's Fact 8515018542264947642

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item