Maskapai Penerbangan di Dunia Terancam Bangkrut Akibat Wabah Corona

Maskapai Penerbangan di Dunia Terancam Bangkrut Akibat Wabah Corona, naviri.org, Naviri Magazine, naviri

Naviri Magazine - Virus COVID-19 telah menginfeksi 218.631 orang sejauh ini, sehingga berbagai negara memberlakukan isolasi sosial dan larangan bepergian, guna memperlambat penyebarannya. Industri penerbangan menjadi salah satu bisnis yang paling terkena dampak.

Berdasarkan laporan yang diterbitkan Centre for Asia Pacific Aviation (CAPA), sebagian besar maskapai di dunia bisa bangkrut Mei nanti, jika pemerintah tidak turun tangan.

“Cadangan dana kian menipis karena pesawat dilarang terbang, dan jumlah operasi tidak sampai setengahnya,” lapor CAPA.

Instansi pemerintah di Amerika Serikat, Eropa, dan Asia, mengimbau masyarakat untuk tidak bepergian selama krisis kesehatan berlangsung. Mereka menangguhkan visa turis dan menolak kedatangan turis asing di negara masing-masing. Sebagai akibat, banyak maskapai terpaksa menghentikan operasinya.

“Tak sedikit maskapai bangkrut secara teknis karena coronavirus, dan adanya larangan bepergian. Ada juga yang secara substansial melanggar perjanjian utang,” lanjut CAPA.

Perusahaan konsultasi penerbangan berujar, cuma pemerintah yang bisa menghentikan ancamannya. Pemerintah harus bekerja sama, dan tak hanya melindungi perusahaan yang didukung negara.

Kapil Kaul, CEO CAPA Asia Selatan, menyarankan untuk mengurangi pajak bahan bakar turbin maskapai. Namun, dia memperingatkan, pengurangan biaya bahan bakar belum pasti bisa menebus penurunan permintaan.

Maskapai-maskapai, seperti American Airlines Group Inc., Qantas Airways Ltd. Australia, dan Indigo dari India, mengurangi kapasitas mereka secara tajam. Sementara itu, maskapai SAS AB dari Swedia telah mem-PHK sementara karyawannya.

Dalam memo berjudul “The Survival of British Airways”, CEO Alex Cruz menyinggung kemungkinan PHK, baik untuk jangka pendek maupun panjang, setelah British Airways mengistirahatkan 75 persen pesawat mereka.

Maskapai Inggris, Virgin Atlantic, memutuskan untuk menangguhkan empat per lima penerbangannya, dan meminta staf cuti tanpa gaji selama delapan bulan. Begitu pula dengan maskapai bertarif rendah seperti Ryanair dan EasyJet. Kedua perusahaan ini telah mengistirahatkan sebagian besar pesawatnya.

International Air Transport Association mengakui berkurangnya jumlah penerbangan bisa menurunkan emisi karbon dioksida, tapi juga dapat menyebabkan kerugian sekitar $113 miliar (Rp1,8 quintillion) tahun ini.

Baca laporan lengkap  » Data, Fakta, dan Perkembangan Wabah Corona.

Related

News 2524132283418053106

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item