Sejarah, Misteri, dan Kontroversi Keris Nogo Siluman Pangeran Diponegoro

Sejarah, Misteri, dan Kontroversi Keris Nogo Siluman Pangeran Diponegoro, naviri.org, Naviri Magazine, naviri

Naviri Magazine - Di media sosial sedang ramai kontroversi kembalinya Keris Nogo Siluman, sebuah pusaka milik Pangeran Diponegoro, yang sempat dirampas oleh Belanda. Ada yang percaya pusaka itu benar-benar Nogo Siluman milik Diponegoro, tapi tidak sedikit juga yang menyangkalnya.

Empu Sungkowo Harumbrodjo menjadi salah seorang yang meragukan kebenaran berita itu. Menurutnya, sangat kecil kemungkinan jika keris itu benar keris milik Pangeran Diponegoro lalu dikembalikan begitu saja oleh Belanda.

“Kalau misalnya keris zamannya Diponegoro sudah di sana (Belanda), tidak mungkin dikembalikan ke sini lagi. Kalau dikembalikan kok saya tidak punya bayangan,” kata Empu Sungkowo dalam bahasa Jawa.

Empu Sungkowo adalah sedikit empu keris di Yogyakarta yang kemampuan dan kedudukannya sebagai empu keris sangat dihormati. Namun, meski sudah puluhan tahun menjadi pembuat keris, dia masih kesulitan memastikan apakah keris yang sedang ramai dibicarakan itu benar-benar keris Nogo Siluman milik Diponegoro atau bukan, apalagi dia hanya melihat lewat foto.

Empu Sungkowo cukup lama mengamati gambar keris itu. Dia memperbesar gambar itu, tepat di bagian gandik yang berbentuk bagian naga.

“Di mana-mana kalau Nogo Siluman itu naganya tidak ada badannya, jadi hanya kepalanya saja. Kalau ini kok kayaknya ada badannya,” lanjutnya, sembari masih mengamati detail-detail keris yang disebut-sebut sebagai peninggalan Pangeran Diponegoro itu.

Di tengah obrolan tentang Keris Nogo Siluman, Empu Sungkowo beranjak masuk ke dalam rumahnya. Tak begitu lama, dia kembali dengan sebilah keris di tangannya. Dia keluarkan bilah keris dari warangkanya.

“Kalau Nogo Siluman itu seperti ini,” kata dia, menunjukkan salah satu koleksi kerisnya.

Keris itu memiliki gandik berupa kepala naga tanpa badan, dengan pamor melati rinonce. Jika dilihat sekilas, pamor tersebut menyerupai badan naga, tapi ternyata terpisah dari kepala naga di bagian gandiknya.

Empu Sungkowo tak tahu, tahun berapa keris itu dibuat. Tapi dia yakin keris koleksinya itu sudah cukup lama dibuat, tak terpaut lama dari masa Diponegoro. 

Sebenarnya, untuk melihat ciri-ciri keris di masa Diponegoro bisa dilihat dari tangguhnya. Berdasarkan modelnya, keris di masa Diponegoro tergolong dalam tangguh mataram senopaten.

“Kalau senopaten itu kerisnya ukurannya agak besar, terus pamornya itu pandes dan ngrawat. Terus warna besinya itu hitam agak biru,” jelasnya.

Kembali ke keris Nogo Siluman, keris ini menurutnya bukan merupakan syarat yang harus dimiliki seorang pangeran untuk menjadi raja seperti keris Joko Piturun dan Kyai Kopek. Keris ini lebih akrab dengan prajurit, patih, atau para punggawa kraton.

Sejarawan UGM, yang merupakan anggota Tim Verifikasi Keris Pangeran Diponegoro, Sri Margana, tak heran jika muncul kontroversi terkait keris Nogo Siluman. Menurutnya, semua orang bisa berteori dan meyakini pijakan teori yang dipakainya. 

“Ada hal yang tidak ideal tapi ada, seperti keris nogo siluman ini. Memang hal yang bisa mengundang kontroversi. Saya tidak heran. Tapi pada akhirnya yang paling tahu hanya Tuhan,” katanya.

Sebagai seorang akademisi, Sri Margana meyakini keris itu sebagai keris nogo siluman berdasar tiga dokumen penting. Pertama, korespondensi antara De Secretaris van Staat dengan Directeur General van het department voor Waterstaat, Nationale Nijverheid en Colonies, antara tanggal 11-15 Januari 1831. 

Dalam korespondensi itu disebutkan bahwa Kolonel J.B. Clerens menawarkan kepada Raja Belanda, Willem I, sebuah keris Diponegoro. Keris itu kemudian di simpan di Koninkelijk Kabinet van Zelfzaamheden (KKVZ). Setelah itu, pada tahun 1883, keris ini diserahkan ke Museum Volkenkunde Leiden.

Dokumen kedua adalah kesaksian dari Sentot Prawirodirjo, yang ditulis dalam Bahasa Jawa, kemudian diterjemahkan dalam Bahasa Belanda. Dalam surat itu, Sentot menyatakan bahwa ia melihat sendiri Pangeran Diponegoro menghadiahkan Keris Kyai Nogo Siluman kepada Kolonel Clerens.

Dokumen ketiga adalah catatan dari Raden Saleh, pelukis yang pernah tinggal di Belanda, dan melukis penangkapan Pangeran Diponegoro. Catatan Raden Saleh dituliskan di bagian sisi kanan surat kesaksian Sentot Prawirodirjo.

Dalam catatan itu, Raden Saleh yang telah melihat dengan mata kepala sendiri keris itu di Belanda, menjelaskan makna Keris Nogo Siluman dan ciri-ciri fisik keris itu.

“Dari ketiga dokumen itu, para peneliti di Belanda yakin bahwa keris koleksi Museum Volkenkunde Leiden dengan nomor seri 360-8084 yang dianggap paling mendekati dengan kesaksian tiga dokumen itu,” jelas Margana.

Ia menambahkan, “Dari ukiran Nogo Siluman Jawa ini, saya berkeyakinan bahwa keris ini adalah keris Pangeran Diponegoro yang dinamai Naga Siluman. Kesimpulan saya diamini oleh Dirjend Kebudayaan, Dr. Hilmar Farid, yang juga seorang sejarawan, Duta Besar RI untuk Belanda, dan juga saudara Bonnie Triyana, sejarawan yang juga jurnalis yang menjadi bagian dari delegasi Indonesia.”

Empu Sungkono tak menampik pentingnya dokumen atau sertifikat keaslian keris dalam upaya mengidentifikasi otentisitas sebuah keris kuno.

"Sertifikat atau dokumen penguat memang penting, tapi ciri-ciri fisiknya juga bisa dilihat jelas," katanya.

Related

News 8520591452214159106

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item