Ancaman Krisis Pangan di Tengah Wabah Corona, Ini Langkah Jokowi (Bagian 2)
https://www.naviri.org/2020/05/ancaman-krisis-pangan-page-2.html
Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Ancaman Krisis Pangan di Tengah Wabah Corona, Ini Langkah Jokowi - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.
Selain itu, pemerintah juga harus memikirkan hak asasi manusia. Sebab penggusuran bukan hanya merugikan korban, tetapi bangsa Indonesia pun ikut terdampak. "Saat ini kita dihadapkan pada fakta, kebutuhan mendasar tidak bisa digantikan," ucapnya.
Kemudian Wahyu pun meminta agar pemerintah tidak lagi mengulang kesalahan masa lalu dan berhenti menggunakan pandemi sebagai alasan untuk mengeksploitasi. Pemerintah, kata dia, seharusnya berhenti menambah kerugian negara dengan mencetak sawah di lahan gambut.
Pasalnya, langkah serupa sudah pernah dilakukan pemerintah sebelumnya, proyek “lahan gambut sejuta hektar” pada masa orde baru (Orba), dimulai tahun 1995 dan diputuskan berakhir 2001. Hal tersebut dilatarbelakangi ketidakpahaman akan ekosistem gambut, sehingga akibatnya pada masa akhir proyek tersebut setidaknya sudah menyedot APBN Rp1,6 triliun, dan tidak punya dampak signifikan pada ketersediaan pangan.
Ketidakpedulian dan ketidakpahaman akan ekosistem rawa gambut, menyebabkan bencana ekologis yang makin meningkat. Rusaknya ekosistem gambut juga jadi biang karhutla. Dalam catatan olah data Walhi sepanjang 2019, sebanyak 36.952 hotspot terekam berada pada Kesatuan Hidrologi Gambut (KHG).
Dia mengatakan, ekosistem gambut memiliki fungsi hidrologis esensial. Akibatnya jika ekosistem ini kekeringan, punya potensi kebakaran dan banjir pada musim penghujan.
Berdasarkan data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), kata dia, 98 persen bencana hidrometeorologi terjadi pada Januari sampai Oktober 2019. "Belum lagi karbon yang terlepas dari ekosistem gambut yang rusak memperbesar risiko bencana ekologis," tuturnya.
Selanjutnya, dia meminta, terkait pangan, agar pengerjaannya dikembalikan kepada petani dengan memberikan hak atas tanah. Seperti mengerjakan secara serius program perhutanan sosial dan Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA).
Menurut Wahyu, selama ini kegiatan yang digadang-gadang menjadi program unggulan Presiden Jokowi tersebut tidak berbanding lurus dengan capaian di lapangan. Begitu juga program cetak sawah dengan TNI yang dikerjakan Kementan.
"Pada saat yang sama, petani kesulitan lahan, dan tidak jarang berhadapan dengan konflik agraria," pungkasnya.
Sementara Wakil Ketua Komisi IV DPR, Daniel Johan, menilai rencana Jokowi mencetak sawah di lahan gambut merupakan upaya yang bagus demi cegah krisis pangan. "Tapi sejauh mana BUMN siap dan bisa bekerja cepat," kata dia.
Oleh karena itu, politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu meminta kepada pemerintah agar menjalankan proyek tersebut secara sungguh-sungguh. Seperti menyiapkan anggarannya, peralatan, pekerja, teknis pengerjaan, serta pengairan air hingga ke lahan.
"Semua fokuskan untuk amankan pangan," pungkasnya.
Anggaran telah direalokasi
Kementerian Pertanian, melalui Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian, mengatakan telah menghilangkan anggaran untuk program cetak sawah sebagai salah satu komponen penghematan dalam rangka realokasi anggaran dan refocusing kegiatan untuk percepatan penanganan COVID-19.
Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian Kementan, Sarwo Edhy, menjelaskan, dalam postur anggaran Tahun 2020, alokasi untuk program cetak sawah dan Survei, Investigasi dan Desain (SID), sebesar Rp209,8 triliun dengan target luas 10.000 hektare.
Dalam rancangan penghematan Ditjen PSP, anggaran tersebut dipangkas menjadi tersisa Rp10,8 miliar.
"Anggaran cetak sawah juga dihilangkan, dari Rp209 miliar kita sisakan menjadi hanya Rp10,8 miliar. Tetapi itu hanya untuk SID, sudah jalan di lima provinsi yang nilainya Rp10,8 miliar," kata Sarwo Edhy dalam rapat dengar pendapat virtual bersama Komisi IV di Jakarta.
Sarwo Edhy menjelaskan bahwa anggaran cetak sawah dihilangkan, sementara anggaran SID tetap dipertahankan karena telah dilakukan di lima provinsi, yakni Lampung, Kalimantan Utara, Gorontalo, Sulawesi Tenggara, dan Kalimantan Tengah.
Baca laporan lengkap » Semua Hal tentang Virus Corona, di Indonesia dan Dunia.