Biografi Voltaire, Penulis dan Filsuf Perancis Abad Pencerahan (Bagian 2)

Biografi Voltaire, Penulis dan Filsuf Perancis Abad Pencerahan naviri.org, Naviri Magazine, naviri majalah, naviri

Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Biografi Voltaire, Penulis dan Filsuf Perancis Abad Pencerahan - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Konon, kumpulan tulisannya melebihi 30.000 halaman. Ini termasuk sajak kepahlawanan, lirik, surat-surat pribadi, pamflet, novel, cerpen, drama, dan buku-buku serius tentang sejarah dan falsafah.

Voltaire senantiasa punya kepercayaan teguh terhadap toleransi beragama. Tatkala usianya menginjak 60-an, terjadi sejumlah peristiwa yang mendirikan bulu roma, perihal pengejaran dan pelabrakan terhadap orang-orang Protestan di Perancis.

Tergugah dan marah besar, Voltaire mengabdikan dirinya ke dalam "jihad intelektual" melawan fanatisme agama. Semua surat-suratnya senantiasa ditutup dengan kalimat "Ecrasez l'infame", yang maknanya "Ganyang barang brengsek itu!" Yang dimaksud Voltaire "barang brengsek" adalah kejumudan dan fanatisme.

Tahun 1778, ketika umurnya delapan puluh tiga tahun, Voltaire kembali ke Paris, menyaksikan drama barunya, Irene. Publik berjubel meneriakinya, "Hidup jago tua! Hidup biangnya pembaharuan Perancis!"

Beribu pengagum, termasuk Benjamin Franklin, menjenguknya. Tetapi, umur Voltaire sudah sampai di tepi, Dia meninggal di Paris tanggal 30 Mei 1778. Akibat sikap anti gerejanya, dia tidak memperoleh penguburan secara Kristen. Tetapi, tiga belas tahun kemudian, kaum revolusioner Perancis yang telah merebut kemenangan menggali makamnya kembali, dan menguburnya di Pantheon Paris.

Karya tulis Voltaire amat banyak, sehingga sulit membuat seluruh daftarnya di sini. Meskipun begitu banyak karya tulisnya, yang lebih penting sebetulnya gagasan pokok yang dikemukakan selama hidupnya. Salah satu pendiriannya yang gigih adalah mutlaknya kebebasan bicara dan kebebasan pers.

Kalimat masyhur yang sering dihubungkan dengan Voltaire adalah, "Saya tidak setuju apa yang kau bilang, tetapi akan saya bela mati-matian hakmu untuk mengucapkan itu." Meskipun mungkin saja Voltaire tidak pernah berucap sepersis itu, tetapi yang jelas kalimat itu benar-benar mencerminkan sikap Voltaire yang sebenarnya.

Prinsip Voltaire lainnya, kepercayaannya akan kebebasan beragama. Seluruh kariernya, dia dengan tak tergoyahkan menentang ketidaktoleransian agama serta penghukuman yang berkaitan dengan soal-soal agama. Meskipun Voltaire percaya adanya Tuhan, dia dengan tegas menentang sebagian besar dogma-dogma agama, dan dengan mantap mengatakan bahwa organisasi berdasar keagaman pada dasarnya suatu penipuan.

Adalah sangat wajar bila Voltaire tak pernah percaya bahwa gelar-gelar keningratan Perancis dengan sendirinya menjamin kelebihan-kelebihan mutu, dan pada dasarnya tiap orang sebenarnya mafhum bahwa apa yang disebut "hak-hak suci Raja" itu omong kosong belaka.

Dan kendati Voltaire sendiri jauh dari potongan seorang demokrat modern (dia condong menyetujui bentuk kerajaan yang kuat tetapi mengalami pembaharuan-pembaharuan), dorongan pokok gagasannya jelas menentang setiap kekuasaan yang diperoleh berdasarkan garis keturunan.

Karena itu, tidak mengherankan jika sebagian terbesar pengikutnya berpihak pada demokrasi. Gagasan politik dan agamanya dengan demikian sejalan dengan paham pembaharuan Perancis, dan merupakan sumbangan penting sehingga meletusnya Revolusi Perancis tahun 1789.

Voltaire bukan seorang ahli ilmu pengetahuan, tetapi dia menaruh minat besar terhadap ilmu dan pendukung gigih sikap pandangan empiris John Locke dan Francis Bacon. Dia juga seorang ahli sejarah yang serius dan berkemampuan.

Salah satu karyanya yang terpenting ialah buku yang menyangkut sejarah dunia, Essay on the Manners and Spirit of Nations. Buku ini berbeda dengan umumnya uraian sejarah yang pernah ada sebelumnya dalam dua segi:

Pertama, Voltaire mengakui bahwa Eropa hanyalah bagian kecil dari dunia secara keseluruhan, karena itu dia menitikberatkan sebagian pengamatannya pada sejarah Asia.

Kedua, Voltaire menganggap bahwa sejarah kebudayaan adalah—pada umumnya—jauh lebih penting daripada sejarah politik. Bukunya dengan sendirinya lebih berkaitan dengan kondisi sosial ekonomi dan perkembangan seni, ketimbang soal raja-raja dengan segala rupa peperangannya.

Voltaire bukan mendekati filosof orisinal seperti beberapa tokoh lain. Sampai batas tertentu, dia bertolak dari pandangan orang lain seperti John Locke dan Francis Bacon, memperkuat pendapat mereka atau mempopulerkan mereka.

Melalui tulisan-tulisan Voltaire, lebih dari siapa pun, ide demokrasi, toleransi agama, dan kebebasan intelektual, berkembang di seluruh Eropa. Meskipun ada penulis-penulis penting lain (Diderot, d'Alembert, Rousseau, Montesquieu, dan lain-lain) dalam masa pembaharuan Perancis, Voltaire lebih layak dianggap pemuka dari kesemuanya.

Dia pemimpin terkemuka dari gerakan itu. Pertama, gaya sastranya yang menggigit, kariernya yang panjang, dan tulisannya yang begitu banyak menggaet pengikut yang tak tertandingi oleh penulis-penulis yang mana pun juga.

Kedua, gagasan-gagasannya sepenuhnya berciri pembaharuan. Ketiga, Voltaire mendahului tokoh-tokoh penting lain dari sudut waktu.

Karya besar Montesquieu, The Spirit of Law, baru terbit tahun 1748; jilid pertama Encyclopedie yang masyhur itu baru terbit tahun 1751; esei Rousseau pertama ditulis tahun 1750. Sedangkan Letters on the English-nya Voltaire sudah muncul tahun 1734, dan dia sudah kesohor enam belas tahun sebelum buku itu keluar.

Tulisan-tulisan Voltaire dengan kekecualian novel pendek Candide, sedikit sekali dibaca orang sekarang. Semua bukunya tersebar dan terbaca luas selama abad ke-18, karena itu Voltaire memegang peranan penting mengubah iklim pendapat umum yang ujung-ujungnya berpuncak pada meletusnya Revolusi Perancis.

Dan pengaruhnya tidak cuma terbatas di Perancis: orang-orang Amerika seperti Thomas Jefferson, James Madison, dan Benjamin Franklin, juga kenal baik dengan tulisan-tulisannya.

Adalah menarik membandingkan Voltaire dengan teman sezamannya yang masyhur, Jean-Jacques Rousseau. Voltaire yang segenap pandangannya rasional, lebih berpengaruh. Sebaliknya, Rousseau lebih orisinal, dan karyanya lebih berpengaruh di zaman sekarang.

Related

History 112542514763423431

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item