Cemani, Ayam Hitam Legam Asal Indonesia yang Harganya Puluhan Juta

Cemani, Ayam Hitam Legam Asal Indonesia yang Harganya Puluhan Juta, naviri.org, Naviri Magazine, naviri majalah, naviri

Naviri Magazine - Ayam cemani, ayam eksotis dari Tanah Air, mengalami mutasi genetik. Ayam langka hitam pekat dari paruh hingga tulangnya itu bisa dijual sampai Rp57 juta per ekor.

Pada 1999, Wira Kusumah, petani dari Jawa Barat, Indonesia, menjual seekor ayam dengan harga yang setara barang-barang mewah.

“Saya menjual ayam itu seharga US$4.000 [setara Rp57,5 juta],” ujarnya bangga.

Harga ayam Wira hampir setara dengan dua kali lipat GDP per kapita warga Indonesia. Tapi ayamnya bukan ayam sembarangan. Wira beruntung memiliki ayam cemani, unggas cantik berwarna hitam pekat yang memiliki nilai mistis di Jawa.

Mutasi gen membuat ayam ini berwarna hitam dari bulu hingga tulang. Ayam langka yang satu ini memiliki tempat khusus di budaya Jawa. Berasal dari Jawa Tengah, mereka dianggap simbol status, token keberuntungan, dan digunakan untuk obat-obatan tradisional untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Ayam-ayam cemani bahkan dipercaya memiliki kekuatan magis.

“Orang-orang Jawa sangat dekat dengan ayam,” ujar Wira, yang menjalankan bisnis Cemani Farms. “Dan mereka memberikan unggas-unggas spesial, seperti ayam cemani, perlakuan yang juga spesial.”

Wira sudah mengembangbiakkan ayam cemani sejak 1990. Saat ini, dia menjual sekitar 10 sampai 20 ayam dewasa dan sekitar 250 itik per tahun, dan harganya sekitar US$1.000 sampai $2.000 per ekor. Pembeli ayam-ayam ini adalah peneliti dan kolektor, tapi itu sebagian kecil saja. Sebagian besar adalah mereka yang membeli karena alasan-alasan spiritual.

“Sembilan puluh persen pembeli mengincar darah ayam cemani yang hitam,” ujarnya. “Ayam hitam ini digunakan dalam upacara-upacara.”

Meski darahnya tidak benar-benar berwarna hitam—melainkan merah sangat gelap—darah ayam cemani dianggap sakral, dan sering digunakan dalam upacara pengorbanan. Misalnya, saat seseorang ingin membangun proyek pembangunan besar di Indonesia, mereka bisa mengorbankan ayam cemani supaya beruntung. Semakin gelap warna darahnya, semakin bagus.

Wira menambahkan bahwa banyak calon pembeli yang batal membeli, karena ayam yang diincar tidak memiliki darah berwarna hitam.

“Banyak orang bilang, mereka pernah melihat ayam cemani berdarah hitam, tapi saya sendiri tidak pernah menemukannya,” ujarnya. “Ayam cemani dengan darah merah gelap bisa diterima, tapi harganya murah.”

Jadi, bagaimana dengan 10 persen pembeli lainnya? Terlepas dari banyak manfaat ayam cemani, Wira bilang ayam cemani tidak diproduksi untuk dijadikan makanan, dan justru dijadikan bahan obat-obatan.

“Kami enggak makan ayam cemani sebagai lauk,” ujarnya.

Tapi ayam tetap ayam, dan setidaknya satu peternakan di luar Indonesia percaya bahwa ayam hitam pekat bisa memikat pelanggan-pelanggan tajir untuk suatu hari memakan unggas hitam ini.

Greenfire Farms, peternakan yang dijalankan keluarga di North Florida, yang menjual ayam cemani, mengundang para pelanggannya lewat website untuk datang ke “dark side.” Peternakan ini menjelaskan asal mula ayam yang eksotis ini, nilai budayanya, dan kecantikannya, tapi juga menyebutkan ayam cemani sebagai “unggas kelas Lamborgini.”

“Saya pertama kali melihatnya di sebuah peternakan Jerman,” ujar Jenny Taylor, manajer peternakan di Greenfire. “Pas kita lihat, kita kepikiran ayam ini akan terkenal di Amerika Serikat… lagi pula, kelihatannya keren banget.”

Sejak Greenfire memperkenalkan unggas ini ke peternakannya 18 bulan lalu, mereka telah menjual sekitar 30 ayam jantan dan 40 ayam betina. Setiap pasang ayam dijual seharga $2,000—harga yang bisa bersaing dibandingkan ayam Wira.

Meski Taylor bilang peternakannya telah menjual ayam cemani utamanya kepada peternak pribadi dan praktisi obat-obatan tradisional, dia berkata bahwa sebagian chef telah mengubunginya, dan menunjukkan minat pada potensi kuliner ayam ini.

“Kami pernah ngobrol dengan beberapa juru masak soal potensi ayam ini,” ujarnya.

Tetapi, potensi itu susah dibayangkan, mengingat harga ayam cemani yang selangit. Wira dan Taylor, meski bekerja langsung dengan unggas-unggas itu, mengaku belum pernah merasakan daging ayam cemani.

Keduanya mengklaim, mereka tahu orang-orang yang pernah memakannya. Salah satu anggota keluarga Wira bilang, daging ayam cemani lebih enak dari ayam biasa, sementara Taylor bilang dia pernah dengar dagingnya lebih kenyal karena tengkoraknya lebih kecil.

Mengingat harga dan kebiasaan reproduksi mereka—ayam cemani biasanya hanya menghasilkan 60 sampai 80 telur per tahun, sementara unggas lainnya biasa menghasilkan 230 telur—ayam cemani sebagai lauk sepertinya hanya menjadi angan-angan.

Saat ini, Greenfire punya daftar tunggu untuk unggas-unggas sampai musim semi tahun depan, karena permintaannya jauh lebih besar dari pasokannya. Selain itu, perlu diingat bahwa beberapa ayam cemani terlahir tidak sepenuhnya hitam, sehingga mereka tak diinginkan.

Tapi Taylor percaya diri bahwa kemungkinan mengonsumsi daging ayam cemani akan digemari saat orang-orang mulai mencobanya.

Dia membandingkan ayam cemani dengan bresse Amerika, yang diklaim Greenfire sebagai daging ayam terenak di dunia. Menernak bresse juga pekerjaan rumit yang membutuhkan teknik-teknik khusus, supaya bisa mencapai produk yang diinginkan.

“Saat kami pertama mengimpor bresse, orang-orang mulai membuat peternakan,” ujarnya. “Bermitra dengan juru masak, orang-orang bisa mendapatkan harga yang lebih terjangkau. Saya rasa hal yang sama bisa terjadi dengan ayam cemani.”

Related

Science 5096507862288268151

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item