Kisah Korban KDRT Keluar dari Hubungan yang Penuh Kekerasan (Bagian 2)

 Kisah Korban KDRT Keluar dari Hubungan yang Penuh Kekerasan, naviri.org, Naviri Magazine, naviri majalah, naviri

Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Kisah Korban KDRT Keluar dari Hubungan yang Penuh Kekerasan - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Alasan lain yang membuat para perempuan tetap bertahan, menurut Suharti, adalah ketakutan ditinggal suami dan menjadi janda. "Status janda di budaya kita punya label negatif, dan mereka tidak siap menerimanya."

Tapi alasan yang paling sering dijumpai oleh Suharti adalah tetap bertahan demi anak. "Ada yang takut anaknya tidak memiliki sosok ayah lagi, takut melukai hati anaknya, dan segala pertimbangan tentang anak."

Ninin adalah salah satu yang mencoba bertahan karena anak.

"Dari pengalaman aku, kenapa mau bertahan, pertama faktornya kalau sudah berkeluarga itu anak. Jalani saja karena anak. Ada pemaafan, ada excuse, dia bisa berubah kok," kata Ninin.

Kekerasan tak hanya terjadi dalam rumah tangga, tapi juga bisa terjadi dalam hubungan pacaran.

"Saat pacaran, konteksnya berbeda. Kebanyakan diam karena mereka mendapatkan ancaman," kata Suharti, yang pernah melakukan dua riset mengenai kenapa remaja tidak mau meninggalkan pacarnya yang suka melakukan kekerasan.

"Misalnya, mereka pernah berhubungan seks, pacarnya mengancam kalau tidak menurut, itu akan dibocorkan. Bisa dibayangkan, di dalam kultur budaya kita yang masih berharap perempuan suci, harus menjaga moralnya, sehingga dia memilih diam," kata Suharti.

Dalam banyak kasus, perempuan baru bicara ketika sudah ada dalam "situasi ambang batas".

"Situasi ambang batas ini yang membuat perempuan berani meninggalkan hubungannya yang penuh kekerasan, misalnya lukanya serius karena kekerasan pasangannya," kata dia.

Dukungan dari teman dan keluarga

Belajar dari pengalamannya, Ninin menjelaskan bahwa hal yang paling dia butuhkan saat menjadi korban KDRT adalah dukungan dari orang-orang di sekitarnya.

"Ketika itu adik mendukung, ibu mendukung saya, dan tidak menyalahkan. Kan tidak semua keluarga bisa menerima itu ya, bisa saja memberi nasihat, 'sudah nikah, jalani saja’," kenang Ninin.

Untuk membantu perempuan korban KDRT, lingkungan keluarga, masyarakat, dan teman-teman harus mampu memberikan support positif.

"Memang tidak mudah. Tapi kalau dia punya orang yang mendukung dan memahami kejadian yang diterimanya, akan lebih mudah keluar dari situasi itu," jelas Suharti.

Sebagai korban, Ninin merasakan sekali pentingnya dukungan orang-orang di sekitarnya. "Saat dalam fase pemulihan, saya trauma sekitar 6 bulan. Namun saat itu ada teman yang benar-benar mendukung, sehingga saya merasa ada dalam lingkungan yang membuat nyaman, sehingga saya yakin bisa melalui ini."

Selain dukungan moral, perempuan juga perlu dukungan ekonomi.

"Dulu saya cukup berdaya karena saya bekerja, tidak terlalu susah mengambil keputusan karena merasa mampu menghidupi anak sendirian. Tapi ketika korban tidak punya penghasilan apa pun, akan sulit bagi mereka untuk keluar," jelas Ninin.

Pada akhirnya, Ninin tidak menyalahkan mereka yang memilih untuk bertahan dalam hubungan yang penuh kekerasan. Dia yakin, mereka yang bertahan punya alasan kuat untuk melakukannya.

"Pilihan mereka harus dihargai. Memangnya kamu mau menanggung hidup dia? Kan nggak bisa, setiap orang punya pertimbangannya," kata Ninin.

Namun jika korban memutuskan bertahan, Ninin menyarankan mereka untuk melakukan persiapan dan tetap berani mengambil keputusan. "Dia harus siap jika suatu hari dia harus mengalami kejadian seperti saya, harus pergi dari rumah dengan keadaan terpaksa."

Persiapan itu termasuk punya tabungan rahasia, punya tempat evakuasi, menyimpan surat-surat penting seperti surat nikah, akta lahir anak, sampai sertifikat rumah.

Anda tidak sendiri

Ninin Damayanti membentuk Break the Silence Indonesia, komunitas yang membantu korban KDRT. "Sekarang target saya adalah pemberdayaan. Kalau ada korban yang ingin bertanya soal KDRT, silakan, saya terbuka," kata dia.

Ninin dapat dihubungi melalui WhatsApp di 0813 8102 9206.

Sedangkan Rifka Annisa punya nomor yang dapat dihubungi 24 jam: 085799057765 dan 085100431298.

Related

Relationship 5121457836689829353

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item