Kisah dan Kontroversi Penggunaan Kulit Binatang sebagai Bahan Pembuat Tas
https://www.naviri.org/2020/05/kontroversi-penggunaan-kulit-binatang-bahan-tas.html
Naviri Magazine - Kulit hewan sering dijadikan sebagai material fesyen. Kulit reptil, misalnya, sering dimanfaatkan para pebisnis retail besar seperti Hermes, Louis Vuitton, dan Prada. Sudah menjadi standar umum dalam ranah fesyen jika kulit reptil dianggap mencerminkan eksklusivitas dan memiliki harga jual tinggi.
Penggunaan kulit reptil juga jadi masalah karena belum ada hukum resmi yang mengatur material tersebut sebagai komoditas. Protes akibat itu sesungguhnya sudah sering dilakukan oleh organisasi nirlaba yang fokus pada perlindungan hewan, seperti PETA.
Pada 2014, PETA sempat melakukan kunjungan ke penangkaran buaya di Vietnam. Menurut hasil pantauan mereka, buaya-buaya di sana diperlakukan dengan tidak baik. Louis Vuitton menjadi salah satu pelanggan setia kulit buaya dari penangkaran tersebut.
Laporan PETA tersebut segera dibantah oleh pihak Louis Vuitton. Mereka menyatakan laporan itu tidak benar, dan Louis Vuitton tidak pernah membeli kulit dari lembaga yang praktiknya tidak etis karena tidak sesuai dengan nilai-nilai perusahaan LVMH. Tak lama setelah itu, PETA membeli sebagian saham LV untuk memastikan perusahaan tersebut tidak melanggar etika dalam memasok material kulit.
Kejadian serupa sempat dialami pihak Hermes. Rumah mode asal Paris ini terkenal dengan aksesori tas Birkin yang dibuat dari material kulit buaya, dan dijual seharga ratusan juta. Tahun lalu, tas Birkin bermaterial kulit buaya bahkan dilelang dengan harga $185.000. Dan kini, di masa usainya karantina di Tiongkok, tas Birkin adalah barang dagangan yang paling dicari pembeli.
Pada 2015, PETA juga menerbitkan informasi bahwa penangkaran buaya di Texas dan Zimbabwe, yang memasok kulit untuk Hermes, melakukan praktik tidak etis.
Quartz melaporkan, Hermes sempat beberapa kali berdiskusi dengan PETA terkait hal ini, namun menolak memberi keterangan kepada media. Buntut dari situasi ini, PETA membeli sebagian saham Hermes, dan mendesak mereka untuk berhenti memproduksi tas berbahan dasar kulit buaya.
Sampai saat ini belum ada hukum yang mengatur soal perdagangan komoditas kulit binatang. Itulah sebabnya organisasi pemerhati fauna dan lingkungan hidup seperti PETA bergerak secara independen. Sambil menunggu kepastian hukum, PETA terus mendesak para pelaku retail untuk memperlakukan hewan dengan baik, termasuk dalam hal eksekusi bila memang dilegalkan.
Setahun belakangan, rumah mode besar di Paris, seperti Chanel, Burberry, Versace, dan lini fesyen independen Victoria Beckham, memutuskan untuk berhenti menggunakan material kulit hewan eksotis seperti reptil. Mereka sepakat mendukung pendapat PETA, dan merasa bahwa kesadaran menjaga ekosistem hewan langka penting untuk dilakukan.