Lebaran Sebentar Lagi, Data Bansos Corona Belum Jelas Antara Pusat dan DKI

 Lebaran Sebentar Lagi, Data Bansos Corona Belum Jelas Antara Pusat dan DKI, naviri.org, Naviri Magazine, naviri majalah, naviri

Naviri Magazine - Lebaran 2020 atau Hari Raya Idul Fitri 1441 H tinggal menghitung hari. Pandemi virus corona (Covid-19) membuat Lebaran kali ini tak seramai tahun-tahun sebelumnya. Belum lagi, dampak ekonomi juga dirasakan banyak warga yang membuat kehidupan mereka makin susah.

Di sisi lain, sejumlah bantuan yang disalurkan pemerintah juga belum menyelesaikan persoalan. Bahkan, masih terdapat tumpang tindih data penyaluran bantuan sosial (bansos) antara pusat dan daerah.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengklaim, penyaluran jaring pengaman sosial di Indonesia di tengah pandemi covid-19 sebenarnya sudah mencakup 55% penduduk Indonesia yang terdampak.

Jaring pengaman sosial tersebut terdiri dari bansos berupa penerima keluarga harapan (PKH), kartu sembako, bantuan langsung tunai (BLT), bansos dana desa. Juga termasuk diskon tarif listrik hingga program kartu prakerja.

Kendati demikian, Sri Mulyani tak menampik bahwa telah terjadi tumpang tindih atau overlapping dalam penyaluran bansos, baik oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

"Memang dampak wabah covid-19 berdampak ke masyarakat luas secara masif. Data yang ada di kami ini merupakan belum bansos yang dilakukan oleh daerah. Apakah kemungkinan ada tumpang tindih? Ada, tapi lebih baik daripada tidak dapat," ujarnya dalam video conference.

Berdasarkan data Kementerian Keuangan, realisasi penyaluran bansos per 6 Mei 2020 antara lain seperti PKH mencapai Rp 16,56 triliun, Kartu Sembako atau BNPT sebesar Rp 14,1 triliun.

Lalu untuk bansos sembako di DKI Jakarta sudah disalurkan Rp 284,1 miliar, sedangkan bansos tunai realisasinya mencapai Rp 3,489 triliun, bansos dana desa sebesar Rp 63,25 miliar, dan Kartu Pra Kerja sebesar Rp 1,62 triliun.

"Seharusnya kalau sekarang ada kelompok belum ter-update, bisa langsung update ke Kementerian Sosial. Ini penggambaran perluasan bansos COVID berdampak ke masyarakat masif, dan terjadi overlapping dan sistem penjaminan sosial harus lebih baik dan harus realible dari pendataannya," jelasnya.

Pemerintah sudah mengeluarkan Rp 110 triliun untuk program jaring pengaman sosial tersebut, dari total Rp 405 triliun anggaran penanganan Covid-19. Setiap program memiliki nilai manfaat dan sasaran yang berbeda.

Kartu sembako diberikan kepada 20 juta keluarga penerima harapan (KPM) dengan nilai Rp 200 ribu per bulan selama setahun. Ada pula subsidi dan diskon sebesar 50% untuk 7,2 juta pelanggan 900 VA selama tiga bulan (April, Mei, dan Juni).

Untuk Bansos Tunai Non Jabodetabek terdapat 9 juta KPM di luar penerima program keluarga harapan/PKH dan kartu sembako. Ada pula Bansos Sembako Jabodetabek sebanyak 1,3 juta KPM, di luar penerima program keluarga harapan/PKH dan kartu sembako.

BLT Dana Desa dengan sebanyak 11 juta KPM (di luar penerima program keluarga harapan/PKH dan kartu sembako dan kartu prakerja). Semuanya sebesar Rp 600 ribu per bulan selama tiga bulan (April, Mei, dan Juni 2020).

Pemerintah kini juga menjadikan program kartu prakerja sebagai jaring pengaman sosial, yang menyasar 5,6 juta penerima manfaat untuk mereka yang terkena PHK dan sektor informal yang terdampak covid-19.

5,6 juta penerima prakerja tersebut akan mendapatkan biaya pelatihan Rp 1 juta/bulan dan insentif Rp 2,55 juta, yang bayarnya dicicil selama 4 bulan.

Sejumlah kejanggalan mengenai penyaluran bantuan sosial atau bansos sempat pula terungkap pula oleh sejumlah menteri. Dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, pemerintah pusat memutuskan menanggung bantuan sosial, baik dalam bentuk sembako dan bantuan sosial tunai (d/h bantuan langsung tunai/BLT) di Jakarta. Walaupun anggaran awal diproyeksikan ada di daerah.

"Jabodetabek sembako dan BLT yang diberikan itu juga pemerintah pusat. PMK [Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan] yang DKI (Pemerintah Provinsi DKI Jakarta) cover 1,1 juta warganya, nggak punya anggaran, dan minta pemerintah pusat covering untuk 1,1 juta warganya," kata Sri Mulyani.

Ia pun mempertanyakan apakah penyebaran sembako dan BLT itu sudah selesai dan tepat sasaran atau belum. Untuk itu, Sri Mulyani menegaskan Kementerian Sosial (Kemensos) harus turun langsung memastikan seluruh hak masyarakat terpenuhi.

"Presiden minta sebelum lebaran 100 persen sudah harus terkirim, dan utamanya Jabodetabek yang kebijakannya tidak boleh mudik dan harus dapat bansos," ujarnya.

Selain Menkeu, Menteri Sosial Juliari Batubara juga menyatakan penyaluran bansos oleh Pemprov DKI Jakarta tak sesuai dengan kesepakatan awal antara pemerintah pusat dengan Pemprov DKI Jakarta.

Juliari mengaku telah memeriksa 15 titik penyaluran bansos di DKI Jakarta. Lalu ditemukan ada warga penerima bansos Kemensos sama dengan penerima bansos DKI. Akibatnya terjadi kekacauan di lapangan

Menko PMK Muhadjir Effendy juga turut serta menyoroti penyaluran bansos oleh Pemprov DKI Jakarta. Dia mengaku sempat menegur Gubernur Anies Baswedan terkait data program bansos yang diberikan pemerintah pusat kepada warga DKI imbas pandemi Covid-19.

"Itu [bansos] sekarang problemnya data, termasuk di DKI yang sekarang kita bantu ini problemnya data," kata Muhadjir dalam sebuah webinar melalui zoom.

"Belum lagi sinkronisasi dan koordinasi, misalnya kami dengan DKI ini agak sekarang sedang tarik-menarik ini, cocok-cocokan data. Bahkan kemarin saya dengan Pak Gubernur agak tegang, agak saya tegur keras Pak Gubernur," tambahnya.

Pekan lalu, Anies menyinggung perihal penyaluran bantuan sosial di Ibu Kota. Menurut dia, sudah 1,2 juta keluarga yang dijangkau oleh bantuan tersebut.

"Alhamdulillah sudah terdistribusi dengan baik. Apakah sempurna? Tidak," kata Anies dalam konferensi pers yang ditayangkan via akun YouTube Pemprov DKI Jakarta.

"Ada 1,6% dari distribusi yang sampai kepada orang yang tidak berhak, lalu dikembalikan," imbuhnya.

Anies mengatakan, salah distribusi itu lantaran ada kesalahan data penerima bantuan. "Ada yang salah alamat, ada yang orang mampu, ada yang meninggal. Itu semua menjadi bahan untuk koreksi," ujarnya.

"Dalam waktu yang cukup singkat bisa mendistribusikan 98,4% pada keluarga yang tepat, menurut saya itu suatu langkah yang harus kita apresiasi, karena tidak mudah. Hanya 1,6%, ini jadi bahan kita untuk mengoreksi ke depan," pungkas Anies.

Baca laporan lengkap » Semua Hal tentang Virus Corona, di Indonesia dan Dunia.

Related

News 5198618657470376499

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item