New Normal: Mengapa Mal Boleh Dibuka, tapi Tempat Ibadah Tetap Ditutup?

New Normal: Mengapa Mal Boleh Dibuka, tapi Tempat Ibadah Tetap Ditutup? naviri.org, Naviri Magazine, naviri majalah, naviri

Naviri Magazine - Wabah Corona tak hanya berdampak pada sektor ekonomi. Peribadatan umat Islam yang menjadi mayoritas penduduk Indonesia, juga terkendala dengan adanya kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Masjid sebagai tempat ibadah utama mengalami penutupan hingga pembatasan akibat Corona.

Selama menjalankan ibadah tahunan Ramadan, sebagian besar umat Islam mengikuti anjuran pemerintah Indonesia. Setelah ada wacana new normal, muncul pertanyaan mengapa di satu sisi, mal dan tempat perbelanjaan mulai dibuka, sementara masjid dan tempat ibadah masih harus ditutup. Hal itu diungkapkan oleh Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir.

“Hal ini berpotensi menimbulkan ketegangan antara aparat pemerintah dengan umat dan jamaah. Padahal ormas keagamaan sejak awal konsisten dengan melaksanakan ibadah di rumah, yang sangat tidak mudah keadaannya di lapangan bagi umat dan bagi ormas sendiri, demi mencegah meluasnya kedaruratan akibat wabah COVID-19,” jelanya via rilis.

Atas dasar itu, Haedar di antaranya meminta kepada pemerintah Indonesia untuk menjelaskan dasar kebijakan, maksud dan tujuan new normal dari aspek utama, yakni kondisi penularan COVID-19 di Indonesia saat ini.

Ia juga meminta penjelasan terkait konsekuensi terhadap peraturan yang sudah berlaku, khususnya PSBB dan berbagai layanan publik. Serta jaminan daerah yang sudah dinyatakan aman atau zona hijau yang diberlakukan new normal.

“Semuanya perlu keseksamaan agar tiga bulan yang telah kita usahakan selama ini berakhir baik,” kata Haedar.

Kritik senada diungkapkan Ketua Umum Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor, Yaqut Cholil Qoumas. Ia berkata, kebijakan new normal tak bisa dengan gegabah diterapkan. Jika pemerintah tetap menerapkan new normal pada saat data penyebaran virus belum melandai, maka jumlah kasus Covid-19 justru bakal meningkat tinggi.

Pria yang akrab disapa Gus Yaqut ini berkata, ada tiga hal yang harus diperhatikan pemerintah sebelum menerapkan new normal di tengah pandemi COVID-19. New normal bisa terjadi, kata dia, pertama kalau tren penambahan kasus baru semakin kecil.

“Artinya ada kendali dari pihak otoritatif yang menyatakan bahwa penambahan kasus baru itu semakin kecil," kata Gus Yaqut seperti dilansir situs internal Ansor.

Kedua, jumlah pasien yang sembuh juga semakin banyak. Ketiga, penyebaran Covid-19 bisa dikendalikan dengan tes, tracing dan isolasi. "Ini harus ada jaminan. Kalau tiga hal ini tidak bisa diberikan, maka new normal tidak berdampak apa-apa selain menambah buruk situasi," ujar Gus Yaqut.

Baca laporan lengkap » Semua Hal tentang Virus Corona, di Indonesia dan Dunia.

Related

News 6490725499948868981

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item