Operasi Trikora dan Pertempuran Indonesia Melawan Belanda (Bagian 1)

Operasi Trikora dan Pertempuran Indonesia Melawan Belanda, naviri.org, Naviri Magazine, naviri majalah, naviri

Naviri Magazine - Operasi Trikora, juga disebut Pembebasan Irian Barat, adalah konflik 2 tahun yang dilancarkan Indonesia untuk menggabungkan wilayah Papua bagian barat. Pada 19 Desember 1961, Soekarno (Presiden Indonesia) mengumumkan pelaksanaan Trikora di Alun-alun Utara Yogyakarta. Soekarno juga membentuk Komando Mandala.

Mayor Jenderal Soeharto diangkat sebagai panglima. Tugas komando ini adalah merencanakan, mempersiapkan, dan menyelenggarakan operasi militer untuk menggabungkan Papua bagian barat dengan Indonesia.

Latar belakang

Ketika Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, Indonesia mengklaim seluruh wilayah Hindia Belanda, termasuk wilayah barat Pulau Papua. Namun demikian, pihak Belanda menganggap wilayah itu masih menjadi salah satu provinsi Kerajaan Belanda.

Pemerintah Belanda kemudian memulai persiapan untuk menjadikan Papua sebagai negara merdeka, selambat-lambatnya pada tahun 1970-an. Namun pemerintah Indonesia menentang hal ini, dan Papua menjadi daerah yang diperebutkan antara Indonesia dan Belanda.

Hal ini kemudian dibicarakan dalam beberapa pertemuan, dan dalam berbagai forum internasional. Dalam Konferensi Meja Bundar tahun 1949, Belanda dan Indonesia tidak berhasil mencapai keputusan mengenai Papua bagian barat, namun setuju bahwa hal ini akan dibicarakan kembali dalam jangka waktu 1 tahun.

Pada Desember 1950, PBB memutuskan bahwa Papua bagian barat memiliki hak merdeka sesuai dengan pasal 73e Piagam PBB. Karena Indonesia mengklaim Papua bagian barat sebagai daerahnya, Belanda mengundang Indonesia ke Mahkamah Internasional untuk menyelesaikan masalah ini, namun Indonesia menolak.

Setelah Indonesia beberapa kali menyerang Papua bagian barat, Belanda mempercepat program pendidikan di Papua bagian barat untuk persiapan kemerdekaan. Hasilnya antara lain sebuah akademi angkatan laut yang berdiri pada 1956, dan tentara Papua pada 1957.

Sebagai kelanjutan, pada 17 Agustus 1956, Indonesia membentuk Provinsi Irian Barat dengan ibukota di Soasiu, yang berada di Pulau Tidore, dengan gubernur pertama Zainal Abidin Syah yang dilantik pada 23 September 1956.

Pada 6 Maret 1959, harian New York Times melaporkan penemuan emas oleh pemerintah Belanda di dekat laut Arafura. Pada 1960, Freeport Sulphur menandatangani perjanjian dengan Perserikatan Perusahaan Borneo Timur untuk mendirikan tambang tembaga di Timika, namun tidak menyebut kandungan emas ataupun tembaga.

Persiapan

Indonesia mulai mencari bantuan senjata dari luar negeri, menjelang terjadinya konflik antara Indonesia dan Belanda. Indonesia mencoba meminta bantuan dari Amerika Serikat, namun gagal.

Akhirnya, pada Desember 1960, Jenderal A. H. Nasution pergi ke Moskwa, Uni Soviet, dan berhasil mengadakan perjanjian jual-beli senjata dengan pemerintah Uni Soviet senilai 2,5 miliar dollar Amerika, dengan persyaratan pembayaran jangka panjang. Setelah pembelian ini, TNI mengklaim bahwa Indonesia memiliki angkatan udara terkuat di belahan bumi selatan.

Amerika Serikat tidak mendukung penyerahan Papua bagian barat ke Indonesia, karena Bureau of European Affairs di Washington, DC menganggap hal ini akan "menggantikan penjajahan oleh kulit putih dengan penjajahan oleh kulit cokelat". Tapi pada April 1961, Robert Komer dan McGeorge Bundy mulai mempersiapkan rencana agar PBB memberi kesan bahwa penyerahan kepada Indonesia terjadi secara legal.

Walaupun ragu, presiden John F. Kennedy akhirnya mendukung hal ini, karena iklim Perang Dingin saat itu, dan kekhawatiran Indonesia akan meminta pertolongan pihak komunis Soviet bila tidak mendapat dukungan AS.

Indonesia membeli berbagai macam peralatan militer, antara lain 41 Helikopter MI-4 (angkutan ringan), 9 Helikopter MI-6 (angkutan berat), 30 pesawat jet MiG-15, 49 pesawat buru sergap MiG-17, 10 pesawat buru sergap MiG-19, 20 pesawat pemburu supersonik MiG-21, 12 kapal selam kelas Whiskey, puluhan korvet, dan 1 buah kapal penjelajah kelas Sverdlov (yang diberi nama sesuai dengan wilayah target operasi, yaitu KRI Irian).

Dari jenis pesawat pengebom, terdapat 22 pesawat pembom ringan Ilyushin Il-28, 14 pesawat pembom jarak jauh TU-16, dan 12 pesawat TU-16 versi maritim yang dilengkapi persenjataan peluru kendali anti kapal (rudal) air to surface jenis AS-1 Kennel.

Sementara dari jenis pesawat angkut, terdapat 26 pesawat angkut ringan jenis IL-14 dan AQvia-14, 6 pesawat angkut berat jenis Antonov An-12B buatan Uni Soviet, dan 10 pesawat angkut berat jenis C-130 Hercules buatan Amerika Serikat.

Diplomasi

Indonesia mendekati negara-negara seperti India, Pakistan, Australia, Selandia Baru, Thailand, Britania Raya, Jerman, dan Perancis, agar mereka tidak memberi dukungan kepada Belanda jika pecah perang antara Indonesia dan Belanda.

Dalam Sidang Umum PBB tahun 1961, Sekjen PBB, U Thant, meminta Ellsworth Bunker, diplomat dari Amerika Serikat, untuk mengajukan usul tentang penyelesaian masalah status Papua bagian barat. Bunker mengusulkan agar Belanda menyerahkan Papua bagian barat kepada Indonesia melalui PBB, dalam jangka waktu 2 tahun.

Ekonomi

Pada 27 Desember 1958, presiden Soekarno mengeluarkan UU nomor 86 tahun 1958 tentang nasionalisasi semua perusahaan Belanda di Indonesia. Perusahaan-perusahaan yang dinasionalisasi seperti:

   1. Perusahaan perkebunan
   2. Netherlansche Handels Mattscapij
   3. Perusahaan listrik
   4. Perusahaan perminyakan
   5. Rumah Sakit (CBZ) manjadi RSCM

Dan kebijakan-kebijakan lain seperti:

   1. Memindahkan pesar pelelangan tembakau Indonesia ke Bremen (Jerman Barat)
   2. Aksi mogok buruh perusahaan Belanda di Indonesia
   3. Melarang KLM (maskapai penerbangan Belanda) melintas di wilayah Indonesia
   4. Melarang pemutaran film-film berbahasa Belanda

Konflik bersenjata

Soekarno membentuk Komando Mandala, dengan Mayjen Soeharto sebagai Panglima Komando. Tugas komando Mandala adalah untuk merencanakan, mempersiapkan, dan menyelenggarakan operasi militer, untuk menggabungkan Papua bagian barat dengan Indonesia.

Belanda mengirimkan kapal induk Hr. Ms. Karel Doorman ke Papua bagian barat. Angkatan Laut Belanda (Koninklijke Marine) menjadi tulang punggung pertahanan di perairan Papua bagian barat, dan sampai tahun 1950 unsur-unsur pertahanan Papua Barat terdiri dari:

    * Koninklijke Marine (Angkatan Laut Kerajaan Belanda)
    * Korps Mariniers
    * Marine Luchtvaartdienst

Keadaan ini berubah sejak tahun 1958, di mana kekuatan militer Belanda terus bertambah dengan kesatuan dari Koninklijke Landmacht (Angkatan Darat Belanda) dan Marine Luchtvaartdienst.

Selain itu, batalyon infantri 6 Angkatan Darat merupakan bagian dari Resimen Infantri Oranje Gelderland, yang terdiri dari 3 batalyon yang ditempatkan di Sorong, Fakfak, Merauke, Kaimana, dan Teminabuan.

Operasi-operasi Indonesia

Sebuah operasi rahasia dijalankan untuk menyusupkan sukarelawan ke Papua bagian barat. Walaupun Trikora telah dikeluarkan, namun misi itu dilaksanakan sendiri-sendiri dalam misi tertentu, dan bukan dalam operasi bangunan.

Hampir semua kekuatan yang dilibatkan dalam Operasi Trikora sama sekali belum siap, bahkan semua kekuatan udara masih tetap di Pulau Jawa. Walaupun begitu, TNI Angkatan Darat lebih dulu melakukan penyusupan sukarelawan, dengan meminta bantuan TNI Angkatan Laut untuk mengangkut pasukannya menuju pantai Papua bagian barat, dan juga meminta bantuan TNI Angkatan Udara untuk mengirim 2 pesawat Hercules, untuk mengangkut pasukan menuju target yang ditentukan oleh TNI AL.

Misi itu sangat rahasia, sehingga hanya ada beberapa petinggi di markas besar TNI AU yang mengetahui misi ini. Walaupun misi sebenarnya tidak rumit, TNI AU hanya bertugas mengangkut pasukan dengan pesawat Hercules, hal lainnya tidak menjadi tanggung jawab TNI AU.

Kepolisian Republik Indonesia juga menyiapkan pasukan Brigade Mobil yang tersusun dalam beberapa resimen tim pertempuran (RTP). Beberapa RTP Brimob digelar di kepulauan Ambon, sebagai persiapan menyerbu ke Papua bagian barat.

Sementara itu, Resimen Pelopor (unit parakomando Brimob) yang dipimpin Inspektur Tingkat I, Anton Soedjarwo, disiagakan di Pulau Gorom. Satu tim Menpor kemudian berhasil menyusup ke Papua bagian barat melalui laut, dengan mendarat di Fakfak. Tim Menpor terus masuk jauh ke pedalaman Papua bagian barat, melakukan sabotase dan penghancuran objek-objek vital milik Belanda.

Pada 12 Januari 1962, pasukan didaratkan di Letfuan. Pesawat Hercules kembali ke pangkalan. Namun, pada 18 Januari 1962, pimpinan angkatan lain melapor ke Soekarno bahwa karena tidak ada perlindungan dari TNI AU, sebuah operasi jadi gagal.

Baca lanjutannya: Operasi Trikora dan Pertempuran Indonesia Melawan Belanda (Bagian 2)

Related

Indonesia 151274247195864637

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item