Perseteruan Risma dan Khofifah di Tengah Zona Merah Corona (Bagian 2)

Perseteruan Risma dan Khofifah di Tengah Zona Merah Corona naviri.org, Naviri Magazine, naviri majalah, naviri

Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Perseteruan Risma dan Khofifah di Tengah Zona Merah Corona - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Menurut kajian epidemiologi, kondisi di Surabaya Raya belum pulih dan belum bisa untuk melakukan pelonggaran. Kasus masih tinggi. Jika mengikuti pedoman Badan Kesehatan Dunia (WHO), syarat pelonggaran penjarakan sosial di sebuah wilayah adalah angka rate of transmission (RT) atau penularan per orang di bawah 1.

Sementara setelah PSBB berakhir kemarin, angka RT di Surabaya Raya masih 1,1. Lebih detail, angka RT Gresik 1,6; Surabaya 1; dan Sidoarjo 1,2.

“Kalau mau sabar, beberapa hari lagi. Kita sabar dan belum melonggarkan [PSBB] dan warga diminta untuk mau menjaga jarak. Itu angka penularan bisa di bawah satu,” katanya.

Sementara Pakar Komunikasi Politik Universitas Airlangga, Suko Widodo, mengatakan usul Risma dan kepala daerah lain yang menolak perpanjangan PSBB Surabaya Raya adalah “perlawanan bareng.”

Ia melihat ribut-ribut Khofifah-Risma salah satunya terjadi karena kurangnya pelibatan masing-masing daerah, juga belum baiknya komunikasi antar kepala termasuk pemprov dengan pemkab/pemkot.

Kasus COVID-19 di Jatim

Kurva kasus COVID-19 di Jatim menjadi perhatian nasional setelah naik signifikan sejak beberapa pekan terakhir. Pada 8 Juni lalu penambahan kasus harian terbanyak bahkan ada di provinsi ini, yakni 365 orang, dari total penambahan nasional sebanyak 847.

Sementara total pasien positif per 8 Juni ada 6.313 orang, berdasarkan data pemerintah pusat. Angka ini hanya lebih rendah dari DKI Jakarta—episentrum pertama penyebaran virus--sebnyak 8.033 kasus.

Namun demikian, tren kasus baru di DKI relatif menurun, sementara Jatim sebaliknya. Hal ini dapat dilihat dari data sepekan terakhir. Pada 5 Juni, dilaporkan ada 141 kasus baru di Jatim, sementara di hari yang sama Jakarta melaporkan penambahan 76 kasus baru.

Kemudian pada 7 Juni, ada 113 kasus baru di Jatim dan 38 kasus di antaranya berasal dari Surabaya. Jawa Timur memang babak belur dihajar Corona.

Pada akhir Mei lalu, Ketua IDI Jawa Timur, DR. dr. Sutrisno, Sp.OG (K), memberi contoh kasusnya. Ia mengatakan, jika digabung, maka kapasitas seluruh rumah sakit rujukan tak sampai 2.000 orang, sementara pasien yang masih dalam perawatan sekitar 3.000.

“Akhirnya ada banyak sekali pasien-pasien COVID-19 yang dirawat bukan di kamar isolasi yang ideal, tapi di kamar isolasi saja,” kata Sutrisno.

Sutrisno juga meminta pemerintah menambah kapasitas laboratorium pengujian COVID-19 di masing-masing kota. Saat ini dibutuhkan waktu 7-14 hari untuk mengetahui status seorang pasien, padahal “PCR itu sebenarnya tidak sampai sehari selesai, cuma karena load-nya terlalu banyak, akhirnya lama.”

Jika penularan masif COVID-19 masih terjadi, sementara pemerintah mulai melonggarkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) demi menjalani new normal, ia khawatir lonjakan pasien positif akan makin tak terkendali. Pada kondisi itu, maka tenaga kesehatan yang paling berisiko terpapar.

“Kalau orang kesehatannya banyak yang sakit, lantas siapa yang kasih pelayanan? Akhirnya masyarakat juga yang rugi,” katanya.

Baca laporan lengkap » Semua Hal tentang Virus Corona, di Indonesia dan Dunia.

Related

News 9222169524797994754

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item