Ramalan IMF Terkait Ekonomi Dunia dan Indonesia Selama Pandemi Corona

Ramalan IMF Terkait Ekonomi Dunia dan Indonesia Selama Pandemi Corona, naviri.org, Naviri Magazine, naviri majalah, naviri

Naviri Magazine - Dana Moneter Internasional (IMF) kembali merilis proyeksi ekonomi global yang terbaru. Kali ini proyeksi IMF jauh lebih suram dibanding perkiraan sebelumnya.

Pada April lalu, IMF merilis World Economic Outlook (WEO) yang bertajuk The Great Lockdown. Dalam laporan tersebut, lembaga yang bermarkas di Washington DC itu memperkirakan perekonomian global bakal terkontraksi sebesar 3% di tahun ini.

Wabah coronavirus disease 2019 (Covid-19) yang awalnya muncul di Wuhan, Provinsi Hubei China telah menyebar luas ke berbagai penjuru dunia. Skala yang besar dan laju transmisi yang tinggi membuat WHO mendeklarasikan tragedi kemanusiaan ini sebagai pandemi.

Banyak negara yang mengikuti langkah China untuk menekan penyebaran melalui karantina wilayah (lockdown). Mulai dari negara maju hingga negara berkembang memilih lockdown sebagai langkah penanganan pandemi Covid-19.

Lebih dari 3 miliar orang harus terkurung di dalam rumah dan ruang geraknya terbatas. IMF menyebut fenomena ini sebagai 'The Great Lockdown'. Disrupsi rantai pasok yang terjadi hingga pelemahan permintaan menjadi pukulan ganda (double hit) bagi perekonomian global.

Namun tak sampai dua bulan berselang, IMF merevisi turun angka pertumbuhan ekonomi globalnya dari minus 3% menjadi minus 4,9%. Artinya ada revisi turun sebesar 1,9 poin persentase.

Ada beberapa alasan mendasar mengapa IMF menjadi lebih pesimis kali ini. Risiko ketidakpastian terkait kapan berakhirnya pandemi masih menjadi sorotan utama lembaga keuangan bentukan perjanjian Bretton Wood 1944 silam.

Di sisi lain, IMF juga menggarisbawahi perihal lain yang membuat para ekonomnya jadi lebih pesimistis memandang perekonomian dunia untuk tahun 2020 ini.

Data PDB kuartal pertama yang lebih buruk dari perkiraan, turunnya konsumsi masyarakat dan output jasa, mobilitas yang masih terbatas, angka pengangguran yang melonjak signifikan hingga lebih dari 200 juta orang, kontraksi pada volume perdagangan hingga inflasi yang lemah, membuat IMF merevisi turun proyeksinya.

Pertumbuhan ekonomi negara-negara maju diperkirakan mengalami kontraksi sebesar minus 8% di 2020 atau 1,9 poin persentase lebih rendah dibandingkan proyeksi sebelumnya.

Sementara itu proyeksi pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang juga dipangkas oleh IMF sebesar 2,8 poin persentase, atau lebih besar dari negara-negara maju. Jika ekonomi China tak dimasukkan, maka proyeksi pertumbuhan ekonomi negara berkembang terpangkas 3,6 poin persentase.

Resesi global yang terjadi kali ini jauh lebih hebat dari krisis keuangan global yang terjadi pada 2008 silam. Krisis kali ini murni dipicu oleh krisis kesehatan yang merembet ke sektor riil hingga ke sektor keuangan, dan berakhir dengan menginfeksi seluruh perekonomian suatu negara, dan menjadi tereskalasi ke berbagai penjuru dunia.

Sebagai negara berkembang, Indonesia juga tak dapat lepas dari dampak pandemi Covid-19. Ekonomi RI juga 'sakit' karena terjangkit Covid-19. Sejak dua kasus pertama dilaporkan pada awal Maret lalu, kinerja perekonomian Tanah Air langsung anjlok.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan PDB RI pada kuartal pertama hanya sebesar 2,97% (yoy). Penyebabnya adalah penurunan laju konsumsi masyarakat yang jadi penopang utama ekonomi domestik.

Angka 2,97% jelas sangat mengecewakan, lantaran jauh di bawah konsensus sebesar 4,3%. Artinya, ada perbedaan sebesar 1,33 poin persentase.

Namun itu ketika pembatasan mobilitas publik belum diberlakukan. Awal April, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) mulai diterapkan di berbagai wilayah di Tanah Air. DKI Jakarta menjadi provinsi pertama yang menerapkan kebijakan tersebut.

Ketika jumlah kasus terus melonjak dan semua provinsi di Tanah Air telah terinfeksi, PSBB makin digalakkan. Pembatasan mobilitas ini telah menimbulkan berbagai konsekuensi.

Optimisme konsumen yang turun menjadi pesimis, membuat penjualan ritel mengalami kontraksi yang dalam, inflasi juga tercatat rendah, padahal ada momentum puasa Ramadan dan hari raya Idul Fitri yang biasanya mendongkrak konsumsi.

Banyak pengusaha yang mulai ambil langkah efisiensi, mulai dari mengerem ekspansi dengan memangkas belanja modal, hingga merumahkan dan PHK karyawannya, pendapatan masyarakat turun, daya beli akhirnya tergerus. Penjualan barang tahan lama (durable goods) seperti kendaraan roda empat terkontraksi hampir 100%.

PSBB RI juga bertepatan dengan lockdown secara global, alhasil permintaan global melemah dan kegiatan perdagangan terkontraksi. Ekspor dan impor RI anjlok signifikan.

Melihat kondisi ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memandang perekonomian Indonesia bakal terkontraksi pada kuartal II-2020 sebesar minus 3,1%.

Berbagai lembaga dari dalam dan luar negeri juga turut memberikan proyeksinya terhadap perekonomian domestik untuk tahun 2020. Bank Indonesia (BI) selaku otoritas moneter Tanah Air memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia di 2020 berada di rentang 0,9% - 1,9%.

Sementara itu Bank Dunia lebih pesimis dibanding BI. Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi RI pada 2020 tidak tumbuh sama sekali atau dengan laju nol persen.

Namun yang paling pesimis adalah IMF. Lembaga ini memproyeksi pertumbuhan ekonomi RI minus 0,3%. Padahal April lalu IMF masih optimis memandang ekonomi RI masih dapat tumbuh 1,5%.

Baca laporan lengkap » Semua Hal tentang Virus Corona, di Indonesia dan Dunia.

Related

News 8135594401177483427

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item