Diperangi Erdogan, Tak Diakui di Suriah, Siapa Sesungguhnya Bangsa Kurdi? (Bagian 1)

Diperangi Erdogan, Tak Diakui di Suriah, Siapa Sesungguhnya Bangsa Kurdi? naviri.org, Naviri Magazine, naviri majalah, naviri

Naviri Magazine - Antara 25 hingga 35 juta orang Kurdi menghuni kawsan pegunungan di perbatasan antara Turki, Irak, Suriah, Iran dan Armenia. Mereka merupakan kelompok etnik terbesar keempat di Timur Tengah, tetapi tidak memiliki negara sendiri.

Asal usul

Bangsa Kurdi merupakan salah satu penduduk asli daratan Mesopotamia dan di dataran tinggi di Turki bagian tenggara, Suriah barat laut, Irak utara, Iran barat laut dan barat daya Armenia.

Kini mereka membentuk komunitas tersendiri, disatukan melalui ras, budaya dan bahasa sekalipun mereka tak punya dialek standar. Agama dan kepercayaan mereka berbeda sekalipun mayoritas adalah Muslim Sunni.

Mengapa mereka tak punya negara?

Sekalipun memiliki sejarah panjang, bangsa Kurdi tidak pernah memiliki negara sendiri.

Awal Abad ke-20, orang Kurdi mulai mempertimbangkan membentuk negara - disebut sebagai "Kurdistan". Sesudah Perang Dunia Pertama dan kalahnya kekhalifahan Turki Usmani, melalui Perjanjian Sevres, negara itu dipertimbangkan untuk dibentuk.

Namun tiga tahun kemudian melalui Perjanjian Lausanne yang menetapkan perbatasan Turki modern, rencana itu dibatalkan, dan menyebabkan orang Kurdi menjadi kelompok minoritas di negara-negara yang baru dibentuk.

Selama 80 tahun terakhir, upaya untuk membentuk negara Kurdi merdeka selalu dipatahkan dengan brutal.

Mengapa orang Kurdi di garis depan melawan ISIS?

Tahun 2013, kelompok yang menamakan diri Negara Islam atau ISIS menyerang tiga kawasan Kurdi di Suriah utara yang berbatasan dengan daerah kekuasaan mereka. Hingga tahun 2014 serangan ini dilawan oleh People's Protection Units (YPG) - sayap militer dari Kurdish Democratic Union Party (PYD) yang berkedudukan di Suriah.

Serangan ISIS di Irak utara Juni 2014 juga menarik orang Kurdi ke dalam konflik. Pemerintahan otonom Wilayah Kurdistan mengirimkan pasukan Peshmerga ke daerah yang diabaikan oleh pasukan Irak.

Agustus 2014, melalui rangkaian serangan, ISIS memukul Peshmerga mundur dari beberapa wilayah, dan beberapa kota - seperti Sinjar - berhasil diduduki ISIS.

Pasukan multinasional yang dipimpin Amerika kemudian melancarkan serangan udara untuk mendukung Peshmerga. YPG dan Partai Buruh Kurdi (PKK) - yang berjuang meraih otonomi Kurdi di Turki - membantu serangan ini.

Etnik Kurdi - yang bertempur bersama milisi Arab setempat di bawah bendera Syrian Democratic Forces (SDF) dan dibantu serangan udara dan senjata dari pasukan koalisi - berhasil mengusir ISIS di wilayah Suriah timur laut dan menguasai wilayah puluhan ribu kilometer persegi yang berbatasan dengan Turki.

Oktober 2017, SDF berhasil menguasai Raqqa yang dianggap sebagai ibu kota ISIS, lalu terus maju ke Provinsi Deir al-Zour - yang merupakan markas terakhir ISIS di Suriah.

SDF kemudian menyatakan "pemusnahan total" dari "kekhalifahan ISIS". Mereka kini mengurusi kombatan ISIS yang ditangkap dalam dua tahun terakhir, serta anak-anak dan perempuan yang terkait dengan ISIS.

Amerika Serikat meminta repatriasi bagi warga negara asing yang ada dalam tahanan itu, tapi negara asal mereka umumnya menolak.

Mengapa Turki melihat Kurdi sebagai ancaman?

Ada permusuhan tersembunyi antara negara Turki dengan etnik Kurdi yang merupakan 15-20% dari keseluruhan populasi Turki.

Etnik Kurdi mendapat perlakuan kasar di tangan otoritas Turki selama bergenerasi. Nama dan pakaian etnik Kurdi dilarang, penggunaan bahasa Kurdi dibatasi. Bahkan keberadaan etnik Kurdi ditolak, dan mereka dipanggil dengan sebutan "orang Turki Pegunungan".

Tahun 1978, Abdullah Ocalan mendirikan PKK, yang menyerukan negara Kurdi merdeka di Turki. Enam tahun kemudian PKK memulai gerakan bersenjata, dan sejak saat itu 40.000 orang tewas dan ribuan terusir dari kediaman mereka karena konflik ini.

Lebih dari 40.000 orang tewas sejak PKK melaukan perlawanan bersenjata pada tahun 1984.

Tahun 1990, PKK mengubah tuntutan kemerdekaan menjadi otonomi budaya dan politik, dan meneruskan perjuangan bersenjata. Tahun 2013 kedua pihak mengadakan gencatan senjata.

Gencatan senjata ini gagal tahun 2015 sesudah sebuah bom bunuh diri menewaskan 33 orang aktivis Kurdi di Suruc, dekat perbatasan Suriah. ISIS dituduh bertanggungjawab terhadap bom itu, tetapi PKK menuduh pihak berwenang Turki membiarkannya, lalu menyerang polisi dan tentara Turki.

Baca lanjutannya: Diperangi Erdogan, Tak Diakui di Suriah, Siapa Sesungguhnya Bangsa Kurdi? (Bagian 2)

Related

News 5524721255527822560

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item