Fakta-fakta di Balik ‘Info Cegatan Jogja’, Komunitas Paling Fenomenal di Facebook (Bagian 2)

Fakta-fakta di Balik ‘Info Cegatan Jogja’, Komunitas Paling Fenomenal di Facebook, naviri.org, Naviri Magazine, naviri majalah, naviri

Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Fakta-fakta di Balik ‘Info Cegatan Jogja’, Komunitas Paling Fenomenal di Facebook - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Di laman grup resmi mereka di Facebook, Yanto menulis sekitar 16 aturan pokok untuk bergabung di grup Info Cegatan Jogja. Beberapa di antaranya adalah dilarang membuat iklan, menyebar hoaks, memprovokasi massa, mengunggah gambar ber-hak cipta, dan lainnya.

Yang lebih canggih, ICJ juga punya metode sendiri untuk meminimalisir adanya hoaks di grup mereka. Metodenya adalah melarang anggotanya mengunggah tautan apapun ke grup. Tiap informasi yang diunggah harus hasil jepretan dan ditulis oleh orangnya sendiri.

“Walaupun gaya bahasanya belum baik dan benar, bahkan jauh dari kaidah jurnalistik, tapi dengan begitu bisa memastikan bahwa dia menyaksikan kejadian itu secara langsung. Kalaupun faktanya tidak tepat, tinggal tunggu respons dari anggota lain”. Menurut Yanto, biasanya hanya butuh waktu beberapa saat sampai informasinya jadi utuh, respons untuk bantuan pun biasanya sangat cepat.

Kelokalan dalam konten ICJ membuat grup ini sangat relevan. Info-info yang dihadirkan bukan informasi yang berskala besar, bahkan mungkin justru kecil dan lokal tapi benar-benar dibutuhkan. Yanto juga menyampaikan teorinya soal ‘Informasi yang belum selesai’.

“Ketika sebuah informasi sudah finish ya buat apa. Kayak misalnya ‘Inilah 10 Tempat Wisata di Yogya’, itu nggak penting. Tapi kalau ‘Eh barusan ada wisatawan kecelakaan di Yogya di daerah ini, belum ada polisi atau ambulans,’ kan itu butuh respons, itu yang penting. Kami memang cari informasi yang belum matang.”

Selain aktif di dunia maya, khususnya Facebook, ICJ juga rupanya aktif di dunia nyata, di antaranya melakukan bedah rumah untuk orang tidak mampu. Yanu Antoro, kordinator lapangan untuk program ini, menceritakan bahwa ini sudah kali ke-10 ICJ melakukan bedah rumah untuk warga tidak mampu.

“Ada yang nyumbang kusen kayu, genteng, tegel, pasir, semen, macem-macem lah. Arsiteknya relawan, tukang listriknya juga, kami saling mengisi sesuai kemampuan aja,” ujarnya sumringah.

Selain bedah rumah, mereka juga rutin melakukan kopi darat, bakti sosial, funding bantuan bencana alam, dan lainnya. “Kami juga sempat punya ‘Relawan Tambal Ban’, jadi kalau ada teman ban motornya bocor di jalan, kasih kabar aja di grup, nanti ada yang datang bantu,” cerita Yanto bangga.

Ditanyai soal relasi mereka dengan polisi, Yanto punya argumen menarik. Seperti media yang harus independen, ICJ juga menjaga jarak dengan kepolisian yang kabarnya pernah menawari mereka untuk kerja sama.

“Daripada kerja sama, mending kami sama-sama kerja. Kalau kita kerjasama bisa dikontrol, tapi kalau bermitra kan mereka akan mikir beban tanggung jawab itu ke institusi mereka sendiri.” Mereka memang memilih untuk bergerak di akar rumput, berjarak dari politik praktis yang agendanya berbunga-bunga. Skala main boleh kecil, tapi kontribusinya konkrit.

Satu hal yang sangat ditekankan oleh ICJ adalah bahwa mereka bukan golongan atau organisasi. ICJ adalah jaringan informasi, jadi segala hal yang diunggah ke grup adalah tanggung jawab pribadi setiap anggota.

Yanto sendiri mengangkat bahu ketika ditanya rencana ke depan ICJ. Mereka tak punya ambisi dan kepentingan apapun, tak ingin muluk membawa jaringan ini kemana-mana juga. Menurut Ferdhi, komunitas semacam ICJ ini harus tetap dibiarkan organik dan independen. Karena ketika mereka mulai ditarik ke ranah struktural atau teoritis, justru akan tercipta jarak dari keseharian mereka yang sudah sangat konkrit.

“Media komunitas ideal yang selama ini dibayangkan ya kayak ICJ itu,” tutupnya.

Dari semua aktivitas mereka, satu hal penting yang telah dilakukan ICJ adalah bahwa mereka meningkatkan kepekaan kita, dan mengembalikan rasa aman ketika berada di jalan raya.
“Saling membantu kan sebetulnya kewajiban yang manusiawi, tidak perlu peduli itu teman, saudara, atau bukan. Alasan membantu itu, dia manusia, saya manusia, cukup.”

Related

News 3907992884088861658

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item