Melacak Jejak Karya Quentin Tarantino, Sutradara Jenius Hollywood (Bagian 1)

Melacak Jejak Karya Quentin Tarantino, Sutradara Jenius Hollywood naviri.org, Naviri Magazine, naviri majalah, naviri

Naviri Magazine - Penikmat film cult tentunya tidak asing dengan nama Quentin Tarantino. Gaya nyentrik, cerita yang twisting, serta karakter yang khas sangat melekat pada sutradara kelahiran Knoxville, Tennessee, USA ini.

Konsistensi teknik pengambilan gambar, idealis dalam pemilihan komponen garapan, cerita yang rapi, kuatnya karakter dan kreativitas dalam mengolah ide yang tersimpan, merupakan kunci Tarantino untuk membuat film-film luar biasa.

Quentin Jerome Tarantino boleh dikatakan sebagai salah satu dari sekian banyak sutradara ambisius dalam membuat sebuah film. Terlahir dan dibesarkan oleh film membuat dirinya berambisi untuk hidup lewat film.

Berawal pada 1983, Tarantino membuat film pendek bertema dark comedy bersama rekannya, Scott McGill, berjudul “Love Birds in Bondage” yang pada akhirnya film tersebut terbengkalai dan tidak selesai.

Kemudian, Tarantino memulai debut pertama dengan menggarap filmnya sendiri, “My Best friend’s Birthday” (1987), yang diambil menggunakan film berukuran 16mm. Film ini gagal tayang karena pada saat tahap editing, hampir sekitar 35 menit dari durasi aslinya, 70 menit, hangus terbakar.

Namun, ide “My Best Friend’s Birthday” miliknya dikembangkan kembali, dan pada akhirnya dijadikan film utuh menjadi “True Romance” (1993) yang disutradarai oleh Tony Scott.

Bersama rekannya, Lawrence Bender, Tarantino akhirnya memproduksi film komersil pertamanya, “Reservoir Dogs” (1992), dan mengantarkannya pada Sundance Festival. Bukan Quentin Tarantino namanya kalau tidak kontroversial. Pemutaran perdana Reservoir Dogs menuai polemik karena konten kekerasan yang cukup tinggi.

Namun, hal tersebut tidak membuatnya gentar. Karena pada 1994, Tarantino menggarap film fenomenalnya “Pulp Fiction”, yang berhasil merebut satu Oscar dengan kategori Best Original Screenplay yang ditulis bersama rekannya, Roger Avary.

Tak terhenti di Pulp Fiction, Tarantino menggarap beberapa film fenomenal lainnya yang diikuti pula dengan berbagai respons positif, seperti “Jackie Brown” (1997), “Kill Bill: Vol. 1 & Vol. 2” (2003 & 2004), “Death Proof” (2007) yang merupakan salah satu dari double features “Grindhouse” hasil kolaborasinya dengan Robert Rodriguez, “Inglourious Basterds” (2009) menggiring kembali Tarantino pada ajang Academy Awards dengan 7 nominasi, “Django Unchained” (2012) pun memberi 1 Oscar dalam kategori Best Original Screenplay, dan terakhir “The Hateful Eight” (2015).

Sulit untuk menjelaskan setiap filmnya. Tidak sedikit film-film yang diproduksi sejak awal 90-an sampai saat ini, walaupun janjinya sering disebutkan bahwa Tarantino hanya akan berencana membuat “10 film” selama hidupnya.

Sekilas perjalanan Tarantino yang tidak bisa terbilang singkat tersebut dapat disimpulkan, karyanya tidak sedikit. Bahkan, ada yang hilang dan tidak utuh lagi. Namun, karya-karya miliknya tentu memiliki ciri otentik dan tak sulit untuk dikenali.

Kieran Fisher, dalam esai “Understanding Quentin Tarantino”, menyebutkan lima elemen yang dapat dipahami dalam film framing seorang Quentin Tarantino; mengadaptasi dari karya yang sudah ada dan menggebrak cara yang baru, membudidayakan gaya perfilman lama, memperdalam karakter di dalam cerita, menggunakan makanan sebagai objek untuk menyampaikan pesan dalam adegan, dan terakhir menguatkan setiap adegan dengan dialog yang kompleks.

Elemen-elemen yang dijabarkan oleh Fisher sebenarnya dapat dipadatkan kembali, bahkan dapat disederhanakan. Sebab, tiga inti dari lima elemen yang disebutkan Fisher terdapat dalam berbagai film Tarantino, yaitu adaptasi karya, karakter, dan dialog, yang kemudian tiga elemen tersebut saling mempengaruhi satu sama lain.

Bicara tentang adaptasi karya, dapat disimpulkan jika Tarantino memiliki segudang koleksi film di kepalanya. Tentu tak dapat dipungkiri, seluruh ide hebatnya berasal dari film-film yang luar biasa, dan kemudian diadaptasi dan dimodifikasi sehingga menjadi ide original.

Sebut saja Brian De Palma (Scarface & Blow Out), Martin Scorsese (Goodfellas), Jean-Luc Goddard (Bande à Part), Jean-Pierre Melville (Le Samouraï), dan Sergio Leone (Once Upon A Time in America).

Adaptasi tidak melulu soal mencuri karya tanpa rasa tanggung jawab, salah satu kejeniusan Quentin Tarantino ialah mengadaptasi setiap film yang ia sukai dan memorable, kemudian disulap menjadi hasil karya baru versi miliknya sendiri.

Sebut saja salah satu adegan favoritnya di Bande à Part milik Godard. Adegan dansa yang dilakukan oleh tiga orang menjadi adegan dansa begitu intim antara dua karakter ikonik dan memorable di Pulp Fiction, yaitu Vincent Vega dan Mia Wallace.

Baca lanjutannya: Melacak Jejak Karya Quentin Tarantino, Sutradara Jenius Hollywood (Bagian 2)

Related

Film 7048154429452894161

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item