Nasib Rupiah Pekan Ini: Babak Belur, Jatuh, dan Terburuk di Asia

Nasib Rupiah Pekan Ini: Babak Belur, Jatuh, dan Terburuk di Asia, naviri.org, Naviri Magazine, naviri majalah, naviri

Naviri Magazine - Nilai tukar rupiah melemah cukup tajam melawan dolar Amerika Serikat (AS) hingga pertengahan perdagangan Senin kemarin. Tekanan dari eksternal dikatakan menjadi penyebab pelemahan rupiah, tetapi dari dalam negeri juga tak kalah besar.

Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan stagnan di level Rp 14.620/US$. Dalam waktu kurang dari 1 jam Mata Uang Garuda ambrol 1,44% ke Rp 14.830/US$.

Di penutupan perdagangan, rupiah berhasil memangkas pelemahan menjadi 0,62% ke Rp 14.710/US$ di pasar spot.

Meski posisi rupiah membaik, tetapi tetap menjadi mata uang dengan kinerja terburuk di Asia hari ini. Mayoritas mata uang utama Benua Kuning memang melemah, tetapi tak ada yang lebih besar dari depresiasi rupiah setidaknya hingga pukul 15:06 WIB.

Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Destry Damayanti menilai pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tak lepas dari sentimen global. Hal itu dikatakan Destry saat menjadi pembicara dalam seminar yang digelar Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

"Memang kalau diperhatikan belakangan ini nilai tukar bukan hanya di Indonesia tapi emerging market juga terus mengalami tekanan," ujar Destry.

Menurut dia, hal itu tak lepas dari analisis-analisis terkini terkait kondisi perekonomian global.

"Bahwa kondisinya (resesi) akan lebih deeper (dalam) dan longer (lama) sehingga terjadilah risk off. Jadi mereka menjauhi kembali instrumen-instrumen ataupun market yang mereka anggap akan membuat risiko tinggi," kata Destry.

Jepang bisa menjadi contoh resesi yang dalam dan pajang yang akan dialami. Negara dengan nilai perekonomian terbesar ketiga di dunia tersebut sudah mengalami resesi pada kuartal I-2020, dan akan makin dalam pada periode April-Juni.

Produk domestik bruto (PDB) Jepang dilaporkan minus 1,7% year-on-year (YoY), setelah minus 0,7% YoY pada kuartal IV 2019. Jepang menjadi negara maju pertama yang mengalami resesi di tahun ini.

Resesi di Jepang masih akan berlanjut di kuartal II-2020, bahkan diprediksi menjadi yang terburuk dalam satu dekade terakhir. Tanda-tandanya yakni ekspor yang terus merosot.

Data yang dirilis Kementerian Keuangan Jepang hari ini menunjukkan ekspor di bulan Juni ambrol 26,2% year-on-year (YoY), lebih besar dari hasil disurvei Reuters terhadap para ekonom yang memprediksi penurunan 24,9%. Penurunan tersebut melanjutkan kinerja negatif bulan Mei yang ambrol 28,3% year-on-year, menjadi yang terburuk sejak September 2009.

Hasil polling Reuters juga menunjukkan perekonomian Jepang diramal akan berkontraksi 5,3% di tahun fiskal 2020, dan akan menjadi yang terburuk sejak tahun 1994.

Selain dari eksternal, Indonesia yang menghadapi risiko resesi juga memberikan tekanan bagi rupiah. Kali terakhir Indonesia mengalami resesi pada tahun 1998 saat terjadi krisis moneter. Sementara saat krisis finansial global 2008, Indonesia masih mampu lepas dari resesi.

Pada Kamis (16/7/2020) Bank Dunia merilis laporan Indonesia Economic Prospects edisi Juli 2020. Laporan itu diberi judul The Long Road to Recovery.

Lembaga yang berkantor pusat di Washington DC (Amerika Serikat) itu memperkirakan ekonomi Indonesia tidak tumbuh alias 0%. Namun Bank Dunia punya skenario kedua, yaitu ekonomi Indonesia mengalami kontraksi -2% pada 2020 jika resesi global ternyata lebih dalam dan pembatasan sosial (social distancing) domestik lebih ketat.

"Ekonomi Indonesia bisa saja memasuki resesi jika pembatasan sosial berlanjut pada kuartal III-2020 dan kuartal IV-2020 dan/atau resesi ekonomi dunia lebih parah dari perkiraan sebelumnya," tulis laporan Bank Dunia

Di saat yang sama pada sore hari, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan memperpanjang pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi selama 14 hari, akibat penyebaran kasus penyakit virus corona yang masih cukup tinggi. PSSB transisi yang terus diperpanjang tersebut berisiko membuat pemulihan ekonomi Indonesia berjalan lebih lambat dan lama.

Juli merupakan awal kuartal III-2020, jika PSBB transisi terus berlanjut, artinya masih belum semua sektor ekonomi yang dibuka, maka ada risiko pertumbuhan ekonomi minus, seperti yang diramal oleh Bank Dunia. Maklum saja, DKI Jakarta berkontribusi sebesar 29% terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional di tahun 2019.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, sebelumnya memperkirakan ekonomi April-Juni akan terkontraksi dalam kisaran -3,5% hingga -5,1%.

Sementara PDB kuartal III-2020 diramal di kisaran -1% sampai 1,2%. Itu artinya memang ada risiko Indonesia mengalami resesi di kuartal III-2020 nanti. Rupiah pun mengalami tekanan.

Related

News 7722511899940862069

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item