Polemik di Balik Penggunaan Teknologi untuk Mengendalikan Wabah Corona (Bagian 1)

Polemik di Balik Penggunaan Teknologi untuk Mengendalikan Wabah Corona, naviri.org, Naviri Magazine, naviri majalah, naviri

Naviri Magazine - “Pikirkanlah bagaimana kehidupanmu di tengah pandemi di Amerika tanpa Amazon, sebagai contoh,” pinta Eric Schmidt, mantan Pemimpin Eksekutif Google, dalam Economic Club of New York, acara yang disiarkan langsung melalui streaming.

Jason Del Rey, dalam laporannya untuk Recode, menyebutkan bahwa Amazon semakin berjaya sejak warga Amerika Serikat diperintahkan untuk tetap tinggal di rumah demi menghindari COVID-19.

Pada masa normal, Amazon menguasai 40 persen total transaksi ritel online di AS. Menurut perkiraan, nilai belanja konsumen Amazon selama pandemi meningkat hingga 35 persen. Karena peningkatan yang signifikan itu, Amazon merekrut 80.000 pekerja baru di saat banyak bisnis lain terhantam.

"Mari kita sedikit bersyukur bahwa perusahaan-perusahaan ini mendapatkan modal, melakukan investasi, dan kemudian membangun perangkat yang kita gunakan sekarang,” ucap Schmidt.

“Bayangkan, bagaimana realitas yang sama di tengah pandemi, tetapi tanpa perangkat-perangkat teknologi ini (Amazon, Zoom, aplikasi pengiriman makanan, dan lainnya)?” tutup Schmidt.

Di tengah pandemi yang telah menewaskan banyak orang di dunia, dan jutaan lainnya diperintah untuk tetap tinggal di rumah demi menekan tingkat penyebaran Corona, penggunaan beragam alat-alat teknologi meningkat.

Slack, aplikasi kerjasama tim, memecahkan rekor jumlah pengguna dengan 12,5 juta pengguna aktif sejak masifnya kampanye Work From Home (WFH). Zoom, aplikasi telekonferensi video, yang kemungkinan namanya tidak pernah didengar sebelum Corona, kini memiliki 200 juta pengguna aktif harian, meningkat dari 10 juta pengguna di 2014.

Sebagaimana Amazon di AS, di Indonesia tiga e-commerce Tokopedia, Shopee, dan Bukalapak, mengalami kenaikan permintaan penjualan sembako hingga 400 persen, seminggu pasca status PSBB diumumkan pemerintah, dengan nilai transaksi mencapai Rp4,1 miliar.

Di sisi lain, sebagai kekuatan besar di dunia teknologi, Apple dan Google ingin melangkah lebih jauh untuk mencoba memperlambat laju penyebaran Corona.

Sebagaimana diumumkan melalui laman resmi masing-masing, Apple-Google bekerjasama membangun aplikasi pelacakan COVID-19, yang akan disematkan pada dua sistem operasi mobile terpopuler saat ini, iOS dan Android, melalui toko aplikasi App Store dan Google Play.

Dalam dokumen teknis aplikasi pelacakan penyebaran COVID-19, aplikasi akan menggunakan teknologi Bluetooth, ketika seseorang yang telah menggunakan aplikasi bertemu/berinteraksi dengan orang lain yang juga menggunakan aplikasi.

Aplikasi pelacakan Apple-Google di kedua ponsel orang yang berinteraksi itu akan saling mengirimkan Tracing Key, semacam kode unik sebesar 16-bit yang mengidentifikasi seorang pengguna, via Bluetooth. Lantas, Tracing Key itu disimpan di ponsel masing-masing.

Begitupun seterusnya. Tracing Key akan dikirim-diterima atas setiap interaksi yang terjadi. Di penghujung hari, kumpulan Tracing Key diubah ke dalam bentuk Daily Tracing Key yang telah dienkripsi.

Ketika, katakanlah, orang yang pernah berinteraksi/ditemui divonis positif terkena SARS-CoV-2, virus di balik COVID-19, otoritas kesehatan yang telah bekerjasama dengan Apple-Google akan memberikan formulir digital dan kemudian kumpulan Daily Tracing Key milik orang yang divonis terkena Corona itu diunggah ke server Apple-Google.

Melalui server Apple-Google, Daily Tracing Key di-dekripsi (decrypt), dan kemudian ponsel yang menyimpan Tracing Key milik orang yang positif cterkena COVID-19 akan mengeluarkan peringatan serta petunjuk apa yang harus dilakukan.

Apple dan Google berjanji aplikasi ciptaan mereka tidak akan mengungkap siapa sosok orang yang positif terkena Corona. Semua pertukaran data yang terjadi dienkripsi. Dan enkripsinya akan berubah setiap 15 menit.

Presiden AS Donald Trump menyebut aplikasi pelacakan buatan Apple dan Google itu “sangat menarik”. Meski demikian ia mengakui bahwa “ada banyak pihak yang khawatir soal kebebasan mereka terenggut oleh si aplikasi.” Atau, dengan kata lain, khawatir kebebasan mereka direnggut Apple dan Google.

Kekhawatiran yang jelas memiliki dasar.

Apple berubah, Google sama saja

“What happens on your iPhone, stays on your iPhone,” kata sebuah pepatah modern.

Di saat banyak perusahaan internet diterpa isu privasi, Apple, melalui iklan billboard yang dipasang di Las Vegas menjelang pagelaran Consumer Electronics Show 2019, menyatakan sikap tegasnya terkait privasi. Pada 2016, Apple pernah menolak permintaan FBI untuk membuatkan “backdoor” di iPhone.

Bahkan, Tim Cook, panglima Apple, menegaskan bahwa privasi adalah "salah satu hak asasi manusia yang mendasar”. Di lain waktu, ia bahkan pernah berujar: “Timbunan data pengguna membuat kaya si penimbun.” Ia mengkritik model bisnis yang dijalankan Google dan Facebook.

Facebook dan Google memang hidup dari data penggunanya. Pada 2018, dengan menawarkan “personalized ads,” Facebook memperoleh uang senilai $23 miliar dari pasar iklan digital AS. Sementara Google, unggul dengan pundi-pundi sebanyak $42 miliar.

Sejak bersama Google menciptakan alat pelacak COVID-19, Apple bak menelan ludah sendiri.

Di sisi lain, dalam keseharian, Google memang perusahaan yang selalu berupaya mengumpulkan berbagai data penggunanya. Google Maps, peta digital ala Google, saban hari mendata ke mana saja penggunanya pergi.

Aplikasi ini memang gratis digunakan siapa saja. Namun, aplikasi yang diprediksi Morgan Stanley akan mendulang $11 miliar pendapatan bagi Google di tahun 2023, menarik bayaran bukan dengan uang bagi pengguna awam, melainkan dengan jejak digital: data.

Baca lanjutannya: Polemik di Balik Penggunaan Teknologi untuk Mengendalikan Wabah Corona (Bagian 2)

Related

Technology 3104406536651792547

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item