Vaksin Covid-19 Ditemukan, Kapan Vaksinasi Dunia Bisa Dilakukan?

 Vaksin Covid-19 Ditemukan, Kapan Vaksinasi Dunia Bisa Dilakukan? naviri.org, Naviri Magazine, naviri majalah, naviri

Naviri Magazine - Duo perusahaan farmasi global AstraZeneca dan Moderna menjadi pionir dan mencatatkan progres paling signifikan dalam pengembangan vaksin untuk Covid-19.

Meski kedua perusahaan tersebut sudah menemukan vaksin yang efektif untuk Covid-19, mewujudkan vaksinasi global tetap bukanlah pekerjaan mudah dan membutuhkan waktu bertahun-tahun.

Moderna mengembangkan kandidat vaksin Covid-19 yang diberi nama mRNA-1273. Kini mRNA-1273 sedang diuji klinis di tahap dua. Rencananya pada pertengahan Juli nanti mRNA-1273 akan masuk ke tahap uji klinis fase ketiga.

Perusahaan yang berbasis di Massachusets, AS tersebut berencana untuk menyediakan vaksin Covid-19 100 mikrogram dengan dosis mencapai 1 miliar di tahun depan.

Berbeda dengan Moderna, AstraZeneca kini sudah menguji vaksin buatannya yang diberi nama AZD1222 itu sampai di tahap uji klinis fase III. Perusahaan farmasi yang bermarkas di Cambridge, Inggris itu menggandeng Universitas Oxford untuk mengembangkan vaksinnya.

AstraZeneca juga sudah terikat perjanjian dengan Eropa melalui Inclusive Vaccine Alliance (IVA) yang dipelopori oleh Jerman, Perancis, Italia dan Belanda untuk memasok vaksin sebanyak 400 juta dosis di akhir tahun ini.

AstraZeneca juga memiliki kesepakatan serupa dengan AS, Inggris, Coalition for Epidemic Preparedness Innovations (CEPI) dan Gavi untuk menyediakan 700 juta dosis vaksin dan sepakat untuk menyediakan 1 miliar dosis lainnya dengan Serum Institute of India untuk memasoknya ke negara dengan pendapatan rendah-menengah.

Jika ditotal maka kapasitas produksi AstraZeneca mencapai 2 miliar dosis dalam setahun. Ditambah dengan kapasitas Moderna sebesar 1 miliar dosis dalam setahun, maka secara total kapasitasnya menjadi 3 miliar.

Apabila mengacu pada timeline pengembangan vaksin terbaru, maka dibutuhkan waktu sekitar 12-18 bulan. Artinya vaksin paling tidak akan tersedia di akhir tahun ini atau awal tahun depan.

Dengan total kapasitas produksi 3 miliar, populasi penduduk bumi sebanyak 7,8 miliar dan vaksinasi dilakukan menggunakan dosis tunggal, maka berdasarkan skenario tersebut populasi penduduk bumi yang akan tervaksinasi masih kurang dari setengah dari total.

Ini benar-benar hitungan kasar saja dengan tidak mempertimbangkan beberapa hal seperti negara-negara yang cenderung menimbun stok karena sudah memesan terlebih dahulu. Sehingga skenario tersebut masih sangat optimistis.

Dr. Patrick Soon-Shiong, CEO dari perusahaan bioteknologi bernama ImmunityBio dan NantKwest, mengatakan bahwa pertanyaan terbesarnya sekarang adalah seberapa lama durasi imunitas yang ditimbulkan oleh vaksinasi, sebagaimana dikutip dari Healthline.

Pasalnya durasi imunitas juga sangat menentukan berapa banyak dosis vaksin yang dibutuhkan hingga waktu yang dibutuhkan untuk melakukan vaksinasi secara menyeluruh ke berbagai penjuru dunia.

Ketika seseorang mengembangkan antibodi terhadap virus flu yang juga disebabkan oleh virus corona jenis lain, biasanya proteksi tersebut hanya akan berlangsung kurang dari 1 tahun. Sehingga setiap orang membutuhkan vaksinasi Covid-19 setiap tahunnya.

Soon-Shiong menambahkan bukan hanya platform vaksin saja yang mempengaruhi durabilitas dan imunitas tetapi juga bagian dari virus yang ditarget oleh vaksin. Saat ini bagian virus yang digunakan sebagai target untuk vaksinasi adalah protein spike yang berada di permukaan virus.

Ujung-ujungnya populasi penduduk bumi yang berpotensi tervaksinasi ketika dua perusahaan tersebut merilis vaksinnya hanya sekitar 38% saja itupun dengan asumsi single dose, dengan mengesampingkan tantangan yang dihadapi selama proses uji klinis, produksi secara masal hingga distribusinya yang berpengaruh terhadap harga.

Realita di lapangan pasti lebih kompleks daripada asumsi. Ada banyak faktor yang mempengaruhi seberapa banyak populasi bumi yang dapat divaksinasi. Aspek tersebut mulai dari aspek teknis hingga ekonomis.

Dari sisi aspek teknis perlu dihitung juga probabilitas lolosnya berbagai semua kandidat vaksin yang tersedia hingga saat ini untuk lolos hingga tahap akhir. Sampai dengan 28 Juni lalu ada 148 kandidat vaksin. Sebanyak 17 kandidat sudah masuk uji klinis. Kandidat terkuat adalah AstraZeneca dan Moderna.

Namun hal yang juga membuat situasi semakin kompleks adalah timeline pengembangan vaksin sangat dipadatkan karena tuntutan berbagai pihak dan melihat urgensi yang ada. Dalam keadaan normal tak terdesak pengembangan vaksin umumnya membutuhkan waktu 5-8 tahun.

Dengan timeline 12-18 bulan artinya banyak tahap yang dilakukan secara paralel tidak linear dan berurutan seperti dalam keadaan normal. Maka risiko teknis dan finansial menjadi semakin besar.

Kalaupun vaksin berhasil lolos dan disetujui oleh otoritas medis, maka tantangan selanjutnya yang harus dihadapi adalah manufacturing cost. Biaya pembuatan vaksin yang besar akan membuat harga vaksin menjadi mahal.

Meski ada mekanisme subsidi silang tetap saja hal ini mempengaruhi keterjangkauan harga dan berujung pada ketimpangan setiap negara dalam mengakses vaksin. Belum lagi memperhitungkan berbagai constraint dalam bidang logistik.

Sebagai virus yang memiliki materi genetik berupa RNA, maka laju mutasinya cenderung tinggi. Ini berarti efektivitas vaksin dan durabilitas imunitas berpotensi menjadi lebih pendek. Mempertimbangkan semua itu, maka probabilitas melakukan vaksinasi global terhadap 38% populasi penduduk dunia masih terbilang terlalu optimis.

Related

Science 6638387622981399993

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item