Media-media Asing Soroti Penanganan Wabah Corona di Indonesia (Bagian 1)
https://www.naviri.org/2020/08/media-media-asing-soroti-penanganan-page-1.html
Naviri Magazine - Pemerintahan Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo beberapa kali menjadi sasaran kritik media asing, khususnya dalam penanganan pandemi penyakit akibat virus corona atau Covid-19.
Gelombang kritik ini mulai tinggi sejak wabah virus corona merebak ke berbagai belahan dunia pada Februari lalu. Berikut beberapa di antaranya:
The New York Times
Pada 11 Februari, gelombang skeptis media asing dimulai dengan pemberitaan The New York Times (NYT) bertajuk "Indonesia Has No Reported Coronavirus Cases. Is That the Whole Picture?".
Dalam berita itu, NYT melaporkan bahwa pakar kesehatan mempertanyakan kebenaran Indonesia belum melaporkan satu pun kasus, sementara negara Asia lainnya sudah.
Indonesia memang belum mengonfirmasi kasus virus corona pertama hingga awal Maret. Sementara itu, negara tetangga, seperti Malaysia dan Singapura, sudah mencatat kasus pertama pada akhir Januari.
Pada 28 Mei, dalam artikel berjudul "'It's Too Late': In Sprawling Indonesia, Coronavirus Surges", NYT juga menggarisbawahi kemungkinan penularan Covid-19 di Indonesia bisa menjadi tidak terkendali.
Saat itu, pemerintah sudah menerapkan pembatasan sosial, tapi penambahan infeksi virus corona di Indonesia kian cepat hingga melampaui 20 ribu kasus dan lebih dari 1.440 kematian.
Namun, pemerintah Indonesia menyatakan bahwa pembatasan sosial nasional harus dilonggarkan untuk menyelamatkan ekonomi.
"Jika orang tidak makan dan mereka sakit, itu akan menjadi lebih buruk," kata Presiden Joko Widodo dalam pertemuan dengan sejumlah media asing.
Namun, NYT menyoroti fakta bahwa rumah sakit di Indonesia tidak mampu menyediakan jenis perawatan sebagaimana yang ditawarkan negara lain. Pembatasan perjalanan yang diberlakukan pada akhir April pun belum diterapkan dengan ketat karena banyak celah.
Dalam berita itu, pemerintah Indonesia diharapkan seharusnya sudah dapat mengantisipasi, terutama setelah melihat negara-negara tetangga mencatat peningkatan kasus corona. Namun, sejumlah pejabat Indonesia malah bertindak seolah-olah negaranya kebal virus corona.
NYT juga menyoroti bahwa bahkan ketika salah satu menteri terinfeksi virus corona, para pejabat masih terkesan menyepelekan. Menurut NYT, Menteri Kesehatan RI, Terawan Agus Putranto, bahkan menyebut bahwa doa dapat menangkal virus.
Presiden Jokowi akhirnya mengakui bahwa pemerintah memang tidak mengungkapkan kondisi sebenarnya kepada publik untuk menghindari kepanikan.
Tak sampai di situ, pada 31 Juli, NYT juga melansir tulisan bertajuk "In Indonesia, False Virus Cures Pushed by Those Who Should Know Better". Dalam tulisan itu, NYT menyoroti kekacauan informasi yang disampaikan oleh pemerintah dan influencer.
Pertama, menteri pertanian mempromosikan penggunaan kalung berisi ramuan kayu putih untuk menyembuhkan Covid-19. Menurutnya, kalung itu dapat membunuh 80 persen partikel virus dalam waktu setengah jam ketika dikenakan.
Pedangdut Iis Dahlia kemudian mempromosikan penggunaan kalung itu melalui unggahan di Instagram. Ia mengaku bangga memakai kalung itu.
Tak mau kalah, Gubernur Bali I Wayan Koster juga mempromosikan pengobatan lokal, yakni menghirup uap arak rebus (minuman beralkohol tradisional yang terbuat dari kelapa). Dia juga merekomendasikan untuk menambahkan sedikit minyak kayu putih.
Sejumlah influencer lainnya juga menebar informasi keliru di media sosial, termasuk rumor bahwa termometer inframerah menyebabkan kerusakan otak.
Menurut NYT, pemerintah mengalami kesulitan menyampaikan pesan berbasis sains yang konsisten tentang virus corona dan Covid-19 di tengah ketidakstabilan akibat pandemi.
Saat berita itu ditulis, angka virus corona di Indonesia sudah melampaui 108 ribu kasus dan lebih dari 5.130 kematian, melewati China dalam dua kategori tersebut.
Meski angka corona melejit, menurut NYT sebanyak 70 persen orang di Indonesia masih bepergian tanpa masker dan mengabaikan jarak sosial karena kesimpangsiuran informasi.
Disebutkan pula, Presiden Jokowi awalnya meremehkan pandemi dan menyampaikan pesan beragam. Pada Maret, dia mengakui sudah menyesatkan publik tentang virus itu untuk mencegah kepanikan.
Dia juga dianggap lamban dalam menutup bisnis, sekolah, dan membatasi perjalanan, tapi dengan cepat mencabut pembatasan, bahkan ketika kasus terus meningkat.
Pada Mei, Jokowi mengatakan Indonesia harus belajar hidup dengan virus tersebut. Namun, sebulan kemudian, dia mengancam akan memecat menteri kabinet karena tidak berbuat lebih banyak untuk mengendalikan pandemi.
Lalu pada Juli, dia menyerukan kampanye nasional untuk mempromosikan disiplin yang lebih baik dalam menjaga jarak sosial, memakai masker, dan mencuci tangan.
Baca lanjutannya: Media-media Asing Soroti Penanganan Wabah Corona di Indonesia (Bagian 2)