Sejarah dan Asal Usul Gelar Profesor: Siapa saja yang Boleh Menyandangnya (Bagian 1)

Sejarah dan Asal Usul Gelar Profesor: Siapa saja yang Boleh Menyandangnya naviri.org, Naviri Magazine, naviri majalah, naviri

Naviri Magazine - Di Eropa Barat, profesor adalah gelar akademik tertinggi di suatu perguruan tinggi. Sementara di AS, profesor adalah jabatan fungsional.

Hadi Pranoto menjadi perbincangan hangat belakangan ini. Namanya viral usai berdialog dengan Anji dan mengklaim diri sebagai ahli mikrobiologi yang berhasil menciptakan obat Covid-19. Dalam dialog yang sempat mengudara lewat akun Youtube Dunia Manji—sebelum akhirnya di-takedown, Anji beberapa kali menyapa Hadi dengan julukan “Profesor” atau “Prof.”

Banyak warganet lantas mempertanyakan kredibilitasnya, karena Hadi sendiri enggan membuka riwayat pendidikannya. Dia justru mengaku mendapat julukan profesor dari teman-temannya. Padahal, atribut profesor atau guru besar sejatinya tidak bisa digunakan sembarangan.

Di Indonesia, ada persyaratan khusus yang wajib dilalui seorang akademisi untuk mendapat gelar profesor. Rahardjo Darmanto Djojodibroto dalam Tradisi Kehidupan Akademik (2004: 29) menjelaskan bahwa profesor bukanlah derajat akademik, melainkan suatu jabatan yang erat kaitannya dengan kedudukan seseorang di perguruan tinggi.

“Seseorang mendapat sebutan profesor setelah ditelaah kualifikasi akademiknya dan diwajibkan untuk membacakan pidato ilmiahnya di hadapan senat guru besar dan sivitas akademika,” papar Rahardjo.

Berbeda dengan sistem yang diterapkan di Indonesia saat ini, atribut profesor pada dasarnya lahir dari hak-hak istimewa golongan intelektual dan pemuka agama. Evolusi sistem pendidikan tinggi yang terjadi di Amerika pada permulaan abad ke-20 lantas berperan menciptakan jenjang karir akademik dengan jabatan profesor sebagai puncaknya.

Bermula dari hak istimewa

Di beberapa negara Eropa Barat, julukan profesor—di luar lingkup pendidikan tinggi—ada kalanya digunakan untuk menyebut guru sekolah formal atau pengajar di lembaga keagamaan. Jika dirunut ke masa lalu, julukan profesor pada awalnya memang digunakan untuk menyebut orang-orang yang ahli di bidang agama.

Kata profesor berasal dari bahasa Latin profiteor yang memiliki arti “untuk berbicara di depan” atau “untuk mengakui sebuah klaim.” Pada pertengahan abad ke-14, kata profess digunakan oleh pelayan gereja di Inggris saat menyatakan sumpah keagamaan. Seiring waktu, maknanya meluas dan mencakup mereka yang mengaku ahli dalam suatu bidang keilmuan.

Evolusi profesor dari gelar pemuka agama menjadi gelar akademik dipercaya baru terjadi pada kurun 1540-an. Ketika itu, Raja Henry VIII dari Inggris mendirikan sebuah dewan beranggotakan lima orang profesor. Masing-masing dari mereka membawahi satu bidang khusus, yaitu keagamaan, hukum sipil, kedokteran, bahasa Ibrani dan Yunani. Gelar profesor pada masa itu hanya bisa disandang kepala kantor pengajaran yang dipilih dan diangkat oleh raja.

Sistem pengangkatan profesor mulai direformasi oleh William Carstares saat dirinya menjadi kepala Universitas Edinburgh pada permulaan abad ke-18. Gelar profesor berubah menjadi peringkat tertinggi yang diberikan kepada akademisi berpengalaman di satu bidang keilmuan. Seorang akademisi paling terkemuka tidak jarang mendapat keistimewaan digelari profesor.

Di Inggris modern, jenjang karir menuju posisi profesor sangat dipengaruhi oleh catatan publikasi dan pengalaman mengajar. Seorang dosen universitas setidaknya wajib menerbitkan dua buku dan lulus tahap evaluasi nasional sebelum berhak menyandang atribut profesor. Selain kualitas kerja, pengukuhan seorang profesor juga sangat bergantung pada kondisi keuangan universitas tempatnya mengabdi.

Di Amerika, profesor adalah jabatan

Sementara itu, di Amerika Utara, gelar profesor didapat melalui sistem tenure atau masa jabatan. Caitlin Rosenthal melalui artikelnya yang diterbitkan dalam Journal of Academic Freedom (2011) menjelaskan bahwa sistem ini dibuat untuk menjamin keamanan dan otonomi kerja seorang profesor pada masa Depresi Besar 1930-an.

“Karena Amerika Serikat yang baru saja bangkit dari Depresi Besar, sistem tenura menjadi hal pertama dan paling penting sebagai perlindungan bagi para profesor,” ungkap Rosenthal.

Asisten Profesor di Departemen Sejarah Universitas Berkeley ini juga menyebut bahwa berkat sistem tersebut penyerapan pengajar berkualitas ke dalam posisi profesor mengalami peningkatan.

Baca lanjutannya: Sejarah dan Asal Usul Gelar Profesor: Siapa saja yang Boleh Menyandangnya (Bagian 2)

Related

News 4992138413825612216

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item