Setelah Diamuk Corona, Kini 20 Lebih Negara Terhempas Resesi Ekonomi

Setelah Diamuk Corona, Kini 20 Lebih Negara Terhempas Resesi Ekonomi, naviri.org, Naviri Magazine, naviri majalah, naviri

Naviri Magazine - Pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) benar-benar kejam. Sudah ratusan ribu orang di seluruh dunia kehilangan nyawa akibat virus yang awalnya menyebar di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China itu. Tidak puas sampai di situ, virus corona juga mengobrak-abrik seluruh sendiri kehidupan masyarakat, termasuk ekonomi.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat jumlah pasien positif corona di seluruh negara mencapai 21.294.845 orang. Dari jumlah tersebut, sebanyak 761.779 orang meninggal dunia.

Belum pernah dunia berhadapan dengan wabah dengan skala semasif ini sejak flu Spanyol pada awal abad ke-20. Oleh karena itu, para pemimpin dunia dibuat tergagap-gagap dalam menentukan upaya pencegahan. Mau bagaimana lagi, wong belum ada pengalaman sebelumnya.

Namun yang jelas virus akan sangat mudah menyebar ketika jarak antar-manusia semakin dekat. Butiran droplet berukuran mikroskopis bisa menjadi wadah pembawa virus yang menyebar dari seseorang ke orang lain.

Jadi, ditetapkanlah upaya untuk meredam ruang gerak virus corona dengan pembatasan sosial (social distancing). Sebisa mungkin warga jangan keluar rumah. Sebab segala bentuk aktivitas, terutama jika berinteraksi dengan orang lain, akan meningkatkan risiko infeksi.

Saat miliaran penduduk bumi terpaksa bekerja, belajar, dan beribadah di rumah, maka aktivitas ekonomi mati suri. Mau itu permintaan, mau itu penawaran, semua mampet. Roda ekonomi seakan berhenti berputar karena masyarakat lebih banyak rebahan.

Hasilnya, agregat ekonomi yang dicerminkan oleh Produk Domestik Bruto (PDB) menyusut. Pertumbuhan negatif alias kontraksi terjadi di mana-mana. Ketika kontraksi terjadi dalam periode dua kuartal beruntun, itu namanya resesi.

Satu per satu negara berjatuhan ke jurang resesi. Negara maju, berkembang, sampai miskin semua mengalami. Berikut adalah daftar sejumlah negara yang sudah masuk teritori resesi:

Akan tetapi, sepertinya kuartal II-2020 adalah titik nadir, kerak neraka. Sebab mulai Mei-Juni, banyak negara mulai mengendurkan social distancing. Masyarakat kembali bisa beraktivitas di luar rumah, meski harus tunduk terhadap protokol kesehatan.

Sedikit demi sedikit roda ekonomi mulai berputar lagi.

Tanda yang paling terlihat adalah optimisme dunia usaha, yang tercermin dalam Purchasing Managers' Index (PMI). Indeks ini adalah salah satu indikator awalan (leading indicator) untuk meneropong bagaimana prospek perekonomian dalam beberapa bulan ke depan.

PMI menggunakan angka 50 sebagai titik start. Kalau angkanya di atas 50, artinya dunia usaha sudah percaya diri dan siap berekspansi.

JPMorgan dan IHS Markit melaporkan, PMI manufaktur dunia pada Juli berada di 50,3. Sudah berada di atas 50 dan menjadi yang tertinggi dalam enam bulan terakhir.

PMI manufaktur terdiri dari tujuh sub-indeks. Pada Juli, seluruhnya mencatatkan perbaikan dibandingkan bulan sebelumnya.

"Angka PMI Juli mengindikasikan bahwa proses pemulihan yang dimulai pada Mei terus berlanjut. Bahkan sejumlah komponen pembentuk PMI sudah kembali ke level sebelum pandemi," sebut Olya Borichevska, Ekonom JPMorgan, dalam siaran tertulis.

Bagaimana dengan perkiraan PMI manufaktur Agustus? Apakah tren pemulihan bisa dipertahankan?

Bisa. Angka pembacaan awal PMI manufaktur Agustus akan dirilis akhir pekan ini. Namun Trading Economics sudah memberi perkiraan bahwa pencapaian di sejumlah negara akan meningkat dibandingkan Juli.

Misalnya di Jepang. PMI manufaktur Negeri Matahari Terbit pada Juli adalah 45,2. Trading Economics memperkirakan angka pembacaan awal untuk Agustus berada 49.

Kemudian Amerika Serikat (AS). Skor PMI manufaktur AS bulan lalu adalah 50,9, dan bulan ini diperkirakan naik menjadi 52. Industriawan di Negeri Paman Sam sepertinya semakin pede.

Akan tetapi, pemulihan ini masih mengandung tanda tanya besar. Bagaimana pun, pandemi virus corona adalah masalah kesehatan. Ketika aspek kesehatan memburuk, seperti terjadi lonjakan kasus baru, maka bukan tidak mungkin social distancing kembali diketatkan demi menyelamatkan nyawa.

"Untuk mengembalikan kapasitas produksi yang hilang selama setengah tahun ini tentu butuh waktu. Apalagi jika proses pemulihan terganggu oleh kembalinya berbagai pembatasan," lanjut Borischevska.

Related

News 4787423896368299110

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item