Wartawan atau Jurnalis ternyata Profesi yang Berisiko Tinggi bagi Kesehatan Mental

Wartawan atau Jurnalis ternyata Profesi yang Berisiko Tinggi bagi Kesehatan Mental, naviri.org, Naviri Magazine, naviri majalah, naviri

Naviri Magazine - Beberapa tahun terakhir, ada banyak jurnalis yang secara terang-terangan menceritakan efek dari pekerjaan mereka yang mengganggu kesehatan mental. Pada 2014, kontributor Majalah Elle, Glynnis Macnicol, menulis artikel yang berhasil menerangkan secara gamblang rasanya mengalami keletihan mental akibat tekanan profesi jurnalis.

Setahun berikutnya, Huffington Post merilis laporan berseri dalam lima bagian tentang kesehatan mental di dalam ruang redaksi, seorang reporter kawakan Mac McLelland menerbitkan sebuah buku tentang pengalamannya bergelut dengan PTSD, setelah dia meliput gempa bumi di Haiti.

Patut juga kita simak Gene Demby dari NPR yang menulis pengalamannya sebagai jurnalis kulit hitam selama melaporkan berita rutin tentang kematian etnisnya sendiri. Dibanding berita-berita lain di media, artikel-artikel tentang kesehatan mental para jurnalis memang belum mendapatkan banyak perhatian. Paling tidak percakapan antar sesama jurnalis soal kesehatan mental mulai terjadi.

Para ahli psikologi dan neurosains sejak lama mengatakan jurnalisme tertinggal jauh dari profesi lain dalam hal penanganan trauma. Guru Besar Bidang Psikologi dari University of Toronto, Anthony Feinstein, pernah mengadakan penelitian tentang kesehatan mental para jurnalis di seluruh dunia, diterbitkan oleh Nieman Report.

Responden berasal dari Meksiko, Iran, Kenya hingga para kontributor media-media di medan perang. Dalam penelitian itu Feinsetein mengaku mulai tertarik mendalami topik ini sejak akhir 1990-an.

Belakangan, penelitian tentang kesehatan mental jurnalis mulai lebih banyak dilakukan, setidaknya di Amerika Serikat dan Eropa. Dart Center dari Columbia University memiliki banyak informasi yang luar biasa tentang topik ini—tapi budaya kerja yang mendukung wartawan menghadapi risiko depresi dan stres masih sangat kurang dan tertinggal dibanding profesi lainnya.

"Kepolisian, pemadam kebakaran, atau pekerja kantor pos memiliki kultur organisasi yang lebih kuat dan pemahaman lebih baik tentang dampak negatif dari profesi mereka dan bagaimana harus mendukung kesehatan mental para pekerjanya," kata Elana Newman, profesor psikologi dari University of Tulsa sekaligus direktur penelitian di Dart Center. "Rasanya lebih mudah membicarakan kesehatan mental dengan personel militer AS dibanding dalam profesi jurnalisme."

"Stigma yang menyelimuti kesehatan mental dalam dunia jurnalisme sangat besar," imbuh Elana.

"Sebagai seorang jurnalis, Anda diharap selalu siap melaporkan tentang trauma. Anda ditekan agar tidak menjadi penderita trauma itu sendiri," kata Gabrial Arana, jurnalis lepas yang mengedit seri artikel kesehatan mental di Huffington Post.

"Akibatnya, banyak rekan jurnalis menganggap ada semacam kewajiban profesional agar selalu kuat ketika mereka menderita, ketika mereka letih, atau mengalami depresi."

Dia mengatakan kesan bahwa jurnalis harus menjadi manusia super yang bisa mengamati secara obyektif, tidak merasakan emosi apapun terhadap topik yang mereka liput, "sesungguhnya tidak benar dan justru membahayakan."

Industri media kini juga sedang dalam posisi tertekan. Presiden Donald Trump menuding media massa sebagai "musuh warga Amerika."

Jurnalisme adalah sebuah industri yang konon mengalami 'senjakala'. Ratusan ribu lapangan kerja di industri media cetak hilang begitu saja beberapa dekade terakhir. Perusahaan yang tersisa saat ini kadang tidak bisa menggaji layak, nominalnya bahkan tak sampai upah rata-rata tahunan.

Menjadi seorang jurnalis memaksamu menyerap informasi mengenai bermacam aspek terburuk manusia. Mulai dari korupsi, perubahan iklim, kejahatan, pelecehan seksual, dan masih banyak lagi. Ini adalah pekerjaan yang kerap dihantui tenggat, kompetisi, dan ekspektasi dari atasan di redaksi agar karya kita selalu "mendominasi percakapan di media sosial."

Satu dari berbagai macam faktor itu dapat mempengaruhi pikiran seseorang yang sehat dan kalem sekalipun, jika dia terus menerus bergelut dalam profesi jurnalis. Bayangkan kalau semua faktor negatif tadi muncul bersamaan—hasilnya akan muncul medan perang psikologis dalam kepala.

Related

Psychology 1218670725204626930

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item