Belajar dari Melambungnya Harga Masker, Pemerintah Harus Atur Harga Vaksin

Belajar dari Melambungnya Harga Masker, Pemerintah Harus Atur Harga Vaksin, naviri.org, Naviri Magazine, naviri majalah, naviri

Naviri Magazine - Ketua Pelaksana Harian Komite Penanggulangan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, Erick Thohir, menyatakan harga vaksin corona diserahkan ke penjual atau produsen. Itu artinya, harga jualnya tidak diatur pemerintah, tapi ada tim yang akan mengawasi penjualan vaksin agar tidak dimanfaatkan orang yang ingin ambil untung banyak.

Menurut Erick, diserahkannya harga vaksin di Indonesia ke penjual karena bukan buatan dalam negeri. Vaksin corona yang dijual juga tidak hanya satu jenis, jadi harganya sangat dinamis.

Komisioner Ombudsman RI Alvin Lie berpendapat, pemerintah harus mengatur harga vaksin agar tidak meroket seperti harga masker yang pernah melonjak gila-gilaan saat virus corona baru masuk. Pengaturan harga ini juga agar adil bagi seluruh rakyat dan menghindari aksi borong oleh orang kaya.

"Jadi, kalau pemerintah masih mengacu ke Pancasila, ya harus diatur (harganya). Misalnya yang tidak mampu itu disubsidi, oke. Tapi yang kaya juga harus dibatasi, harganya berapa, pengaturannya bagaimana supaya tidak terjadi aksi borong, ya (seperti masker). Harus ada keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia," kata dia saat dihubungi.

Menurut Alvin, negara harus dan berhak mengatur harga vaksin corona karena proses impornya atas campur tangan pemerintah. Misalnya pengadaan vaksin Sinovac di Indonesia yang merupakan hasil lobi pemerintah ke China.

"Jadi saya menilai kurang bijak kalau pemerintah melepaskan (harganya) pada mekanisme pasar. Vaksin Sinovac dan (diproduksi) Bio Farma ini ada lobi government to government, bukan business to business," lanjutnya.

Harus Jelas Kriteria Si Kaya dan Si Miskin

Alvin sepakat terhadap rencana pemerintah yang menggratiskan vaksin corona bagi rakyat miskin dengan mengacu pada peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) BPJS Kesehatan.

Tapi, harus diperjelas secara spesifik kriteria orang miskin dan kaya dalam mendapatkan vaksin ini. Dia khawatir orang miskin yang tidak terdaftar di BPJS Kesehatan tidak akan mendapatkan vaksin. Atau, rakyat yang bekerja sendiri (wirausaha) yang tidak mendapatkan vaksin seperti karyawan di pabrik.

Dia juga meminta pemerintah mendetailkan rencana vaksinasi ini termasuk alurnya. Untuk mekanisme subsidi juga harus diperjelas apakah semuanya 100 persen, apakah ada yang 50 persen, atau ada warga yang hanya perlu bayar 25 persen saja. Dia khawatir, jika harga ini tidak diatur akan menimbulkan diskriminasi antara yang kaya dan yang tidak mampu tapi tidak memiliki BPJS Kesehatan.

"Pelayanan publik ini kan domain pemerintah. Jadi yang dimaksud orang mampu itu seperti apa? Yang tidak mampu yang bagaimana? Lalu mekanismenya bagaimana? Apakah yang tidak mampu akan diberi kupon agar bisa vaksinasi atau cara lain seperti ada peserta BPJS Kesehatan? Nah yang tidak punya BPJS (tapi miskin) bagaimana?" tuturnya.

Related

News 6762310860178885973

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item