Cari Rumah Sakit untuk Pasien Corona di Jakarta Sangat Sulit, Pria Ini Ceritakan Pengalamannya
https://www.naviri.org/2020/09/cari-rumah-sakit-untuk-pasien-corona-di.html
Naviri Magazine - Hendra (42) berkeluh kesah. Betapa dia mesti adu mulut dengan petugas rumah sakit sebelum akhirnya mendapat ruang perawatan untuk kakaknya, Tini (45), nama samaran, yang positif corona.
Hendra menceritakan pengalamannya ini bisa menjadi pelajaran buat yang lain. Jangan remehkan corona.
"Jadi pagi jam 10, tanggal 16 September kakak saya sudah sakit lemas. Kan memang sakit gula," kata Hendra mengawali cerita.
Kakaknya tinggal di sebuah tempat kos seorang diri di Jakarta Pusat, sedang Hendra bersama keluarga di Depok, Jabar.
Hendra menuturkan, saat keluhan datang, di grup keluarga kakaknya memberi kabar, saat itu kakaknya sudah terbaring lemas.
Kebetulan kakaknya tinggal di tempat kos. Hendra kemudian mengontak ibu kos tempat kakaknya tinggal untuk diantar ke rumah sakit.
"Aku minta tolong ibu kosnya untuk mengantar kakak ke rumah sakit. Di sana dites diabetesnya tinggi sampai 427," tegas dia.
Hendra sempat meminta kakaknya untuk tes swab corona. Tapi kakaknya bersikeras tak mau. Kakak Hendra kebetulan bekerja di salah satu kantor yang tidak WFH.
Akhirnya setelah dipaksa, kakaknya mau untuk menjalani tes corona. Rumah sakit mengabarkan hasil tes akan keluar esok hari tanggal 17 September.
Dengan taksi, Tini, kakak Hendra, pulang diantar ibu kost kembali ke kost. Saat itu kondisi Tini sudah lemas. Ibu kos dengan telaten merawat termasuk menemani di kamar.
"Hasil tes baru diambil malam sama keponakan dan dikasih tahu ke kakak ku jam 9-an malam. Hasil swab dinyatakan positif corona," ujar Hendra.
Keponakan Hendra datang ke tempat kos dan memberi tahu kabar duka ini. Tini kondisinya sudah lemah, namun begitu tahu corona langsung mengisolasi diri.
Ibu kos yang menemani segera memisahkan diri, dan Hendra menawarkan si ibu untuk swab test.
"Tanggal 18 pagi aku kontak beberapa rumah sakit di Jakarta by phone, semua penuh. Keponakan juga aku minta cari rumah sakit," beber dia. “Bahkan di rumah sakit swasta rujukan saya bilang saya bayar berapa pun, si petugas bilang ini bukan soal uang Pak, tapi memang penuh.”
Akhirnya satu hari tak mendapatkan rumah sakit, Hendra mengontak ibu kos yang menemani kakaknya untuk membawa ke Puskesmas di Jakarta Pusat.
Tapi sayangnya, Puskesmas tak banyak membantu. Akhirnya Kakak Hendra seorang diri di Puskesmas, menunggu kerabatnya datang, sedang ibu kos sudah pulang.
"Kakakku bingung soalnya ibu kos yang antar langsung pulang. Sempat ngemper di jalan kakakku, sementara keponakan yang datang belakangan juga enggak berani dekat, hanya fotoin kondisi kakakku," beber Hendra.
Hendra sudah kalut, dia kemudian meminta kakaknya kembali ke kos bersama keponakannya dan diantar ke Puskesmas terdekat dari tempat kos.
Akhirnya dengan sedikit perdebatan pihak Puskesmas memang tak bisa merawat tapi akan membantu untuk membawa ke RS rujukan dan melakukan pendataan.
"Tanggal 19 September dari pagi jam 9 sampai jam 2 siang enggak ada kabar dan informasi apa ambulans jemput apa tidak," kata dia.
Hendra akhirnya berangkat ke Jakarta. Dia keliling ke sejumlah rumah sakit rujukan. Tapi tetap tak ada yang menerima karena penuh, termasuk rumah sakit swasta rujukan.
"Walaupun aku bayar sendiri tetap enggak bisa. Bingung juga waktu itu. Akhirnya aku meluncur ke kos kakakku di Batu Ceper Jakpus. Sampai sana belum juga ada kepastian dan info dari puskesmas kapan dijemput. Dihubungi, enggak bisa tutup setengah hari,” ujar Hendra.
Hendra terus mengontak sejumlah rumah sakit rujukan, tetapi tetap tidak ada yang bisa menampung karena penuh.
Hendra sudah pasrah. Dia berdoa dan berharap ada keajaiban untuk kakaknya yang sudah semakin lemah.
Hingga akhirnya, adik iparnya memberi kabar agar mencoba ke RS Tarakan. Sempat dikabari penuh ruang perawatan, tapi Hendra memohon dan memberi tahu kakaknya sudah semakin lemah.
"Akhirnya bisa diterima. Tapi sebelumnya harus konfirmasi dan lapor ke ambulans. Baru pihak RS bisa terima. Hubungi ambulans saja susah sibuk. Ambulans baru jemput kakakku jam 5-an sore. Itu prosedurnya ribet juga," ujar dia.
“Sekarang susah dan berbelit untuk cari RS untuk pasien COVID, RS alasan sudah penuh semua.”
Hendra berharap kisahnya bisa menjadi pelajaran untuk semua. Betapa kondisi kini semakin darurat. Bila positif corona, yang paling sulit mencari ruang perawatan di rumah sakit.
"Semoga pengalaman saya ini bisa diambil hikmahnya," tutupnya.