Curhat Butet Kartaredjasa: Sakit Hati Lihat Perlakuan Menteri Jokowi kepada Seniman

Curhat Butet Kartaredjasa: Sakit Hati Lihat Perlakuan Menteri Jokowi kepada Seniman, naviri.org, Naviri Magazine, naviri majalah, naviri

Naviri Magazine - Seniman dan budayawan, Butet Kartaredjasa, menceritakan sikap seorang menteri Presiden Jokowi yang telah membuat dirinya dan kalangan seniman bersedih hati di masa pandemi Covid-19 ini.

Kisah itu diceritakan Butet saat Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD yang menyambangi warung makan miliknya, Bu Ageng, di Yogyakarta.

Dalam acara dialog dengan sejumlah seniman dan pembagian bantuan masker oleh Mahfud itu, Butet tak menyebut langsung, siapa menteri yang membuatnya sakit hati. Ia mengaku mendapatkan perlakuan tak mengenakkan saat diundang ke Istana Negara bertemu dengan Jokowi, pertengahan bulan lalu.

Tapi dari penjelasannya kemudian, kejengkelannya itu ditujukan kepada Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif ,Wishnutama lantaran ia menyebutkan bertemu dengan Kemenparekraf.

"Yang membuat saya sedih itu, ketika setelah pertemuan itu saya tanya kepada menterinya, 'Apa kira-kira yang akan dilakukan untuk membantu seniman?'" ujar Butet menirukan pertanyaan yang dilontarkannya kala itu.

Ia menanyakan hal itu usai berlangsung pertemuan dengan Jokowi. Butet menanyakan soal penyaluran bantuan sosial bagi seniman di masa pandemi. Sang menteri langsung menjawab, "Saya sudah mengumpulkan 40 ribu data seniman yang akan segera mendapatkan BLT (bantuan langsung tunai)," ujar Butet menirukan menteri itu.

Butet kecewa dengan pemaknaan Wishnutama bahwa seniman adalah orang-orang populer, terkenal dan kerap menghiasi layar televisi. Pemaknaan yang salah itu, ujungnya membawa pada sikap keengganan negara menghargai seniman. Contohnya saat hendak memberikan bantuan sosial di masa pandemi Covid-19 ini.

Wishnutama mengatakan bahwa sumbangan untuk seniman itu sudah dialihkan ke Kementerian Sosial. Tak terima dengan jawaban itu, Butet membalasnya dengan menjawab bahwa ini bukan sekadar masalah orang berprofesi seniman lantas menerima bantuan sosial.

"Ini masalah sebuah profesi, yang membutuhkan kebanggaan, penghargaan," jawab Butet.

Sebagai pejabat berwenang, Butet menilai seharusnya bantuan sosial itu bisa dikemas dalam program lebih bermartabat dan tetap menghargai profesi seniman. Bukan asal digelundungkan begitu saja sehingga memposisikan seniman layaknya seolah penganggur yang sedang mengemis perlu pertolongan.

"Mestinya dana sosial untuk seniman itu bisa dikemas, sebagai bentuk kehadiran negara menghargai karya karya para seniman," ujarnya.

Butet menegaskan kepada Wishnutama bahwa seniman dan budayawan, seperti perupa atau sastrawan, bukanlah orang-orang yang mengharuskan dan diharuskan wajahnya dikenal melalui layar televisi. Walau sebagian nama seniman sudah amat populer di kancah nasional dan internasional.

Usai dijelaskan, menteri itu mulai berpikir dan menanyakan kemauan seniman atas bantuan di masa pandemi ini. Butet pun mengusulkan agar kementerian menggarap program seperti pameran seni rupa secara virtual, untuk menonjolkan karya-karya seniman dan dibeli negara melalui anggaran bantuan sosial yang dialokasikan.

"Jumlahnya karya itu mungkin sama dengan besaran bantuan yang digelontorkan, tidak mengganggu anggaran. Tapi itu jadi wujud pengakuan negara pada karya seniman itu," ujarnya.

Lalu untuk apa negara membeli karya-karya itu? Menurutnya banyak kantor-kantor pemerintahan pada dindingnya memerlukan sentuhan interior. Ini bisa diisi melalui karya seniman yang dibeli. Juga saat pindah ibukota yang baru, menurut Butet juga akan lebih menarik dengan interior lukisan itu.

"Dengan program pameran seni virtual lalu dibeli pemerintah itu akan jauh lebih bermakna daripada bantuan itu dibagi-bagi langsung seperti layaknya pengangguran yang perlu ditolong," katanya.

Usai dijelaskan panjang lebar, Wishnutama disebutnya terlalu banyak beralasan mulai dari birokrasi, administratif dan tetek bengek lainnya. Bagi Butet, sikap ittu tak masalah. Yang penting ia sudah bersuara pada ketidakberesan yang terjadi di depan matanya.

"Saya hanya bisa beri masukan, mumpung dia punya kekuasaan dan jabatan agar bisa berpikir agak kreatif, saya memang agak marah saat itu," ujar Butet.

Butet mengadukan persoalannya ke Mahfud MD yang jabatannya lebih tinggi sebagai menteri koordinator agar bisa membantu menyelesaikan persoalan negara dalam menangani Covid-19 agar tidak asal-asalan.

Mahfud pun berjanji akan menyampaikan pemikiran itu kepada Wishnutama. Ia sependapat dengan opini Butet bahwa poin pokoknya bukan soal bagaimana bantuan sosial itu secepat-cepatnya cair. Tapi juga ada program yang tetap menghargai seniman dalam karyanya.

Hanya saja Mahfud tak menampik birokrasi yang saat ini terbentuk merupakan wajah birokrasi warisan Orde Baru. "Birokrasi kita dulu saat Orde Baru itu kan ditata kalau keluarkan uang harus jelas sehingga kerjakan seperti itu terhambat," katanya.

"Sebenarnya Kemenparekraf punya dana besar untuk seniman, tapi dititipkan Kemensos," ujarnya.

Related

News 7244573461488190296

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item