Dewan Pers Didesak Masukkan Serikat dalam Verifikasi Media, Ini Alasannya

Dewan Pers Didesak Masukkan Serikat dalam Verifikasi Media, Ini Alasannya, naviri.org, Naviri Magazine, naviri majalah, naviri

Naviri Magazine - Federasi Serikat Pekerja Media Independen (FSPMI) dan Serikat Pekerja Lintas Media (SPLM) Jakarta mendesak Dewan Pers memasukkan keberadaan serikat pekerja sebagai syarat wajib dalam proses verifikasi media massa. Tuntutan itu disampaikan elemen pekerja media dalam rangka Hari Buruh Internasional (may day), 1 Mei 2019.

Ketua SPLM Jakarta Adi Briantika menyatakan meskipun ada di dalam kolom proses verifikasi media, keberadaan serikat pekerja itu tidak menjadi syarat mutlak Dewan Pers dalam meloloskan perusahaan media. Hal itu, kata Adi, terbukti dari jumlah perusahaan media yang memiliki serikat dengan yang terverifikasi di Dewan Pers sangat jauh perbandingannya.

"Keberadaan serikat pekerja sangat penting di tengah disrupsi digital yang berdampak besar terhadap pekerja media. Mulai dari meningkatnya beban kerja hingga pemutusan hubungan kerja," ujar Adi Briantika dalam keterangan tertulis.

FSPMI mencatat enam dari delapan kelompok raksasa media massa di Indonesia tidak memiliki serikat pekerja.

"Hanya ada dua raksasa media yang memiliki serikat pekerja, sementara enam raksasa media lainnya tidak memiliki serikat," ujar Ketua FSPMI Sasmito Madrim saat berorasi dalam peringatan may day di kawasan Monas, Jakarta Pusat.

Sasmito mengatakan jurnalis juga bagian dari kelompok buruh. Namun, ketiadaan serikat pekerja di perusahaan membuat posisi jurnalis belum bisa sejajar dengan para pengusaha media.

FSPMI merujuk pada data yang disebut dalam riset terbaru Ross Tapsell. Dalam bukunya yang berjudul Kuasa Media di Indonesia, Tapsell menyebut ada delapan konglomerat media di Indonesia. Delapan kelompok raksasa media itu adalah Kompas Gramedia, Jawa Pos, Global Mediacom, Visi Media Asia, Media Group, CT Corp, EMTEK, dan Berita Satu Media Holding.

Sasmito mengatakan pihaknya dan SPLM Jakarta mencatat hanya Kompas Gramedia dan Global Mediacom yang pekerjanya memiliki serikat di Jakarta. Sementara enam lainnya tidak memiliki serikat pekerja.

Dia menyebutkan di Kompas Gramedia, serikat pekerja ada di Harian Kompas (Perkumpulan Karyawan Kompas) dan Tabloid Kontan. Sementara di Global Mediacom, serikat pekerja ada di MNC TV dan I-news (SKIB).

FSPMI dan SPLM Jakarta juga mencatat masih ada tujuh serikat pekerja media lainnya di luar delapan kelompok media besar dan dua serikat pekerja lintas perusahaan. Serikat tersebut berada di Tempo, KBR 68H, Bisnis, Swa, Hukum Online, Tirto, dan Antara.

Sementara dua serikat di luar perusahaan yaitu SPLM Jakarta dan Sindikasi. Dengan demikian, total ada 12 serikat pekerja media di Jakarta.

"Jumlah tersebut tentu sangat jauh jika dibandingkan dengan perusahaan media di Jakarta yang terdata di Dewan Pers," kata Adi Briantika.

Padahal, Dewan Pers mencatat ada 210 media yang berdomisili di Jakarta. Rinciannya 84 media terverifikasi faktual dan administrasi, 1 media terverifikasi faktual, dan 125 media terverifikasi administrasi.

Jumlah tersebut bagian dari 1.512 perusahaan media di seluruh Indonesia yang terdata oleh Dewan Pers. Berbeda dengan fakta di lapangan, Dewan Pers memperkirakan setidaknya ada 47 ribu media di seluruh Indonesia, 43 ribu di antaranya merupakan media online.

Adi mengatakan penyebab sedikitnya jumlah serikat pekerja media di Jakarta beragam. Berdasarkan pantauan SPLM Jakarta, penyebabnya antara lain karena ketakutan pekerja terhadap perusahaan, dan dugaan union busting yang tidak ditindaklanjuti oleh Dinas Tenaga Kerja.

Selain itu, mereka juga mendesak Dinas Tenaga Kerja atau Kementerian Tenaga Kerja menindaklanjuti pemberangusan serikat pekerja media agar tidak membuat takut para jurnalis yang ingin mendirikan perkumpulan itu.

Aksi jurnalis di tengah may day pun digelar para kuli tinta di Bandung, Jawa Barat, hari ini.

Dalam aksi damai para wartawan yang berlangsung di depan Gedung Sate ini, Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Bandung Ari Syahril Ramadhan mengatakan pada momentum Hari Buruh ini pihaknya mengajak pekerja media untuk berserikat.

Menurutnya, hingga saat ini masih banyak perusahaan media yang melanggar prinsip-prinsip dasar Undang-Undang Ketenagakerjaan, mulai dari melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak, telat membayar upah karyawan, mencicil upah karyawan, mencicil pesangon PHK, bahkan memecat karyawannya tanpa pesangon sepeserpun.

"Baru-baru ini, saya malah dapat laporan dari ada pekerja dari salah satu televisi nasional yang di-PHK sepihak tapi dia tidak melakukan apa-apa. Jadi, saat ini banyak jurnalis yang belum sadar bahwa mereka buruh sehingga ketika terjadi permasalahan di hubungan industrial seperti PHK, mereka tidak mau melakukan gugatan," kata Ari.

Ari menjelaskan, sebenarnya perusahaan memiliki waktu dan kemampuan untuk membangun sistem guna mempersiapkan proyeksi bisnis berikutnya. Namun, banyak perusahaan enggan melakukannya.

Menyikapi tren PHK yang terus-menerus terjadi akhir-akhir ini dengan segala macam bentuk pelanggaran norma ketenagakerjaan di dalamnya, Ari mengatakan, AJI mendesak perusahaan-perusahaan media agar tetap konsisten melaksanakan peraturan Undang-Undang Ketenagakerjaan pada saat terjadi sengketa ketenagakerjaan.

Related

News 4589227923700557630

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item