Kasus Corona di DKI Terus Naik, PSBB Transisi Ala Anies Dinilai Sia-sia

Kasus Corona di DKI Terus Naik, PSBB Transisi Ala Anies Dinilai Sia-sia naviri.org, Naviri Magazine, naviri majalah, naviri

Naviri Magazine - Keputusan Anies melanjutkan PSBB tak terlepas dari bertambahnya kasus positif Covid-19 di Ibu Kota.

Kasus positif di DKI melonjak dalam dua bulan terakhir. Bahkan, jumlah kumulatif positif Covid-19 Jakarta kembali melewati Jawa Timur pada 7 Agustus lalu. Jakarta menjadi provinsi dengan jumlah kasus tertinggi lagi.

Peningkatan jumlah kasus positif Covid-19 mayoritas berasal dari kawasan perkantoran, baik kantor pemerintah, pemprov, BUMN, hingga swasta.

Mengutip situs corona.jakarta.go.id, grafik penambahan kasus positif selama PSBB transisi fase kelima 14-27 Agustus masih fluktuatif. Rata-rata dalam sehari bertambah sekitar 600 kasus.

Angka tertinggi tercatat pada 27 Agustus dengan 820 orang. Disusul pada 26 Agustus 711 kasus dan 24 Agustus 659 kasus. Sementara kasus terendah tercatat pada 18 Agustus dengan 505 kasus.

Jika diakumulasi, terdapat 8.779 kasus positif Covid-19 yang ditemukan dalam dua pekan terakhir. Jumlah tersebut melonjak jika dibandingkan pada pelaksanaan PSBB transisi sebelumnya.

Ada 7.094 kasus baru yang ditemukan di PSBB transisi fase keempat. Kemudian 5.596 kasus baru di fase ketiga, dan 3.493 kasus baru di fase kedua. Pada fase pertama ada 4.125 kasus baru, namun PSBB transisi berlangsung hampir empat pekan pada 5 Juni-2 Juli.

Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah mengatakan jumlah kasus corona yang kian bertambah seolah mengindikasikan PSBB transisi ala Anies tersebut tak berdampak menekan penyebaran virus.

"Memang sia-sia. Dalam arti bahwa apa yang dilakukan Pemprov DKI perpanjangan berkali-kali, ternyata tidak membawa harapan gembira. Dalam arti penyebaran virus corona makin tinggi," kata Trubus.

Ia mengatakan hal ini terjadi karena sejumlah kebijakan pelonggaran pembatasan selama PSBB transisi fase I ini. Misalnya ketika perkantoran mulai diizinkan beroperasi, tempat wisata dibuka, sampai wacana pembukaan bioskop dalam waktu dekat.

Selain itu, Anies juga mengeluarkan kebijakan kontraproduktif ketika menerapkan kebijakan ganjil-genap untuk sepeda motor, meskipun belum resmi berlaku.

Trubus menyinggung munculnya klaster-klaster baru di perkantoran dan pasar ketika aktivitas dibuka kembali. Klaster baru virus corona akan terus bermunculan seiring pelonggaran sektor baru.

Namun, Trubus mengatakan hal tersebut tak bisa dihindari. Dalam situasi ini, keadaan ekonomi menekan pemerintah untuk membuat kebijakan yang bisa memulihkan sektor usaha dan daya beli masyarakat.

Pendekatan serupa juga dilakukan pemerintah pusat yang kini mulai fokus memulihkan perekonomian. Secara tidak langsung, pemerintah daerah, termasuk Jakarta, membuntuti pendekatan kebijakan yang diambil pusat.

Menurutnya, sejak Anies pertama kali mengumumkan PSBB transisi, retorika yang muncul seolah tidak ingin melonggarkan protokol kesehatan Covid-19. Namun, menurutnya, realita yang terjadi justru sebaliknya.

"Sejak awal Pemprov DKI kelihatan malu-malu mengakui new normal. Sekarang persoalannya pengawasan memang melemah. Kebijakan pemerintah pusat ini kan juga terkait dengan pemerintah daerah. Implementasinya tak bisa terpisah," ujarnya.

Melirik ragam kebijakan dan pelonggaran di tengah PSBB transisi fase satu ini, Trubus menilai Pemprov DKI mulai mengarah ke pemulihan ekonomi. Menurutnya, PSBB transisi sebenarnya sudah tak perlu lagi dipertahankan.

Ia menyebut langkah ini sudah dilakukan pemerintah pusat ketika membubarkan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 dan membentuk Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional.

"DKI Jakarta yasudah lah, mau enggak mau karena ekonomi, tidak perlu lagi diksi PSBB itu. Lebih baik ditinggalkan. Sekarang persoalan pemulihan ekonomi saja," ujarnya.

Ahli epidemiologi Hermawan Saputra mengatakan dampak pembukaan sektor ekonomi terhadap penyebaran Covid-19 sebenarnya tidak bisa dihindari. Menurutnya, pembukaan sektor ekonomi akan selalu menyulitkan pengawasan wabah.

Hermawan mengatakan penularan virus corona akan terus ditemukan pada setiap aktivitas yang berkerumun meskipun protokol kesehatan pencegahan Covid-19 didorong semaksimal mungkin.

"Karena setiap ada ratusan, ribuan orang, pasti ada yang disiplin dan ada yang abai, yang pada akhirnya menimbulkan masalah. Maka bentuk keramaian di kantor, pemukiman, pasar, pasti ada kasus," katanya.

Hermawan berpendapat pemerintah belum berhasil mengendalikan pandemi Covid--19, namun sudah memilih untuk memulihkan ekonomi. Menurutnya, sampai hari ini Indonesia belum melewati puncak kasus Covid-19 sejak pertama kasus ditemukan 2 Maret lalu.

"Kebanyakan negara yang sudah melakukan relaksasi untuk ekonomi itu sudah melewati puncak kasusnya, sisanya mereka kendalikan. Di Indonesia kita belum melewati puncak kasus tersebut," ujarnya.

Hermawan menilai pemerintah harus memilih salah satu antara kesehatan dan ekonomi. Jika sektor ekonomi tidak bisa dikorbankan, kepentingan kesehatan bisa digeser dengan catatan PSBB kembali diterapkan setelah ekonomi pulih.

Ia menyarankan, pemerintah memberi tenggat waktu untuk memulihkan ekonomi. Setelah mencapai tenggat waktu tersebut, PSBB diterapkan dengan kedisiplinan yang lebih ketat dibanding penerapan di awal pandemi.

"Anggaplah sekarang ekonomi insentif untuk mengumpulkan sumber daya, agar nanti melakukan PSBB dengan ketat supaya putus mata rantainya. Karena kita situasinya sudah beda," katanya.

Related

News 748380232033758009

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item