Kisah Kehidupan Pria yang Menciptakan Tokoh Terkenal Wonder Woman (Bagian 1)

Kisah Kehidupan Pria yang Menciptakan Tokoh Terkenal Wonder Woman, naviri.org, Naviri Magazine, naviri majalah, naviri

Naviri Magazine - Kehidupan pencipta karakter Wonder Woman, William Moulton Marston, terdengar melelahkan. Dia menulis delapan buku non-fiksi, memiliki tiga gelar universitas, menciptakan satu film bisu, dan menulis satu volume fan fiction erotis tentang Kaisar Romawi Caesar.

Dengan pengalaman segambreng, Marston ternyata sering dipecat sebagai dosen di kampus-kampus.

Dia menikahi kekasih masa kecilnya, tapi tetap membiarkan selirnya tinggal di rumah. Mereka bertiga membesarkan anak-anak bersama-sama. (Mereka mengarang cerita bahwa suami sang selir sudah meninggal untuk menjaga perasaan anak-anak). Kadang-kadang bahkan perempuan ketiga hadir ketika mereka sedang melakukan kegiatan seks.

Namun dari semua pencapaian, kegagalan dan seluk-beluk kehidupan Marston, ada satu karyanya yang abadi: Wonder Woman.

Lahir di 1893, latar belakang Marston yang unik mendorongnya untuk menciptakan superhero perempuan sebagai penangkal "maskulinitas mengerikan" yang menguasai buku-buku komik Amerika Serikat di 1940-an.

Karakter Wonder Woman sebagai prajurit Amazon merupakan buah dari sudut pandang Marston tentang cinta, bondage, matriarki, dan sosok-sosok perempuan dalam hidupnya yang sibuk membela hak perempuan. Salah satu dari mereka bahkan mempunyai hubungan darah dengan Margaret Sanger, pendiri klinik kontrasepsi pertama di AS.

Asal muasal cerita Wonder Woman dimulai dalam sebuah kastil di luar Boston, Moulton Castle, tempat dimana Ibu Marston tumbuh di tengah keluarganya yang aristokrat. Setelah bersedia menikahi lelaki dari kasta yang lebih 'rendah', barulah William Marston dilahirkan ke dunia.

Marston mendapat edukasi bangsawan berdarah biru dan mendapat gelar dari Harvard tiga kali: sarjana di 1915, J.D (juris doctor) di 1918, dan PhD psikologi di 1921.

Istrinya, Sadie Elizabeth Holloway, memiliki gelar sarjana dari Mount Holyoke dan mendapat gelar hukum dari Boston University. ("Orang-orang brengsek di Harvard tidak mau menerima perempuan," ujarnya.) Setelah menerima gelar magister seni dari Radcliffe, dia memiliki tiga gelar, sama seperti sang suami.

Namun berhubung Holloway kesulitan mencari pekerjaan sebagai pengacara perempuan di akhir 1910, dia akhirnya terjun ke bidang penerbitan untuk mendukung suaminya. Biarpun dia kerap menjadi pencari nafkah nomer satu dalam keluarga, Marston memaksa sang istri menggunakan nama keluarganya. Holloway membenci hal ini.

Sebagai profesor di universitas, Marston kerap menggunakan murid-murid kelas psikologi sebagai subyek survei dan eksperimen. Dia pernah menanyakan muridnya apabila mereka memilih menjadi majikan yang tidak bahagia atau seorang budak yang bahagia (para lelaki kebanyakan memilih pilihan pertama.)

Marston selalu terobsesi mencari kebenaran. Alhasil, dia berhasil menciptakan mesin polygraf versi awal. Biarpun akhirnya pengadilan memutuskan alat ciptaannya tidak layak pakai di kasus Frye vs Pemerintah AS, dia selalu berhasil menciptakan variasi alat pendeteksi kebohongan ini di bisnis-bisnisnya yang lain. (Pernah juga digunakan dalam sebuah iklan Gillette).

Seiring waktu, penemuannya ini berevolusi menjadi alat "pendeteksi cinta." Marston sempat mendemostrasikan alat ini secara teatrikal dengan cara memasang alat di murid-murid perempuan yang cantik dan 'membaca' lelaki idaman mereka.

Alat deteksi ciptaan Marston menjadi ide dasar lasso emas Wonder Woman yang memaksa orang mengatakan kebenaran. Namun sesungguhnya, banyak faktor-faktor lain dalam hidup Marston yang menjadi dasar pertimbangan pembentukan karakter Wonder Woman.

Semenjak kecil, dia selalu tertarik dengan kekuatan perempuan. Menurut laporan Jill Lepore di The Secret History of Wonder Woman, Marston sempat menyaksikan pembela hak perempuan asal Inggris, Emmeline Pankhurst, berpidato di Harvard di 1911 dan langsung tertarik.

Nantinya, lingkaran sosial Marston dipenuhi oleh pembela hak perempuan, aktivis kontrasepsi dan tokoh revolusioner. Perempuan kedua di kehidupan Marston, Olive Byrne merupakan keponakan dari Margaret Sanger.

Marston dan Byrne pertama kali bertemu di 1925 ketika Bryne masuk ke dalam kelas Marston yang bekerja sebagai profesor. Setelah lulus kuliah, Bryne pindah ke dalam rumah Marston bersama Holloway. Berikut susunan peran di rumah: Holloway bekerja, sementara Byrne di rumah menjaga anak-anak.

Ketika Byrne juga mulai hamil, mereka semua khawatir akan pertanyaan-pertanyaan yang akan dilemparkan orang, dan membuat cerita tentang suami Byrne yang sudah meninggal, William Richard.

Baca lanjutannya: Kisah Kehidupan Pria yang Menciptakan Tokoh Terkenal Wonder Woman (Bagian 2)

Related

Figures 1334853419475774279

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item