Pilkada di Masa Pandemi: Tuntutan Demokrasi di Tengah Ancaman Keselamatan Rakyat (Bagian 1)
https://www.naviri.org/2020/09/pilkada-di-masa-pandemi-page-1.html
Naviri Magazine - Masalah konser musik untuk kampanye belum selesai, 3 Komisioner KPU positif COVID-19. Pemerintah; DPR; KPU bersikeras: Pilkada 2020 harus jalan.
Menghadapi pandemi COVID-19, Komisi Pemilihan Umum (KPU), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan pemerintah sepakat untuk menunda pelaksaan Pilkada 2020 sampai Desember. Skenario itu tetap berjalan dengan syarat pandemi COVID-19 selesai pada akhir Mei 2020. Jika tidak, maka ketiga lembaga itu akan mengubah keputusan yang berpotensi membahayakan nyawa manusia tersebut.
Tapi, dalam dua pekan belakangan, wacana pengubahan aturan jika pandemi masih berlangsung seperti diabaikan oleh lembaga-lembaga negara.
Setelah kesepakatan menunda Pilkada 2020 dilakukan, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 tahun 2020 yang kemudian direvisi atau disempurnakan dengan UU Nomor 6 tahun 2020. Pasal 120 ayat (1) mencatat, pelaksanaan pilkada bisa ditunda apabila ada bencana non-alam yang mengakibatkan gangguan tahapan pelaksanaan pilkada.
Isi dari UU itu sama dengan ucapan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian pada Juli 2020. Intinya, jika pandemi COVID-19 masih menunjukkan peningkatan kasus yang masif dan belum selesai, pemerintah, KPU, dan DPR bisa bersepakat untuk menunda pilkada. Namun hal itu tidak dilakukan sampai sekarang.
Komisi II DPR juga tidak menunjukkan tanda-tanda adanya perubahan rencana. Menurut Guspardi Gaus dari Fraksi PAN, keputusan penundaan pilkada ke 9 Desember sudah final. Apalagi Tito sendiri yang sebenarnya memaksakan agar Pilkada 2020 tidak diundur ke tahun 2021.
"Penetapan tanggal pelaksanaan Pilkada sudah melalui beberapa pertimbangan di antaranya Pemerintah dalam hal ini Mendagri mengatakan bahwa ada 49 negara yang menjadwalkan pemilu di berbagai negara lain dan tidak ada satu pun dari negara tersebut melakukan penundaan menjadi 2021," kata Guspardi.
Sampai sekarang, pendirian itu tidak berubah kendati perkembangan kasus yang terjadi di Indonesia belum mengalami penurunan.
KPU juga sama saja. Komisioner KPU Pramono Ubaid awalnya menilai rapat 29 Mei akan menentukan apakah Pilkada 2020 akan mengalami penundaan lagi atau tidak. Jika memang COVID-19 belum selesai, dia meyakinkan masyarakat bahwa KPU punya opsi lain. Nyatanya itu juga tidak berlaku sampai sekarang.
Pemerintah tetap bersikeras pelaksanaan Pilkada 2020 tidak bisa ditunda lagi untuk mencegah kekosongan jabatan pemerintah daerah. Baik pada 29 Mei 2020 atau setelahnya, keputusan pemerintah bulat: pejabat sementara tidak boleh menempati posisi kepala daerah terlalu lama. Karena itu perlu ada proses demokrasi yang berjalan.
Sebelumnya, pemerintah sudah mencoba meyakinkan masyarakat bahwa mereka bisa menjalankan sektor ekonomi dan kesehatan berbarengan. Tapi ini tidak terbukti. Jakarta kembali menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan klaster COVID-19 yang baru muncul di berbagai tempat.
Kini, pemerintah, sekali lagi, meyakinkan kita bahwa Indonesia bisa menjalankan dua hal—kesehatan dan politik—sekaligus. Sampai kapan kesehatan atau tepatnya keselamatan bisa benar-benar mendapatkan prioritas?
Potensi Kecolongan Saat Kampanye
Komisioner KPU Pramono Ubaid sebenarnya sudah mengetahui bahwa pengunduran pilkada sampai Desember karena pandemi bukan hanya perkara waktu, tapi juga regulasi. Beberapa aturan harus disesuaikan, misalnya pelaksanaan protokol kesehatan dalam tahapan Pilkada 2020, termasuk perubahan Peraturan KPU dan pelatihan anggota KPU dalam menerapkan protokol.
"Mau tidak mau kalau itu diputuskan kami harus melakukan skenario itu,” kata Pramono.
Benar saja, kendati peraturan sudah ada, masih banyak orang yang melanggar protokol kesehatan. Saat pendaftaran calon kepala daerah (cakada) ke KPU, banyak simpatisan paslon berkumpul tanpa mematuhi protokol kesehatan.
Menjelang tahapan kampanye, dengan kasus COVID-19 yang tiap hari terus bertambah, KPU tampak gagal mengantisipasi pelaksanaan Pilkada 2020 yang aman dari penyebaran virus COVID-19. Ini terlihat dari PKPU Nomor 6 tahun 2020 yang dihasilkan demi menunjang pelaksanaan Pilkada 2020 di tengah pandemi.
Pada bagian kampanye Pasal 57 menyatakan ada tujuh jenis metode kampanye yang disetujui KPU. Dua di antaranya adalah pertemuan terbatas dan pertemuan tatap muka yang kemudian menjadi masalah karena semuanya dapat menambah risiko penyebaran COVID-19.
Syaratnya hanya menjaga jarak 1 meter dan menerapkan protokol kesehatan, seperti memakai masker, dan boleh dilakukan di ruangan tertutup.
Baca lanjutannya: Pilkada di Masa Pandemi: Tuntutan Demokrasi di Tengah Ancaman Keselamatan Rakyat (Bagian 2)