Ribut-ribut Soal PSBB Total DKI, Airlangga: Bukan Salah, Tapi Overdosis
https://www.naviri.org/2020/09/ribut-ribut-soal-psbb-total-dki.html
Naviri Magazine - Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto kembali buka suara mengenai rencana Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) total DKI Jakarta. Airlangga menyebut, itu sebagai overdosis.
Airlangga menegaskan, sebenarnya PSBB DKI Jakarta sejak awal tidak pernah dicabut statusnya. Kendati begitu, ia menyesalkan komunikasi publik Anies yang dinilai menimbulkan gejolak baik itu di masyarakat maupun di di dunia perekonomian.
"Dunia perekonomian yang sangat rentan terhadap sentimen negatif, bisa sangat tercermin di pergerakan pasar modal dan bisa juga menerbankan likuiditas, bisa menimbulkan capital outflow berikut juga terkait stabilisasi mata uang rupiah," kata pria yang juga menjabat Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN) itu.
Dia menjelaskan bahwa ekonomi sangat dipengaruhi oleh dua faktor, yakni fundamental dan sentimen. Adapun sentimen negatif bisa dipicu oleh ketidakpastian.
"Tentu harapan kami adalah kita tidak membuat kejutan-kejutan mengenai hal yang sudah dilakukan hari ini," tandas Airlangga.
Ia pun mengomentari kebijakan Anies sebagai langkah overdosis. Apakah, kebijakan di DKI Jakarta pasti berdampak pada perekonomian di daerah lain. Menurutnya, Jakarta bukan sekadar sebuah provinsi, yangetapi juga mencerminkan 20% perekonomian negara dan pusat syaraf perekonomian nasional.
"Kita melihat micromanagement itu menjadi penting sehingga dengan demikian kita bisa tahu sumbernya, kenapanya, sehingga kita tidak dalam tanda petik mengambil langkah-langkah yang katakanlah bukan salah, (melainkan) overdosis," katanya.
Airlangga mencontohkan bahwa pengumuman PSBB total direspons pelaku pasar modal dan pasar uang secara negatif. Untungnya, pada Jumat kemarin, pasar kembali tenang sehingga laju IHSG mulai positif. Adapun indeks harga saham gabungan di negara-negara lain Asia terkontraksi akibat menunggu pengumuman kebijakan The Fed.
"Hanya Indonesia yang naik karena dalam tanda petik dosisnya (kebijakannya) dihitung kembali lah," imbuh Airlangga.