Fakta dan Kisah di Balik Maraknya Fenomena Roleplay di Ruang Maya Kpop (Bagian 1)

Fakta dan Kisah di Balik Maraknya Fenomena Roleplay di Ruang Maya Kpop

Naviri Magazine - Masuknya Hallyu Wave dan perkembangan teknologi melahirkan budaya baru di ruang-ruang maya Indonesia, salah satunya ‘roleplay’ yang diinisiasi militan penggemar Kpop.

Roleplay berarti bermain peran. Dan dalam bahasan ini, peran yang dimainkan pada umumnya adalah publik figur Korea Selatan, mulai dari idola Kpop sampai aktris dan aktor Korea.

Permainan peran tidak dilakukan di panggung pentas, melainkan di jejaring sosial media Twitter, Facebook, Instagram dan meluas pada aplikasi pesan seperti WhatsApp, Line Messenger, dan Kakaotalk.

Awalnya, Roleplay merupakan sarana penggemar Kpop untuk memperkenalkan idolanya kepada sesama netizen. Mereka akan membuat sebuah akun sosial media dengan identitas seorang publik figur dan membuat unggahan seputar kesehariannya.

Para pemain peran atau roleplayer dapat diidentifikasi dari profil akunnya yang selain menggunakan ‘ava korea’, mereka juga mencantumkan kata “roleplay”, “RP”, atau “parody” pada bio akun roleplay-nya.

Roleplay juga memungkinkan adanya interaksi dengan sesama roleplayer, seperti bercakap-cakap, bermain games, hingga menyelenggarakan konser virtual berbasis plot dan imagine.

Plot merupakan alur cerita yang dibuat oleh Roleplayer kala berinteraksi secara spontan atau yang telah direncanakan mencakup latar waktu, tempat dan suasana, sementara imagine adalah bentuk singkat dari plot. Dalam berkomunikasi, para roleplayer tidak dituntut menggunakan bahasa ibu karakternya, tapi bisa saja dengan bahasa Indonesia.

Faktor inilah yang menyebabkan roleplay kian diminati dan populer pada 2011-2012 seperti yang temuat dalam riset Digna Tri Rahayu bertajuk “Artikulasi Identitas Virtual Roleplayer dengan Karakter K-Pop Idol” yang dipublikasi pada 2019. Sayangnya, perkembangan ini justru perlahan-lahan mengubah wajah roleplay.

Dua Wajah Roleplay

Selagi roleplayer lama teguh pada misi awal untuk memperkenalkan idolanya, masifnya kemunculan roleplayer baru perlahan mengubah suasana roleplay world—sebutan bagi dunia virtual tempat para roleplayer berinteraksi menggunakan karakter yang diperankan—dan melunturkan nilai-nilai roleplay dengan mencampurkan aktivitas roleplay dan kehidupan nyata atau real life si pemilik akun.

Roleplay memang bersifat cair dan dinamis, tak ada yang bisa membuat aturan baku mengenai tata cara bermain peran pada ruang maya. Setiap roleplayer bisa memerankan siapa pun dan berlaku sesuka hatinya. Budaya pada roleplay world dirumuskan secara kolektif oleh para pemain atau masyarakat maya di dalamnya.

Inilah yang membuat wajah roleplay seperti terbagi dua: ada roleplayer in character (IC) yang tetap menyesuaikan karakteristik tokoh yang diperankan, ada juga roleplayer out of character (OOC) yang kerap membahas persoalan pribadinya, serta roleplayer less OOC yang berdiri di tengah keduanya.

Apabila awalnya para roleplayer dengan sukarela bermain peran untuk memperkenalkan karakter sang idola, kini roleplay world telah berkembang menjadi sebuah dunia alternatif.

Kehadiran roleplay world memungkinkan para pemain di dalamnya meluapkan keluh kesah mengenai permasalahan yang mungkin tidak bisa diungkapkannya di dunia nyata, juga sebagai sarana hiburan sampai pemenuhan perasaan cinta.

Motif pemilihan karakter juga turut berubah, tak lagi sesederhana karena mengidolakan. Studi bertajuk “Artikulasi Identitas Virtual Roleplayer dengan Karakter K-Pop Idol” (2019) memperlihatkan, motif dasar penentuan karakter para roleplayer dipengaruhi oleh kondisi real life pemilik akun.

Selain karena pilihan idola, proses penentuan karakter juga yang didasarkan pada persamaan sikap antara dirinya dengan sang karakter. Ada yang memilih karakter karena visualnya sesuai standar kecantikan si pemilik akun, sementara yang lain menentukan karakter berdasarkan ketenaran seorang publik figur.

Tak cukup hanya bertingkah seperti seorang publik figur, para roleplayer justru menciptakan realitas baru melalui ruang maya. Jalinan interaksi sesama roleplayer memungkinkan mereka lebih dekat secara personal dan menimbulkan rasa suka satu sama lain.

Banyak roleplayer yang kemudian menjalin kasih virtual atas dasar ketertarikan terhadap si pemilik akun. Dalam berpasangan, para roleplayer ada yang menyesuaikan dengan kisah asmara sang publik figur, dan ada juga yang membangun cerita sendiri.

Laras Puspa dan Assas Putra dalam penelitian bertajuk “Motif Sosiogenesis Pasangan Roleplay Dalam Media Sosial Twitter” yang dimuat pada Jurnal Manajemen Komunikasi, Volume 2, No. 2, April 2018 menjelaskan, motif pemilihan pasangan para roleplayer umumnya didasari rasa ingin tahu dan ketertarikan terhadap kepribadian roleplayer yang menjadi pasangannya.

Hubungan yang tadinya berlaku secara virtual kini berdampak pada ranah personal para roleplayer. Intensitas komunikasi yang dijalin pasangan roleplayer membuka peluang bagi keduanya untuk semakin dekat secara personal, menimbulkan rasa nyaman dan takut kehilangan apabila salah satu dari keduanya meninggalkan roleplay world.

Nestapa Rolepayer Transgender

Sejak kemunculannya seiring popularitas roleplay, roleplay transgender atau yang biasa disebut ‘RP TG’ acap-kali menerima penolakan, lantaran tidak sesuainya gender asli roleplayer dengan karakter yang diperankan.

Kendati demikian, bagi Eva (16 tahun, nama disamarkan) menjadi roleplay transgender adalah hak setiap roleplayer, karena pada intinya mereka hanya bermain peran. Gender seharusnya tidak berpengaruh pada aktivitas roleplay selagi mereka mampu berlaku profesional.

Baca lanjutannya: Fakta dan Kisah di Balik Maraknya Fenomena Roleplay di Ruang Maya Kpop (Bagian 2)

Related

News 6759236759835161285

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item