Tak Punya Jaringan Internet, Ratusan Juta Pelajar di Asia Selatan Terancam Putus Sekolah

 Tak Punya Jaringan Internet, Ratusan Juta Pelajar di Asia Selatan Terancam Putus Sekolah

Naviri Magazine - Anak-anak di hampir seluruh negara Eropa telah kembali ke sekolah untuk memulai tahun ajaran baru. Namun di belahan dunia lain, pandemi Covid-19 masih terus memaksa penutupan sekolah.

Salah satunya terjadi di India dan beberapa negara Asia selatan lainnya. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebut pandemi Covid-19 berdampak pada sekitar 600 juta anak di wilayah itu.

Ketika berbagai pembatasan akibat penyebaran virus corona diterapkan Maret dan April lalu, tahun ajaran baru bergulir di mayoritas negara Asia bagian selatan.

Sejak saat itu seluruh sekolah di wilayah tersebut ditutup. Hingga kini belum ada kebijakan terkait pembukaan kembali sekolah-sekolah itu.

Di India, hampir sebagian besar aktivitas belajar-mengajar dilakukan dari jarak jauh. Namun pemerintah setempat menyebut pelajar dari kelas 9 hingga 12 dapat kembali ke sekolah pada 21 September mendatang.

Bangladesh dan Nepal melanjutkan penutupan sekolah. Aktivitas belajar-mengajar tetap dilakukan dari jarak jauh.

Sri Lanka membuka seluruh sekolah Agustus lalu. Tapi tak lama setelahnya, mereka kembali melarang aktivitas di sekolah karena kasus positif Covid-19 melonjak.

Para pelajar di Pakistan secara bertahap akan kembali ke sekolah 15 September mendatang. Kebijakan ini diambil setelah otoritas setempat mengklaim kasus Covid-19 di negara mereka menurun.

Di pedesaan India, para guru melakukan berbagai cara agar aktivitas belajar-mengajar tetap berjalan.

Siapa yang punya akses internet?

Aktivitas belajar-mengajar jarak jauh berlangsung dalam jaringan internet. Kelas-kelas digelar melalui layanan siaran langsung. Alternatifnya, para pelajar perlu membuka materi pengajaran yang disimpan sebagai konten digital.

Namun banyak negara di Asia selatan memiliki infrastruktur internet yang minim. Masyarakat kelas bawah bakal mengalami kesulitan mengikuti aktivitas sekolah yang dialihkan ke internet.

Merujuk pernyataan PBB, setidaknya 147 juta anak tidak dapat mengakses aktivitas belajar-mengajar secara online. Menurut data pemerintah India, hanya 24% rumah tangga di negara mereka yang tersambung ke internet.

Adapun, hanya 4% rumah tangga di pedesaan di India yang memiliki akses internet. Bangladesh secara umum lebih baik ketimbang India. Diperkirakan 60% rumah tangga di negara itu tersambung ke internet. Meski begitu, jaringannya sangat buruk.

Ada pula persoalan peralatan yang minim di berbagai sekolah. Survei berskala nasional yang digelar Nepal menemukan bahwa dari sekitar 30.000 sekolah negeri, hanya 30% di antaranya yang memiliki komputer. Dari persentase itu, hanya 12% sekolah yang tersambung ke internet.

Akibat kondisi itu, sejumlah sekolah di Asia selatan akhirnya beralih ke televisi dan radio. Alasannya, pelajar lebih mudah mengakses ke jaringan itu ketimbang internet.

Badan penyiaran publik India, Doodarshan, sejauh ini telah menyiarkan berbagai konten pendidikan melalui televisi dan radio mereka.

Sementara itu, lembaga penyiaran publik Bangladesh, Sangsad, manayangkan konten pelajaran yang telah lebih dulu direkam.

"Ini adalah beberapa pendekatan yang berhasil menjangkau sebagian besar anak-anak," kata Direktur Unicef untuk kawasan Asia Selatan, Jean Gough.

Nepal juga meniru cara yang sama. Namun lebih dari setengah rumah tangga di negara itu tak memiliki akses televisi.

Pembukaan sekolah mempertebal risiko penularan

Banyak sekolah di Sri Lanka yang sekarang telah beroperasi kembali tidak menerapkan prinsip jarak. Hanya beberapa sekolah yang mewajibkan pemakaian masker, kata Joseph Stalin, Sekretaris Jenderal Serikat Guru Ceylon.

Menurut Stalin, protokol kesehatan dasar sulit diterapkan karena tidak ada anggaran khusus yang dialokasikan untuk program itu.

Federasi Seluruh Sekolah Swasta Pakistan menentang pembukaan kembali sekolah September mendatang. Mereka menyatakan butuh dana pemerintah untuk menggelar tes Covid-19 dan menerapkan protokol kesehatan.

Di India kekhawatiran serupa juga muncul.

"Saat sekolah kembali dibuka, orang tua, guru, alat transportasi, dan penyedia jasa lain juga akan beroperasi. Itu akan meningkatkan pergerakan publik," kata Priti Mahara, dari lembaga Child Rights and You.

Penutupan sekolah selama ini menyebabkan sekolah swasta mengalami kesulitan keuangan. Mereka sangat bergantung pada dana yang dibayarkan para pelajar. Di Bangladesh, lebih dari seratus sekolah swasta kini akan dijual ke publik.

"Saya sudah meminjam uang untuk membayar gaji dan sewa," kata Taqbir Ahmed, pemilik salah satu sekolah di Dhaka.

Beberapa badan amal di wilayah tersebut telah mencoba membantu sekolah-sekolah yang paling rentan.

"Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah negara bagian dan sekolah terhadap anak-anak yang memiliki setidaknya satu ponsel di rumah," kata Rukmini Banerji, dari Pratham Education Foundation.

Dalam beberapa kasus, siswa-siswi di negara itu putus sekolah karena pemerintah tidak dapat menjalin kontak dengan mereka.

Jika urusan komunikasi ini tak diselesaikan, Jean Gough dari Unicef memperkirakan angka putus sekolah di negara-negara Asia Selatan bakal meningkat drastis.

"Pengamatan terhadap penutupan sekolah yangsebelumnya terjadi akibat wabah Ebola dan keadaan darurat lainnya menunjukkan, akan muncul kerugian yang sangat signifikan dalam hal pembelajaran," kata Gough.

Related

News 4331305023201528777

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item