Fakta-fakta Mi Instan, Makanan Cepat Saji Paling Populer di Indonesia dan Dunia (Bagian 1)

Fakta-fakta Mi Instan, Makanan Cepat Saji Paling Populer di Indonesia dan Dunia

Naviri Magazine - Sejak kelahirannya 62 tahun silam, mi instan telah mengglobal dan begitu dicintai dunia. Chicken Ramen, mi instan pertama mahakarya Momofuku Ando, berhasil mengubah pola konsumsi masyarakat. Awalnya, mi instan diciptakan untuk mengatasi krisis pangan berkepanjangan di Jepang setelah kalah pada Perang Dunia II.

Namun siapa sangka mi instan justru melejit? Kepraktisan, sifatnya yang tahan lama, dan kemudahannya menyatu dengan cita rasa lokal, merupakan tiga kunci utama keberhasilan mi instan merambah pasar global.

Di Indonesia, mi instan menjadi komoditas pangan penting yang dinikmati berbagai kalangan lintas generasi. Sejak 2015, Indonesia telah tercatat sebagai konsumen mi instan terbesar kedua di dunia setelah Tiongkok. World Instant Noodles Association (WINA) merangkum sebanyak 12.520 juta porsi mi instan dikonsumsi penduduk Indonesia pada 2019.

Di Indonesia, tak ada waktu khusus untuk menyantap semangkuk mi instan, mulai dari sarapan hingga makan malam, baik sebagai hidangan utama, lauk maupun sekadar cemilan. Berbagai merek mi instan siap mengisi perut dengan varian rasanya yang teramat banyak. 

Lucunya, di Indonesia pula mi instan acapkali diasosiasikan dengan kemiskinan. Harga murah membuat mi instan disebut sebagai makanan penyelamat akhir bulan, hingga makanan spesial anak rantau. 

Mari tengok iklan e-commerce terbesar Indonesia yang diluncurkan Maret lalu. Dalam iklan berdurasi 15 detik itu, mi instan dihadirkan sebagai ‘penyelamat’ kala sang bintang iklan diharuskan berhemat demi membeli gawai impian.

Memang ada produsen mi instan yang menarget kelompok konsumen ekonomi bawah dengan menawarkan harga yang lebih murah. Wings Food misalnya, setelah sukses dengan Mie Sedaap, produsen makanan dan minuman siap saji dalam kemasan itu kembali meluncurkan mi instan dengan merek dagang Mie Suksess pada 2015. 

Walaupun harganya tak jauh berbeda dengan para pendahulunya, porsi Mie Suksess jauh lebih banyak: dua keping mi sekaligus dalam satu kemasan, selaras namanya Mie Suksess Isi Dua. Dari segi pemasaran pun, Wings Food memakai konser dangdut, genre musik yang sering diidentikkan dengan masyarakat miskin perkotaan.

Kendati demikian, Berita Statistik “Profil Kemiskinan di Indonesia” yang dirilis BPS setiap tahun, justru mencatatkan hal lain. Alih-alih dikonsumsi untuk menolong perekonomian rumah tangga miskin, konsumsi mi instan justru bersumbangsih terhadap kemiskinan itu sendiri, setidaknya dalam satu dekade terakhir.

Di antara 52 komoditas pangan lain, mi instan selalu berada di peringkat 4-7 dengan persentase konstribusi yang selalu berkisar di angka 2 persen setiap tahunnya, kecuali 2010. Pada tahun itu, konstribusi mi instan terhadap garis kemiskinan mencatatkan angka yang besar yakni 3,42 persen di perkotaan dan 2,61 persen di pedesaan. 

Setahun setelahnya, persentase konstribusi mi instan menurun 0,68 persen di perkotaan dan 0,28 persen di pedesaan.

Pada Maret 2015, mi instan menyumbang 2,77 persen terhadap garis kemiskinan di perkotaan, 0,33 persen lebih tinggi dari kawasan pedesaan yakni 2,44 persen. Angkanya kemudian menurun menjadi masing-masing 2,37 dan 2,13 persen pada September di tahun yang sama dan kembali naik pada Maret 2016. 

Pola naik turun yang terjadi pada bulan Maret dan September ini terus terjadi hingga 2019. Pada September tahun lalu, persentase konstribusi mi terhadap garis kemiskinan berada di angka 2,32 persen, turun 0,08 persen dari persentase Maret 2019 yang mencapai 2,40 persen.

Pola seperti ini lazim terjadi, menurut BPS dalam “Pola Pengeluaran dan Konsumsi Penduduk Indonesia 2013”. Pada kurun waktu Juni-Agustus, penduduk Indonesia lebih mengalokasikan pengeluaran mereka untuk kebutuhan non-makanan karena dihadapkan dengan tahun ajaran baru bagi anak sekolah dan hari raya idul fitri. 

Inilah alasan mengapa angka persentase konstribusi mi instan terhadap garis kemiskinan selalu menurun setiap September. Artinya, sumbangan mi instan terhadap kemiskinan sebenarnya tetap tinggi dan mengalami penurunan, baik di perkotaan maupun di pedesaan sejak 2015.

Angka konstribusi ini diperoleh BPS dengan menghitung jumlah nilai pengeluaran dari 52 komoditas pangan yang riil dikonsumsi oleh 20 persen penduduk yang berada di atas garis kemiskinan sementara. Hasilnya kemudian disetarakan dengan kebutuhan 2.100 kilokalori per kapita setiap harinya. Inilah yang kemudian disebut sebagai indikator garis kemiskinan makanan (GKM).

Penghitungan GKM sendiri digunakan BPS bersama garis kemiskinan non-makanan (GKNM) untuk mengukur garis kemiskinan dengan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar. 

Dengan konsep ini, BPS kemudian menerjemahkan kemiskinan sebagai ketidakmampuan ekonomi suatu rumah tangga dalam memenuhi kebutuhan dasar yang diukur dari sisi pengeluaran. Pada September 2019, penduduk dalam kategori miskin merupakan penduduk yang rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan: Rp440.538,00.

Baca lanjutannya: Fakta-fakta Mi Instan, Makanan Cepat Saji Paling Populer di Indonesia dan Dunia (Bagian 2)

Related

World's Fact 1646139632133666321

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item