Industri Ritel di Indonesia Rugi Rp 250 Triliun Gara-gara Corona

Industri Ritel di Indonesia Rugi Rp 250 Triliun Gara-gara Corona

Naviri Magazine - Pandemi virus Corona yang belum juga mereda membuat sektor bisnis ritel lesu. Bahkan, meski pembatasan sosial sudah mulai direnggangkan, pemulihan bisnis masih belum juga terasa.

Beberapa peritel besar pun sudah mengumumkan kerugian imbas dari pandemi. Matahari misalnya, mereka baru saja mencatat kerugian pada kinerja keuangannya hingga Rp 357,87 miliar.

Ketum Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Budihardjo Iduansjah mengatakan saat ini kerugian memang menghantui para peritel. Salah satunya karena pembatasan operasional yang masih dilakukan.

Jadi begini, kita kan terdampak dari pelarangan-pelarangan dan pembatasan nih. Kalau satu bisnis logikanya dibatasi 50% kapasitasnya, pendapatannya ya jelas akan drop. Banyak bahkan omzetnya di bawah 50% dari waktu normal, restoran cuma 20% omzetnya, toko fesyen cuma 30%," kata Budihardjo.

Bahkan dia mengungkapkan kondisi seperti ini belum akan mengalami pemulihan hingga akhir tahun. Menurutnya pun kondisi ini bisa terjadi hingga tahun depan.

"Sejak bulan Maret ini belum ada pemulihan. Ritel kita shocked kena pandemi dan belum bisa gambaran pemulihan tahun ini, bahkan bisa berlanjut tahun depan," kata Budihardjo.

Bila bicara kerugian secara umum, menurutnya industri ritel bisa rugi hingga Rp 250 triliun tahun ini.

"Kalau semua ritel ya, itu bisa kira-kira Rp 400-500 triliun pendapatannya, kalau dropnya 50%, logikanya karena pembatasan, ya kerugiannya bisa Rp 200-250 triliun lebih kerugiannya," papar Budihardjo.

Sebelumnya, ritel besar memang sudah mengumumkan kerugiannya. Dari catatan, Matahari mencatatkan rugi Rp 357,87 miliar, hal itu terjadi karena anjloknya total pendapatan sebesar 62% menjadi Rp 2,25 triliun dari sebelumnya yang sebesar Rp 5,95 triliun.

Ramayana juga merugi, jumlahnya hingga Rp 55,3 miliar. Jumlah pendapatan Ramayana di semester I-2020 ini tercatat turun menjadi Rp 1,47 triliun, turun dari pendapatan periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar Rp 3,48 triliun.

Di sisi lain, peneliti ekonomi Indef Bhima Yudhistira mengungkapkan kerugian yang dialami sektor ritel terjadi karena kurangnya konsumsi masyarakat. Pasalnya, kelas menengah dan atas menahan uangnya untuk berbelanja.

Padahal dua kelas tersebut menguasai 83% total pengeluaran belanja secara nasional. Saat ini kelompok tersebut memilih menahan uangnya di tabungan daripada berbelanja.

"Ini terjadi karena kelas menengah dan atas yang menguasai 83% total pengeluaran secara nasional menunda belanja. Mereka lebih memilih saving atau menabung di bank, upaya yang rasional dari kelompok menengah atas, karena resiko berbelanja di keramaian misalnya bisa tertular virus COVID-19," kata Bhima.

Related

News 6300821490162844693

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item